Sukses

Bioplastik, Plastik Ramah Lingkungan dari Singkong

Bioplastik ini bisa menjadi alternatif pengganti plastik konvensional karena sifatnya yang mudah terurai secara sempurna oleh mikroba yang ada di dalam tanah atau dalam air.

Liputan6.com, Bandung - Sampah plastik menjadi masalah besar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dan 24 persennya masih tidak terkelola.Berbagai alternatif ditawarkan, salah satunya biodegradable plastic atau bioplastik.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) menawarkan inovasi teknologi untuk mengatasi permasalahan limbah plastik tersebut.

Inovasi LIPI ini yaitu bioplastik yang dikembangkan dengan menggunakan bahan terbuat dari tapioka alias ubi kayu. Seperti apa proses kimiawi pengembangan bioplastik dari singkong tersebut?

Peneliti LPTB LIPI, Hanif Dawam Abdullah mengungkapkan, pihaknya telah mengembangkan bioplastik sebagai alternatif untuk menggantikan plastik biasa.

“Bioplastik tersebut berbasis pati yang mudah diurai mikroba alami dengan cepat. Berpeluang menjadi solusi limbah plastik saat ini,” kata Hanif yang disampaikannya dalam kegiatan media tour di Bandung, Senin 25 Maret 2019. 

Bioplastik ini bisa menjadi alternatif pengganti plastik konvensional karena sifatnya yang mudah terurai secara sempurna oleh mikroba yang ada di dalam tanah atau dalam air.

"Kalau plastik biasa kan hanya sekali pakai padahal tidak bisa dimakan mikroba sehingga menumpuk jadi limbah. Sedangkan bioplastik berbahan singkong ini diambil dari patinya karena memiliki kemiripan struktur polymer pada bahan plastik biasa, sehingga permasalahan lingkungan bisa teratasi," ujar Hanif.

Sejauh ini penggunaan plastik paling banyak untuk kemasan makanan, yaitu sekitar 60 persen. Plastik sendiri tersusun dari polimer-polimer yang memiliki berat lebih ringan daripada air sehingga benda tersebut sangat mudah mengambang di air.

Adapun bahaya lain yang ditimbulkan dari sampah plastik adalah ketika terpecah menjadi butiran-butiran kecil. Pecahan plastik ini tidak dapat secara langsung terurai oleh bakteri. Sedangkan plastik membutuhkan membutuhkan waktu di atas 3000 tahun untuk terurai.

Oleh karena itu saat plastik terpecah menjadi butiran kecil yang tetap memiliki sifat dasar dengan plastik berukuran itu biasanya dikira sebagai makanan oleh para plankton yang ada di laut. Kemudian plankton akan dimakan ikan dan ikan tersebut akhirnya dimakan oleh manusia atau ikan besar lainnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Proses Pembuatan Plastik Singkong

Penelitian bioplastik yang dikerjakan oleh tim dari LIPI ini telah dirintis dari tahun 2016. Pengembangan ini menghasilkan biji plastik yang didapat dari pati singkong.

"Pengembangan plastik berbahan singkong di Indonesia sendiri baru di bawah 1 persen, memang butuh waktu yang lama," kata Hanif.

Ia menjelaskan, nabati memiliki kandungan yang dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan biji plastik. Mereka mengawali pemrosesan singkong menjadi tepung singkong dan dicampurkan dengan gliserol sehingga akan menghasilkan komponen plastik yang kuat.

Kemudian dilakukan proses ekstrusi menggunakan ekstruder pada suhu 100-160°C. Lalu, hasil ekstruksi biji plastik tersebut menghasilkan pellet. Pellet inilah yang akan menjadi bahan baku pembuatan plastik.

Selanjutnya, pellet ini akan dimasukkan ke dalam suatu mesin yang bernama mesin pelletizing. Mesin ini terdiri dari feeder untuk menampung pellet yang akan diproses yang akan dibuat menjadi kantong nabati. Kemudian melalui proses pemanasan dan proses tiup yang akhirnya menjadi lembaran-lembaran plastik.

Terakhir ialah proses molding atau cetakan. Di mana proses ini akan menghasilkan plastik sesuai dengan kebutuhan.

3 dari 3 halaman

Serupa Plastik Biasa

Bioplastik dari singkong ini sudah menyerupai plastik biasa. Namun masih terdapat tantangan di mana rentan terhadap air.

"Harganya juga masih mahal, empat kali lipat dari plastik biasa," ujar Hanif.

Meski demikian, ia mengatakan yakin jika permintaan bioplastik singkong ini akan meningkat saat harga ubi kayu melonjak lagi, dan permintaan plastik semakin tinggi, sehingga produksi akan meningkat dan harga menjadi semakin murah.

Dengan melakukan efisiensi dalam proses pembuatan dan membuatnya skala besar, menurut dia, akan membuat harga bioplastik singkong akan menjadi murah.

"Negara kita adalah pengekspor singkong tiga terbesar setelah Thailand dan Nigeria, jumlahnya 26 juta ton per tahun. Lampung dan Pati adalah lumbung singkong kita," kata Hanif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.