Sukses

Jaga Stok Lobster, Tim Gabungan Kejar Speedboat Tanpa Nama di Perairan Toga

BL sebanyak 304.354 ekor berhasil diselamatkan dalam operasi pengejaran, penangkapan, dan penyelidikan (Jarkaplid) terhadap satu speed boat (SB) tanpa nama.

Liputan6.com, Batam - Pemerintah melalui Tim Fleet One Quick Response (F1QR) Satuan Tugas Gabungan Komando Armada I (Koarmada I) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih lobster (BL) ilegal di perairan Pasir Toga (Selat Sulit antara Pulau Combol dan Pulau Sugi), Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (20/3).

BL sebanyak 304.354 ekor berhasil diselamatkan dalam operasi pengejaran, penangkapan, dan penyelidikan (Jarkaplid) terhadap satu speed boat (SB) tanpa nama.

Tim F1QR Satgas Gabungan Koarmada I ini terdiri dari tim F1QR Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam; tim F1QR Detasemen Intel Koarmada I; tim F1QR Gugus Keamanan Laut (Guskamla) Koarmada I; dan tim F1QR Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) IV, Kal Mapor Lantamal IV serta Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Batam.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangannya menyebutkan, penggagalan penyelundupan benih Lobster bermula dari informasi pada Rabu (20/3) pukul 07.30 WIB yang menyebutkan ada sebuah SB mesin 4 x 200 pk melintas masuk dari wilayah Batam menuju Singapura dengan kecepatan tinggi.

Setelah memperoleh informasi tersebut, Tim segera melaksanakan persiapan dan melakukan pengejaran di perairan Pulau Sugi.

Pada saat pengejaran, Tim memberikan tembakan peringatan. Kalah cepat dan merasa terkepung, SB tanpa nama tersebut menabrakkan diri ke area bakau hingga kandas.

Akhirnya SB tanpa nama tersebut beserta barang bukti berupa 36 box styrofoam berisi 304.354 ekor benih lobster berhasil diamankan.

Dari hasil pemeriksaan, BL dimasukkan ke dalam 36 box Styrofoam dan dikemas dalam 1.483 kantong plastik. Pada 33 box styrofoam berisi 295.236 ekor BL jenis pasir, sementara 3 box lainnya berisi 9.118 ekor BL jenis mutiara. Total nilai BL yang berhasil diselamatkan setara dengan Rp46.109.000.000.

Menteri Susi menyampaikan apresiasi atas sinergitas dan kerja sama yang baik petugas di lapangan yang untuk kesekian kalinya berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih lobster. Keberhasilan ini telah menyelamatkan potensi kerugian Negara yang besar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menjaga Stok di Alam

Menurut Menteri Susi, sesuai aturan untuk menjaga stok di alam, BL tersebut selanjutnya dilepasliarkan ke habitatnya. Pelepasliaran dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) di perairan Kepulauan Riau.

Menteri Susi menjelaskan, pelepasliaran BL dilakukan di dua lokasi yaitu perairan Pulau Senua, Desa Sepempang, Ranai, Kabupaten Natuna dan perairan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam.

“Semua hasil penyelamatan kita lepasliarkan di dua lokasi. Sebanyak 31 box berisi 222.064 ekor BL kita lepasliarkan di Pulau Senua, dan 5 box lainnya yang berisi 82.290 ekor di Pulau Abang. Harapannya benih lobster ini bisa tumbuh menjadi lobster-lobster besar yang bernilai ekonomi tinggi, sekaligus menjadi indukan dan beranak-pinak. Dengan demikian, manfaat ekonomi yang bisa didapat nelayan dan masyarakat kita akan jauh lebih tinggi dan lobster di alam terus lestari,” ujar Menteri Susi.

Sejak Januari 2019 sampai 20 Maret 2019, BL yang berhasil diselamatkan sebanyak 768.038 ekor, dengan nilai SDI yang berhasil diselamatkan sebesar Rp115.842.550.000 (Seratus lima belas miliar delapan ratus empat puluh dua juta lima ratus lima puluh ribu rupiah).

Sementara, BL yang berhasil diselamatkan dari tahun 2015 sampai dengan tanggal 20 Maret 2019 sebanyak 7.429.721 ekor dengan nilai SDI yang berhasil diselamatkan sebesar Rp1.014.614.590.000 (Satu triliun empat belas miliar enam ratus empat belas juta lima ratus sembilan puluh ribu rupiah)

Ancaman Hukuman Pidana

Penyelundupan BL ini melanggar Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 88 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pelaku dapat dikenai ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.