Sukses

Polemik Kasus Pemalsuan Surat yang Libatkan Juragan Emas di Makassar

Penghentian penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat yang diduga melibatkan juragan emas di Makassar menuai polemik.

Liputan6.com, Makassar - Setelah setahun dikabarkan mandek, penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat autentik atau memberikan keterangan palsu di atas surat autentik yang melibatkan pemilik toko emas di Makassar dihentikan oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel.

Penyidik berdalih, penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat autentik yang dilaporkan warga Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar, Irawati Lauw sejak awal Februari 2018 itu dihentikan karena tidak ditemukannya unsur pidana.

Alasan hukum penghentian penyelidikan kasus tersebut juga telah dijelaskan oleh penyidik melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) bernomor B/109 A2/III/RES.1.9/2019/Ditreskrimum tertanggal 8 Maret 2019 dan telah disampaikan kepada korban sekaligus pelapor, Irawati Lauw pada tanggal 15 Maret 2019.

Sebelumnya, tepatnya Selasa 12 Februari 2019, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel, Kombes Pol Indra Jaya berkata sebaliknya. Ia mengatakan kasus dugaan pemalsuan surat yang dimaksud telah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan berkasnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) untuk diperiksa.

"Sudah sidik itu. Berkas sudah tahap satu ke Kejaksaan," singkat Indra via pesan singkat.

Mengenai kejelasan penghentian penyelidikan kasus tersebut, Liputan6.com mencoba mengonfirmasi Indra beberapa kali via pesan singkat Minggu (17/3/2019). Namun, yang bersangkutan hanya tampak membaca pesan konfirmasi tanpa memberikan tanggapan klarifikasi.

Terpisah, korban sekaligus pelapor kasus dugaan pemalsuan surat autentik, Irawati Lauw melalui penasihat hukumnya, Jermias Rarsina membenarkan jika penyelidikan kasus dugaan pidana yang dilaporkan kliennya itu telah dihentikan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel.

"Iya betul. Penyelidikannya dihentikan dan alasan hukumnya itu juga dijelaskan penyidik di dalam SP2HP yang diberikan ke kami tanggal 15 Maret 2019," kata Jermias saat ditemui di sebuah kafe di Makassar, sambil memperlihatkan bukti surat penghentian penyelidikan kasus tersebut, Minggu (17/3/2019).

Menurutnya, penghentian penyelidikan kasus tersebut sangat keliru. Di mana kata Jermias, jika melihat alasan hukum atau pertimbangan hukum yang dijadikan dasar penyidik sehingga berinisiatif menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat autentik yang dilaporkan oleh kliennya selaku korban.

Alasan hukumnya, karena juru ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Makassar, Muh Darwin Thamrin hanya mengaku lupa mengganti kalimat redaksi penutup dalam surat autentik dalam hal ini surat berita acara laporan hasil pengukuran batas tanah/ penetapan batas tanah yang diterbitkannya pada tanggal 29 Juni 2016 sebagai tindak lanjut dari permohonan pengukuran batas tanah yang diajukan oleh pemilik toko emas Bogor di Jalan Buru, Makassar sekaligus sebagai terlapor, Soewandi Kontaria dan anaknya, Jemis Kontaria.

Muh Darwin Thamrin menerbitkan surat berita acara pengukuran batas tanah/ penetapan batas tanah resmi berlogo BPN kota Makassar. Dimana pada kalimat redaksi penutup surat berita acara pengukuran batas tanah/ penetapan batas tanah yang dimaksud bertuliskan 'demikian berita acara pengukuran batas/ penetapan batas tanah ini dibuat untuk kepentingan penyelidikan'.

Sementara pemohon pengukuran batas tanah sekaligus terlapor dalam kasus ini, Soewandi Kontaria mengajukan permohonan pengukuran batas tanah yang dimaksud hanya untuk kepentingan pribadi bukan penyelidikan.

"Kata penyidik, Darwin mengaku hanya lupa mengganti kalimat penutup tersebut. Seharusnya kalimatnya berbunyi 'demikian berita acara pengukuran batas/ penetapan batas tanah ini dibuat untuk diketahui'," ucap Jermias membeberkan alasan penyidik menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat seperti yang tertuang dalam SP2HP yang diberikan penyidik kepada kliennya.

Menurut penyidik, kata Jermias, Muh Darwin Thamrin melakukan copy paste file yang ada di komputernya. Dimana file tersebut sebelumnya merupakan file untuk permohonan Kepolisian.

Sehingga, pengakuan lupa yang diakui oleh Muh Darwin Thamrin itu, dinilai penyidik bukan sebagai peristiwa pidana dan memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat autentik yang dilaporkan oleh Irawati Lauw.

"Jadi sesuai isi SP2HP, penyidik beralasan unsur kelalaian yang dilakukan Darwin Thamrin itu tidak dapat dipidana. Penyidik saya kira perlu belajar banyak lagi tentang hukum pidana," ujar Jermias.

Dalam hukum pidana, terang Jermias, dinyatakan seorang pelaku dapat dipidana berdasarkan pada dua hal, yakni perbuatan yang bersifat kesalahan karena ada kesengajaan (Dolus) dan lalai atau kealpaan (Culpa lata).

"Kejahatan itu bisa terjadi penyebabnya adalah karena perbuatan kesalahan dan/atau kelalaian," terang Jermias.

Sehingga alasan hukum penghentian penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat yang dipaparkan penyidik melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang berkode A2 yang diberikan kepada kliennya selaku pelapor.

Maka, perkara dugaan pemalsuan surat otentik dalam hal ini yang dimaksud pemalsuan dokumen berita acara pengukuran pengembalian batas/penetapan batas tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Makassar, maka semakin jelas kedudukan hukum pertanggungjawaban pidananya kepada juru ukur BPN kota Makassar, Muh Darwin Thamrin.

Hal itu, kata Jermias, disebabkan karena Muh Darwin Thamrin telah membuat perubahan atas produk BPN kota Makassar berupa merubah isi surat bersifat copy paste dari file yang ada di komputer, merupakan bagian dari perbuatan pidana dalam kategori kelalaian atau kealpaan.

Dengan demikian, lanjut Jermias, sejak awal kasus dugaan pemalsuan surat autentik yang dilaporkan kliennya itu, sekiranya penyidik mau serius dalam penanganan perkaranya, maka ia seharusnya melibatkan peran juru ukur BPN kota Makassar, Muh Darwin Thamrin itu.

Penyelidikan perkara pemalsuan, kata Jermias, harus tetap berjalan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan yang sudah tentunya peran penyidik untuk melengkapi berbagai alat buktinya yang bertujuan untuk membuat terang antara pembuat dan pelaku yang menggunakan surat palsu tersebut sebagai salah satu bukti dalam berperkara di Pengadilan Negeri Makassar.

Perbuatan kelalaian yang dilakukan oleh juru ukur BPN kota Makassar, Muh Darwin Thamrin tersebut, ucap Jermias, telah berakibat (menimbulkan akibat) hukum kerugian, dan dalam kasus dugaan pemalsuan surat otentik yang dilaporkan kliennya sangat jelas terdapat unsur dapat menimbulkan kerugian.

Sehingga, lanjut Jermias, penyidik harus punya kewenangan untuk membuat terang unsur yang dimaksud dalam kasus pemalsuan surat autentik tersebut. Apalagi, unsur dapat menimbulkan kerugian dalam tindak pidana umum adalah delik formil yang tidak perlu melihat pada akibat rugi yang nyata, tetapi cukup dipandang terjadi karena bersifat potensi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kronologi Kasus

Diketahui, kasus dugaan pemalsuan surat autentik yang dilaporkan Irawati Lauw tersebut berawal saat terlapor, pemilik toko emas Bogor Makassar, Soewandi Kontaria meminta pengukuran batas tanah miliknya yang terletak di Jalan Buru, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Kota Makassar ke BPN kota Makassar. Tanah yang dimaksud tepat berbatasan dengan rumah Irawati Lauw.

Dari permohonan pengukuran batas tanah yang diajukan oleh Soewandi Kontaria itu, Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Makassar lalu menugaskan juru ukurnya, Muh. Darwin Thamrin.

Dengan bekal surat tugas tertanggal 25 Mei 2016, Darwin kemudian mengukur batas tanah yang dimohonkan oleh Soewandi Kontaria sekaligus bertindak sebagai penunjuk batas tanah yang ia mohonkan untuk diukur.

Saat proses pengukuran batas tanah, Darwin tak pernah melibatkan Irawati Lauw sebagai pihak pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan tanah yang akan diukur tersebut.

Tepat sebulan, Darwin pun mengeluarkan surat berita acara hasil pengukuran batas tanah/ penetapan batas tanah yang telah diukur tersebut. Namun surat berita acara yang dimaksud perihalnya untuk kepentingan penyelidikan, padahal surat permohonan pengukuran batas tanah tersebut sama sekali tidak pernah dimohonkan oleh Polisi. Malah sebaliknya surat tersebut dilaporkan secara pribadi oleh Soewandi Kontaria guna kepentingan pribadi.

Dengan adanya fakta tersebut, Irawati Lauw lalu melaporkan dugaan pemalsuan surat autentik atau memberikan keterangan palsu di atas surat autentik yang dimaksud. Surat autentik yang dinilai tidak benar itu juga telah digunakan oleh Soewandi Kontaria beserta anaknya Jemis Kontaria sebagai alat bukti dalam berperkara di PN Makassar melawan dirinya.

Tak hanya itu, surat autentik yang diduga palsu tersebut, juga telah digunakan oleh anak Soewandi Kontaria, Jemis Kontaria sebagai alat bukti dalam gugatan praperadilan saat rekannya, Edy Wardus dan para buruh yang mengerjakan pembangunan rumahnya menjadi tersangka dalam kasus dugaan pidana pengrusakan rumah milik Irawati Lauw secara bersama-sama.

"Kasus ini kami laporkan karena unsur perbuatan pidananya sudah jelas. Dimana penggunaan surat otentik yang diduga palsu tersebut sudah beredar," terang Jermias Rarsina, penasihat hukum Irawati Lauw.

Dalam hukum pidana, kata Jermias, surat palsu tersebut terhitung delik sejak surat itu dipergunakan. Artinya, kalau surat itu sudah dipergunakan dapat menimbulkan akibat yaitu kerugian.

Meski dalam delik, surat itu disebut dengan delik formil atau tidak menimbulkan akibat tapi ia berpotensi atau kemungkinan menimbulkan dampak kerugian bagi orang lain.

Maka dengan surat tersebut, kata Jermias, yang harus diminta pertanggungjawaban yakni Soewandy Kontaria selaku orang yang bermohon mengeluarkan surat penetapan batas tanah dan Kantor Pertanahan Nasional (BPN) kota Makassar yang menerbitkan surat berita acara pengukuran batas tanah tersebut.

Tak hanya itu, orang yang menggunakan surat autentik yang diduga palsu tersebut antara lain Jemis Kontaria dan Edy Wardus juga patut dimintai pertanggungjawaban.

"Namun kami sesalkan penyidik malah menghentikan penyelidikan kasus ini dengan alasan yang tidak rasional," Jermias menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.