Sukses

Rumitnya Meloloskan Mattari, TKI Sampang yang Dihukum Mati

Mattari dituduh membunuh warga Bangladesh karena masalah asmara. Sidangnya juga berjalan sangat alot.

Liputan6.com, Sampang Banyak persamaan antara Aisyah dan Mattari. Aisyah asal Banyumas dan Mattari asal Kabupaten Sampang, sama-sama merantau jadi TKI di Malaysia. Aisyah jadi pembantu, Mattari buruh bangunan di Kuala Langkat, Selangor. Tapi nasib mereka sama-sama jadi tersangka kasus pembunuhan. Sama-sama ditahan dan terancam hukuman mati.

Melalui sidang yang alot, mereka sama-sama bebas dari ancaman hukuman mati. Bedanya, setelah bebas Aisyah diterima Presiden Joko Widodo di Istana menjelang pemilu dan dikawal Polisi pulang sampai ke rumahnya. Sedangkan kepulangan Mattari ke Sampang tanpa penyambutan kecuali mungkin oleh keluarganya.

Ini barangkali karena korban pembunuhannya berbeda kelasnya. Aisyah dituduh terlibat pembunuhan Kim Jong Nam, ia tokoh di Korea Utara juga saudara tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Sedangkan, Mattari, dituduh membunuh warga Bangladesh karena masalah asmara.

Mattari ditangkap ditangkap pada 14 Desember 2016 atas tuduhan membunuh rekan kerjanya asal Bangladesh. Polisi menduga pembunuhan dilatar belakangi kecemburuan Mattari kepada istrinya lalu membunuh warga Bangladesh itu. Ia dijerat dengan Seksyen 302 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman gantung hingga mati. Setelah persidangan panjang selama dua tahun, Pengadilan Tinggi Shah Alam memonisnya bebas.

Kepala Seksi Koperasi, Usaha Mikro dan Tenaga Kerja, Kabupaten Sampang, Bisrul Hafi, meminta masyarakat bisa belajar dari kasus Mattari agar jadi TKI Legal. "Mattari itu TKI ilegal, dengan status tidak resmi ini persidangannya alot," kata Bisrul, Selasa, 11 November tahun lalu.

Sidang alot, kata Bisrul, salah satunya disebabkan pemerintah kesulitan mencari data Mattari karena tidak terdata di Diskumnaker. Beruntung, kerja keras KBRI Kuala Lumpur bisa menyelamatkan Mattari dari hukuman mati.

Terinspirasi bebasnya Mattari, Bisrul berencana mendata semua TKI Sampang yang kini sedang bermasalah hukum. Bagi dia tak ada kata terlambat untuk melindungi para TKI.

"Kita akui terlambat, tapi setidaknya ada upaya untuk melindungi mereka," katanya. 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.