Sukses

Mengenal Ternchem, Band Rock Generasi Pertama Indonesia

Semua aksi panggung mulai dari gitar yang mengeluarkan kembang api, hingga membawa peti jenasah dan ular cobra ke atas panggung, sudah dirintis oleh Ternchem jauh sebelum menjadi tren dunia.

Liputan6.com, Solo - Menyambut Hari Musik Nasional 2019, Liputan6.com menurunkan beberapa laporan yang berhubungan dengan perkembangan dunia musik tanah air. Berikut rangkaiannya.

Performancenya dahsyat, musikalitasnya hebat, soliditas personil, kebaruan ide dan aksi panggung yang mencengangkan. Itu gambaran kaum sepuh yang mengalami masa kejayaan Ternchem saat berkomentar tentang grup rock asal Solo ini.

Ternchem eksis di era 1960-an dan 70-an. Saat itu banyak kelompok musik yang namanya melambung. Ada Miki (Malang), The Rollies, Giant Step, Rhapsodia (Bandung), AKA (Surabaya) dan yang pasti Ternchem (Solo).

Ternchem ngetop dengan lagu berjudul Jaman Edan. Dengan lagu itu, Ternchem sukses tur ke seluruh Indonesia. Bahkan juga di Serawak, Singapura, dan Brunai Darussalam.

Inilah kelompok musik rock pertama di Indonesia yang dibentuk tahun 1959. Diawaki oleh Bambang Espe Manahan (drummer), Bernard S. Parnadi (vokal) nama ini akhirnya sempat menuntaskan karir sebagai Pembantu Rektor UNS 1995 - 1999. Ada juga Bambang DÅ‘rn Dar (lead gitar), Bagong Indriyanto (gitar), Bambang Oen Damoera (Bass) dan Oni Picauri (keyboard.

Ketika memulai, penjelajahan musikal hanya melalui perangkat telinga belaka. Kuping mereka biasa mendengarkan kelompok legendaris dunia semacam Gues Who, The Who, Led Zeppelin, Jimmy Hendrik, Deep Purple, Arthur Brown, Kansas, Nazareth, Lees Cooper, Rolling Stone, Black Sabbath, James Brown And More dan sederet nama lain.

"Modal kami hanya mendengar dan imajinasi saja," kata Bambang DÅ‘rn Dar salah satu personil Ternchem.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aksi Panggung Kelas Dunia

Ternchem berawal dari band keluarga Poerwo Soetirto (ayahnya anak-anak Trenchem) Bambang Oen Damoera, Bambang Espe Manahan, Bambang DÅ‘rn Dar. Awal terbentuk mereka baru lulus SMP.

"Awal Desember 1959 dengan formasi yang masih gonta ganti," kata Bambang Espe.

Pasca 1967 formasi lebih mapan. Konser pertama atas permintaan salah satu pemimpin pabrik gula SOEDONO. Saat itu Tuan Vermir yang berkebangsaan Belanda ingin ada yang memainkan musik di kota Solo. Oni Picauri adalah salah satu pekerja di perusahaan itu.

"Oni Picauri pernah main di Band Gavillas (bandnya Emillia Contessa, ibu Denada) yang berasal dari Banyuwangi Jawa Timur," kata Bambang Espe.

Ternchem makin ngetop. Setiawan Djody tertarik dan ikut tour mereka. Hanya saja pada tahun 1970, saat Ternchem hendak rekaman, Djodi malah ke Amerika.

Ternchem memiliki ciri aksi panggung yang atraktif. Saat itu sebelum Jonathan Davis (Korn) memakai celana khas Skotland, Bambang DÅ‘rn Dar (Lead Gitar) sudah mendahului. Membawa ular diatas panggung jauh sebelum Alice Cooper ataupun Trio Ular (dangdut) membawanya diatas panggung.

"Sekarang pakai ular pithyon dulu kita pakai Cobra. Lebih bahaya," kata Bambang Espe.

Jauh sebelum Piyu (Padi) lahir dan memunculkan kembang api dari gitarnya, Ternchem sudah menyajikan. Bahkan membawa peti mati ke atas panggung, memakai baju bersayap sehingga saat tangan diangkat keliatan sayapnya.

"Ada juga sulap dari vokalis kami Bernard S. Parnadi. Mulai mengeluarkan tali panjang dari mulutnya, jingkrak sambil mainin bass atau gitar sampai nglesot, tiduran, itu biasa ditampilkan," kata Bambang.

Simak video pilihan berikut :

 

3 dari 3 halaman

Menua, Mati dan Tak Mau Mati

Saking atraktifnya, Ternchem pernah terkena cekal tak boleh main di beberapa tempat. Penyebabnya, mereka larut dalam histeria dengan penonton hingga mereka melepas pakaian dan telanjang bulat. Spontanitas inilah yang kemudian menjadi bumerang.

Ternchem mengeluarkan tiga album. Album pertama tahun 1970 berjudul DEREMACO dengan hits Jaman Edan. Saat itu studio rekamannya milik Eugene Timothy. Album kedua berjudul DEMITHA dengan hits Aku Mencari dan Sekuntum Bunga. Album ini dikerjakan di studio Om Yos (kakek Indra Lesmana). Sedangkan album ketiganya berjudul YUKAWI dengan hitsnya: Pak Demang Klambi Ireng dan Ngiring Nganten. Album ketiga kebanyakan berbahasa Jawa dan dikerjakan di studio milik Nomo Koeswoyo (Koes Plus).

Masa jayanya, personil Ternchem selalu dikejar-kejar para gadis. Tawaran pentas mencapai minimal 8 kali sebulan dengan honor sekitar Rp 1 juta / konser. Sponsor besar semacam Pertamina, Noyorono, perusahaan kretek, dan lainnya berebut mendapatkan tanda tangan kontrak.

Waktu berjalan. awak Ternchem menua. Bahkan ada juga punggawa Ternchem yang sudah menghadap Tuhan. Namun semangat dan harapan akan dunia musik Indonesia terus membuncah.

Waktu berputar. Personil Ternchem Bambang Suwarno sang drummer sudah dipanggil Tuhan. Cerita selengkapnya bisa dibaca disini. Namun seperi semboyan dunia, bahwa Rock Never Die. Semangat para personil Ternchem juga tak pernah mati.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.