Sukses

Drama Penyanderaan Nelayan Wakatobi Diduga oleh Pasukan Abu Sayyaf

Sejak diduga disandera pada 6 Desember 2018, kelompok diduga pasukan Abu Sayyaf itu sudah dua kali menelepon keluarga dan meminta uang sebesar Rp 10 miliar.

Liputan6.com, Wakatobi - Kelompok bersenjata Abu Sayyaf asal Filipina, kembali membuat heboh dengan menyandera dua orang nelayan asal Indonesia. Keduanya yakni, Herdiansyah (31) dan Hariadin (45), nelayan asal Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi.

Kedua nelayan ini, disandera pekan lalu, saat mencari ikan di perairan Sabah, yang berdekatan dengan Filipina. Dugaan sementara, keduanya diadang kapal patroli kelompok bersenjata yang juga menjadi buruan Tentara Nasional Filipina itu.

Di dalam video yang beredar, Hariadin dan Herdiansyah diikat kedua tangannya oleh kelompok pemberontak. Mata mereka ditutup dengan ikatan kain hitam.

Tidak hanya itu, mereka disuruh berlutut dalam keadan terikat, sementara tentara Abu Sayyaf menodongkan parang dan badik yang terhunus ke leher para sandera. Kelompok yang menutupi wajahnya itu, juga memaksa kedua sandera berbicara.

"Kami warga negara Indonesia, kerja saya nelayan di Sabah, saya kena tangkap Abu Sayyaf Filipina, kami meminta perhatian pemerintah teghrutama presiden," ujar seorang sandera yang diketahui bernama Hariadin.

Sambil berbicara, sandera ditodong pisau dan senjata lima orang bersenjata api. Video yang diambil di dalam hutan Filipina itu, disebarkan pertama kali oleh warganet dengan nama akun Rhafel Araruna.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Keluarga Diminta Uang Rp 10 Miliar

Nurhaida (44), istri salah seorang sandera bernama Hariadi yang berada di Malaysia, berhasil dihubungi Liputan6.com membenarkan sudah dua bulan lebih suaminya tidak pulang ke rumah. Dihubungi via telepon seluler pada Kamis, 21 Februari 2019, Nurhaida bercerita banyak soal suaminya.

Sejak diduga disandera pada 6 Desember 2018, para kelompok penyandera sudah dua kali menelepon. Nurhaida mengatakan, para penyandera meminta uang tebusan Rp 10 miliar agar suaminya bisa bebas.

"Saya mau ambil uang di mana, kasihan saya ini. Datang di Malaysia saja saya susah payah cari kerja," ujar ibu dengan tiga anak ini.

Kata Nurhaida, uang hasil menangkap ikan sehari-hari suaminya hanya cukup dipakai buat makan dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Hampir tidak ada simpanan setiap bulan yang bisa disisihkan keluarga nelayan ini.

Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhardt membenarkan soal penyanderaan ini. Harry mengatakan, pihaknya sudah berusaha berkoordinasi dengan Mabes Polri soal penyanderaan kedua nelayan.

"Dia disandera di perairan Sandakan, Malaysia. Kami duga mereka dicegat lalu dibawa ke markas persembunyian kelompok Abu Sayyaf," ujar Kabid Humas, Kamis (21/2/2019).

Kabid Humas melanjutkan, penyanderaan ini sudah dilaporkan kepada pihak Maritim Malaysia. Namun, hingga saat ini belum ada perkembangan berarti.

"Pihak Maritim Malaysia hanya menemukan sebuah kapal tanpa awak, terapung di sekitar perairan Sandakan," ujar Kabid Humas.

 

3 dari 3 halaman

Sejak 5 Tahun di Malaysia

Keluarga Hariadi dan Herdiansyah ternyata sudah berdomisili selama lima tahun atau sejak 2013 menetap di Malaysia. Kedatangan mereka di Malaysia diduga tidak melalui jalur resmi, sehingga baik pemerintah Indonesia dan Malaysia sulit mengidentifikasi data keduanya.

"Suami sudah sejak 2013. Saya datang ke Malaysia sejak Juni 2018," ujar Nurhaida.

Nurhaida menambahkan, dia datang hanya menemani suami, tidak dalam posisi sebagai TKW. Salah seorang putranya, ikut serta di Malaysia. Sedangkan dua lainnya, tinggal di Wakatobi.

Sejak suaminya disandera, belum ada pihak kepolisian atau pemerintah Indonesia yang menelepon atau mengonfirmasi langsung keadaan keluarganya. Dia hanya mendapat telepon dari keluarga di Wakatobi.

"Tidak ada, tidak pernah terima telepon. Saya tidak tau mau minta bantu sama siapa," dia memungkasi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.