Sukses

Senyum Lebar Warga Bandung Terima E-KTP Pertama dengan Kolom Kepercayaan

Pria yang menjabat sebagai Ketua Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Bandung ini merupakan orang pertama yang mengajukan kepercayaan di kolom agama pada e-KTP di Bandung.

Liputan6.com, Bandung - Bonie Nugraha Permana tersenyum lebar saat menunjukkan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP barunya. Hal itu lantaran sudah ada kolom keterangan kepercayaan dalam identitas kependudukan penghayat kepercayaan ini.

Pria berusia 46 tahun itu adalah warga Kota Bandung pertama yang memiliki e-KTP dengan kolom penghayat kepercayaan. Sebab, pria yang menjabat sebagai Ketua Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Bandung ini merupakan orang pertama yang mengajukan kepercayaan di kolom agama pada e-KTP di Bandung.

Bonie sendiri mengajukan perubahan kolom agama di e-KTP ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) pada Agustus 2018 lalu. Penghayat kepercayaan Akur Cigugur ini mendaftarkan diri bersama istri dan anaknya.

Sempat mengalami kendala teknis, e-KTP baru miliknya akhirnya tercetak pada Februari 2019 ini. Selain e-KTP, Bonie juga menerima Kartu Keluarga (KK) dengan kolom kepercayaan.

"Baru Februari ini lah pertama kalinya Disdukcapil Kota Bandung menerbitkan e-KTP saya dengan kolom keperacayaan," kata Bonie ditemui di Los Cihapit, Kota Bandung, Rabu, 20 Februari 2019.

Awalnya, Bonie mengaku dihubungi oleh petugas Dukcapil Kota Bandung pada Rabu pagi. Ia diberitahu bahwa e-KTP barunya sudah bisa diambil.

"Saya langsung dikabari oleh orang Disdukcapil bahwa e-KTP dan KK saya, istri dan anak saya sudah jadi. Sebelum ke kantor saya mendatangi Disdukcapil. Tadi penyerahannya langsung diberikan dari kepala seksi identitas penduduk," katanya.

Warga penghayat lainnya yang mendapatkan e-KTP berisi kolom kepercayaan didapatkan Nanang, warga Kecamatan Mandalajati. Bonie menerangkan, Nanang bersama istri dan anaknya juga sudah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah atas keyakinannya sebagai warga negara.

"Yang sudah diterbitkan sampai hari ini jumlahnya enam orang," ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu.

Di Bandung Raya, kata Bonie, jumlah pengikut penghayat secara de facto mencapai 150 ribu jiwa. Mulai dari orang tua hingga anak-anak. "Kalau di Jabar mencapai 500-600 ribu," ucapnya.

Bonie berharap langkah yang ia lakukan dapat diikuti para penghayat kepercayaan yang lain.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jalan Panjang yang Harus Diperjuangkan

Pencantuman kepercayaan dalam e-KTP Bonie tidak lepas setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 silam. MK mengabulkan gugatan penghayat kepercayaan di Indonesia, terkait Undang-Undang Administrasi Kependudukan.

Upaya Bonie bersama warga penghayat lainnya berhasil, dan MK mengabulkan seluruh tuntutan komunitas penghayat kepercayaan dari seluruh Indonesia.

Salah satu tindak lanjutnya diumumkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sudah bisa menerima KTP elektronik yang mencantumkan kolom kepercayaan.

Sebelum uji materi itu dikabulkan, kolom agama di kartu identitas para penghayat aliran kepercayaan dikosongkan atau diberi tanda strip (-). Bahkan, Bonie terpaksa mendompleng agama lain karena khawatir kesulitan memperoleh pendidikan atau pekerjaan.

"Kalau selama ini saya seolah-olah dapat perlakuan diskriminasi atau penekanan dari negara bahwa jika ingin mengikuti aturan negara, harus mengikuti aturan yang sementara aturan itu hanya memfasilitasi hanya agama besar," kata Bonie.

Menurut Bonie, perubahan status keyakinan dalam e-KTP dalam dirinya punya makna yang mendalam.

"Kalau sekarang sudah tidak lagi khawatir. Saat ini, saya bersama warga penghayat lain tidak perlu lagi ngumpet-ngumpet, tidak lagi perlu pinjam agama lain. Seratus persen eksistensi saya sebagai warga negara Indonesia dengan keyakinan yang saya percaya," ujarnya.

Untuk diketahui, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Tradisi yang selama ini menjadi induk warga penghayat, berkoordinasi dengan Dirjen Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Hasilnya, terbuatlah sistem aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) versi 7 yang sudah bisa dioperasikan operator kecamatan di seluruh Indonesia untuk pengisian kepercayaan di kolom agama dalam KTP.

Tak hanya itu, Kemendikbud telah menerbitkan panduan kurikulum dan buku pegangan bagi guru pelajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pemerintah juga menjamin hak-hak siswa penghayat kepercayaan untuk memperoleh pelajaran sesuai aliran yang diyakininya. Pemerintah juga akan menyetarakan hak penghayat dalam mengakses pekerjaan sebagai PNS maupun anggota TNI/Polri.

Sementara itu, Kepala Departemen Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Harold Aron mengapresiasi pemerintah dalam menjalankan putusan MK terkait pencantuman kolom penghayat kepercayaan dalam kolom e-KTP.

"Ini perlu diapreasiasi dalam mendorong layanan publik yang tidak diskriminatif terhadap warga minoritas. Dan perlu ditiru oleh pemerintahan lainnya di daerah lain," ujar Harold saat dihubungi.

Namun, ia berharap pengakuan terhadap penghayat kepercayaan tidak semata berhenti dengan adanya kartu identitas. Institusi atau lembaga lain, kata dia, harus memiliki pandangan yang luas agar hak-hak warga penghayat juga diakui.

"Poin pentingnya adalah bagaiamana pengakuan terhadap hak-hak mereka juga. Harus dilakukan di semua bidang layanan seperti pendidikan dan kesehatan," tegasnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.