Sukses

Leptospirosis Hantui Banyumas di Musim Penghujan

Leptospirosis bisa memengaruhi fungsi organ vital, misalnya fungsi ginjal. Jika tak ditangani dengan tepat, Leptospirosis bisa menyebabkan kematian.

Liputan6.com, Banyumas - Musim hujan di Banyumas ditandai dengan berbagai bencana alam dan munculnya berbagai penyakit. Selain Demam Berdarah Dengue (DBD) yang lebih populer, ada satu lagi penyakit yang tak kalah berbahaya, Leptospirosis.

Tanda dan gejala Leptospirosis sering tidak spesifik, sehingga diagnosis hanya didasari temuan klinis. Gejala yang nampak berupa demam mendadak kurang lebih 38,5 derajat Celsius, badan lemah, sakit kepala, dan mata merah. Perlu pemeriksaan laboratorium untuk membantu penegakkan diagnosis.

Lantaran tak terlihat gejala klinis yang spesifik, Leptospirosis bisa jadi dianggap angin lalu. Berbahayanya, bakteri Leptospirosis bisa memengaruhi fungsi organ vital, misalnya fungsi ginjal. Jika tak ditangani dengan tepat, Leptospirosis bisa menyebabkan kematian.

Karenanya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah mengimbau masyarakat mewaspadai menjangkitnya Leptospirosis pada musim penghujan kali ini.

Kepala Dinas Kesehatan Banyumas, Sadiyanto mengatakan Leptospirosis adalah infeksi yang disebabkan bakteri leptospirosis, ditularkan oleh mamalia terutama tikus. Beberapa faktor yang memicu Leptospirosis di antaranya, risiko transmisi, banjir, tinggal di daerah rawan banjir, hygiene dan sanitasi kurang baik.

"Kemudian, luka atau kulit pecah-pecah, populasi tikus yang tinggi, rekreasi air, dan faktor risiko berkaitan dengan pekerjaan," dia menjelaskan, Jumat, 15 Februari 2019.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

12 Kasus Leptospirosis Banyumas di Awal 2019

Dia menyebut terjadi peningkatan kasus Leptospirosis yang sangat signifikan di Banyums pada 2017 dan 2018. Pada 2017, jumlah kasus mencapai 66 kasus, kemudian di tahun 2018 sebanyak 55 kasus. Sebelumnya, pada tahun 2016 hanya 26 kasus yang terdeteksi.

Dikhawatirkan, pada 2019 ini Leptospirosis kembali mewabah dengan banyaknya banjir dan genangan di sejumlah daerah. Sebab hanya dalam periode Januari saja, ada 12 kasus yang sudah terdata.

Sadiyanto menerangkan, 55 kasus Leptospirosis yang terdata di Banyumas pada 2018 kebanyakan terjadi di periode hujan yang menyebabkan genangan dan banjir di sejumlah daerah. Adapun pada 2019 ini, sebanyak 12 kasus leptospirosis terdata di seluruh Banyumas.

Masih beruntung, Leptospiroris di Banyumas tertangani dengan baik. Meski terhitung tinggi, tak ada laporan kematian akibat penyakit ini.

Ia meminta masyarakat mewaspadai kembali mewabahnya Leptospirosis yang kebanyakan ditularkan lewat tikus. Pasalnya, baik tikus sawah, pohon, maupun tikus rumahan bisa menjadi vektor penyakit ini. Karenanya, warga diminta selalu menjaga kebersihan dan secara berkala memerantas sarang tikus.

"Karena Leptospirosis itu kebanyakan ditularkan lewat tikus. Perlu hati-hati, masyarakat, maksud saya. Jangan sampai menyebar, karena tidak menjaga kebersihan," ujarnya.

Di Banyums, salah satu daerah dengan kasus tertinggi Leptospirosis adalah Kecamatan Sumpiuh, dengan Puskesmas 2 Sumpiuh sebagai faskesnya. Kemudian, beberapa wilayah di perkotaan Purwokerto juga ada kasus Leptospirosis. Persebaran penyakit ini menunjukkan bahwa Leptospirosis bisa menjangkit di semua daerah, baik pedesaan maupun perkotaan.

Seperti diketahui, Jawa Tengah bersama tujuh provinsi lain di Indonesia terdeteksi sebagai wilayah persebaran Leptospirosis. Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi yang kasus leptospirosisnya paling tinggi. Provinsi Kalimantan Barat saat ini dinyatakan darurat Leptospirosis.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.