Sukses

Cara Kemensos Cegah Warga Desa di Bali Jadi Pengemis

Liputan6.com, Denpasar Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang meluncurkan program Desaku Menanti di Banjar Muntigunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali. Program itu berupa bantuan rumah bagi eks gelandangan dan pengemis (gepeng).

"Konsep ini berangkat dari konsep gotong-royong. Maka konsepnya kita beri nama Kesetiakawanan sosial 'Satya Dharma Giri Winangun'. Ada 50 rumah yang kita bangun untuk 50 KK eks gelandangan dan pengemis," kata Direktur Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kementerian Sosial, Sonny Manalu saat peresmian program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis melalui pengembangan model 'Desaku Menanti'.

Ia menjelaskan, persoalan besar di Indonesia adalah kemiskinan. Gelandangan dan pengemis merupakan cermin dari kemiskinan sesungguhnya. "Tidak ada negara maju, sejahtera, tapi rakyatnya mengemis dan menggelandang," ungkapnya.

Kemensos, ia melanjutkan, lantas mencarikan jalan ke luar sebagai program konsep terpadu, terukur dan terintegrasi dengan pemrintah daerah. "Saya sebut pogram ini adalah mencabut kemiskinan dari akarnya. Tahun 2013 program ini diluncurkan melibatkan enam unsur sekaligus," papar dia.

Selama ini, program pengentasan gelandangan dan pengemis lebih kepada hit and run. Tahun 2013, pola penanganan diubah menjadi penjangkauan secara langsung.

Ada lima daerah yang telah dibangun di antaranya Pasuruan, Malang, Yogyakarta, Padang dan Karangasem. Bantuan yang kita luncurkan meliputi bimbingan sosial, keterampilan. Untuk bangunan rumah bantuan yang diberikan adalah Rp30 juta. Kita juga memberikan peralatan rumah tangga senilai Rp1,5 juta. Kita beri jaminan hidup untuk 3 bulan sebesar Rp25 ribu per orang. Bantuan ekonomi produktif Rp5 juta setiap orang," ungkapnya. 

Sementara itu, Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumantri berharap program Kemensos ini mampu memutus mata rantai kemiskinan di Kabupaten Karangasem. "Kita harap program ini memutus mata rantai gelandangan dan pengemis," harapnya. 

Menurut Mas Sumantri jumlah gelandangan dan pengemis di Karangasem dari tahun ke tahun semakin menurun jumlahnya.  "Yang sudah dilakukan pembinaan sejak 2012-2017 sebanyak 3.378 jiwa. Sekarang jumlah gepeng 285 jiwa pada tahun 2015/2016. 100 jiwa sudah mendapat akses permodalan, sisanya 185 jiwa yang belum mendapatkan akses permodalan," paparnya.

Mas Sumantri melanjutkan, masing-masing jiwa dari 185 jiwa itu mendapat permodalan senilai Rp5 juta. "Total nilai bantuan Rp500 juta. Tahun 2017 total Rp250 juta untuk 50 jiwa. Tahun 2018 kami mendapat program Desaku Menanti bagi 50 KK mantan gepeng. Total nilai bantuan Rp2,3 miliar lebih. Lahan siap bangun kami siapkan 1 hektar untuk pembangunan 50 unit rumah," tuturnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Program Komprehensif Bagi 'Gepeng'

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Edi Suharto menuturkan, ke depan, program ini akan disinergikan dengan program lainnya, baik dari unsur pemerintah maupun CSR perusahaan. "Tujuannya sudah barang tentu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga mereka tidak lagi mengemis dan menggelandang," ujarnya. 

Menurutnya, mengurai persoalan kemiskinan, dalam hal ini gelandangan dan pengemis butuh pendekatan berbeda dan spesifik. Oleh sebab, mereka yang menggelandang dan mengemis turun ke jalan untuk meminta bantuan sosial. 

"Segmentasi masyarakat perlu diperhatikan lantaran kemiskinan memiliki dimensi yang luas. Mereka meminta-minta untuk mendapatkan bantuan sosial. Kalau kita beri bantuan sosial lagi, maka tidak akan menyelesaikan masalah," tegasnya. Melalui program ini, ia optimistis tak hanya akan membuat mereka tak lagi menggelandang dan mengemis, tetapi juga mampu mengubah mentalitas dan cara berfikir mereka.

"(Program) ini tidak hanya pembangunan fisik, tapi komprehensif mulai dari hunian, ada uang, ada pendampingan dan lain sebagainya," tuturnya. Sayangnya, kata Edi, Kementerian Sosial memiliki keterbatasan anggaran. "Tapi semakin baiknya pertumbuhan ekonomi kita, semakin banyak ke depannya yang bisa dijangkau," ucap Edi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.