Sukses

Emak-Emak Banyumas Ubah Sampah Jadi Berkah dengan Bank Sampah Inyong

Bank sampah di lingkup terkecil bisa menjadi solusi peliknya persoalan sampah di Banyumas. Bank Sampah Inyong atut diapresiasi.

Liputan6.com, Banyumas - Belakangan, sampah menjadi masalah pelik Banyumas yang tak jelas solusinya, terutama di kota Purwokerto. Karut marut sampah seolah tak berujung.

Jumlah sampah harian tak sebanding dengan shelter alias tempat pembuangan sementara. Pun dengan armada yang mengangkutnya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Konsep pengelolaan sampah yang berkonsep ‘kumpul angkut buang’ terbukti tak efektif saat produksi melebihi daya angkut harian. Hanggar pun menjadi tak berfungsi optimal lantaran keterbatasan daya angkut.

Nun di utara Purwokerto, ada model pengelolaan sampah yang meski tak baru, namun, mungkin bisa menjadi solusi sampah sejak hulu. Namanya, Bank Sampah Inyong.

Lokasinya berada di Jalan Mocc Besar Gang Remaja RT 01/02 Desa Kutasari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Menariknya, bank sampah ini dikelola oleh emak-emak.

Kaum ibu, barangkali adalah pihak yang paling rewel soal sampah. Mereka tak mau melihat sampah di lingkungannya.

Kadang-kadang ada yang nekat membuangnya di sembarang tempat, asal tak kelihatan mata. Dan itu bakal menciptakan masalah baru di lingkungan lainnya.

Karenanya, dibutuhkan pengelolaan sampah yang mendatangkan manfaat. Diyakini, warga bakal mendukung penuh jika sampah bisa mendatangkan manfaat, apalagi keuntungan.

Di Jalan Mocc, Sampah tak lagi menjadi ‘sampah’ yang dibuang. Akan tetapi, sampah berubah menjadi aset yang bernilai jual. Bank Sampah Inyong semula diprakarsai oleh orang yang peduli lingkungan. Lingkupnya pun kecil. Setingkat RT.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Suka Duka Pendirian Bank Sampah

Tetapi, perlahan, dengan semakin tingginya jumlah sampah, kini, bank sampah ini telah bergerak hingga lingkup RW dan dusun. Masih kecil memang.

Ketua Pengelola Bank Sampah, Nurhayatni, menuturkan, pada mulnya ia resah lantaran lingkungannya banyak sampah. Melihat sampah yang setiap saat berserakan membuat dia tak nyaman.

Lantas, ia pun meminta dukungan suami yang saat itu menjadi ketua RT untuk mendirikan bank sampah. Awalnya, bank sampah ini disepelekan. Berjalan hingga berbulan-bulan, tak ada warga yang mau menabung sampah.

“Sifatnya masih sukarela, belum ada kewajiban karena baru dikelola kelompok di tingkat RT. Namun karena ketekunan dan lingkungan semakin terlihat lebih bersih, akhirnya warga satu RW ikut menabung di Bank Sampah yang saya beri nama Inyong,” ucapnya, Selasa, 15 Januari 2019.

Nurhayatni sadar betul, banyak yang belum mempercayai konsep bank sampah. Sebab itu, pada masa awal, banyak warga yang minta langsung dibayar.

Dia pun mengalah dan langsung membayarnya. Meski bertajuk bank sampah, pada awal berdiri, ia mesti menyiapkan uang tunai dalam jumlah tertentu.

Ia pun mesti siap tiap hari selama 24 jam menerima warga yang menabung atau menjual sampah yang dikumpulkan. Bahkan beberapa di antaranya, minta barter dengan beras.

“Masyarakat di sini macam-macam ada yang memang ditabung, ada yang langsung minta dibayar, bahkan ada yang minta barter dengan beras dan jajanan. Semua saya layani karena kebetulan saya juga berjualan,” dia menjelaskan.

Keseriusan Nurhayatni mengelola sampah secara mandiri rupanya memang benar-benar serius. Di gudang bank sampah, terlihat sebuah mesin pencacah sampah organik berukuran sedang, terlihat pula satu unit komposter.

Perlahan, kepercayaan masyarakat tumbuh. Tumbuhnya kesadaran warga itu juga dipengaruhi oleh semakin tingginya kepedulian warga terhadap sampah yang ada disekitarnya.

 

3 dari 3 halaman

Cara Kreatif Pemanfaatan Sampah

Salah satunya, Ibu Aris, warga RT 02/2. Dia adalah warga yang rutin menabung sampah di Bank Sampah Inyong. Kadang, ia bahkan memungut sampah yang bukan berada di sekitar rumahnya.

“Selain untuk keindahan dan kebersihan tetapi juga memberi berkah buat saya, karena mempunyai tabungan dari sampah,” jelasnya.

Dengan sabar, Nurhayatni menerima dan menimbang sampah dengan rekan sesama pengelola, Ningrum. Saat senggang, dia rela menjemput sampah sampai ke rumah anggota.

Kini tempat pengelolaan sampah (TPS) Dusun 1 telah ditutup. Pengumpulan sampah pun total berpindah ke Bank Sampah Inyong. Pemdes Kutasari menetapkan Bank Sampah Inyong sebagai pengelola sampah tingkat dusun. Masih kecil memang.

Tetapi, jika bank sampah model ini diadopsi wilayah lain, bukan tak mungkin, sampah bukan lagi menjadi masalah. Sebaliknya, sampah menjadi berkah.

Bank sampah Inyong membagi sampah menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik, dibuah menjadi kompos dengan memanfaatkan mesin pencacah.

“Setelah itu, sampah tersebut difermentasi dan ditambahkan zat aktivator, sehingga seterusnya bisa dihasilkan kompos,” ucapnya.

Cukup banyak yang membeli kompos produksi Bank Sampah Inyong. Kalau pun tak ada pesanan, anggota kelompok nmenggunakan kompos untuk keperluan kebun pekarangan dan apotek hidup.

“Untuk sampah anorganik, sebagian besar dijual lagi dan sebagian lainya digunakan menjadi kerajinan tangan yang bernilai jual,” dia mengungkapkan.

Nurhayatni optimis, jika bank sampah didirikan di daerah lain, maka lambat laun sampah di Banyumas bakal menjadi berkah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini