Sukses

Ternyata Buah Ini Bikin Gajah Takut dan Menjauh

Gajah-gajah yang tewas ditemukan di sejumlah kawasan hutan lindung yang ada di Aceh. Kendati demikian, angka tersebut mengalami penurunan dibanding tahun 2017 sebanyak 13 ekor.

Liputan6.com, Aceh - Konflik gajah versus manusia menjadi masalah yang penyelesaiannya kerap menemui jalan buntu. Kawanan gajah liar sering merangsek ke pemukiman dan membuat warga panik.

Belalai gajah bisa merobohkan sebatang pohon dan mengangkat beban hingga 300 kilogram. Hewan berbobot tronton itu juga dapat dengan mudah membuat tubuh manusia penyek jika terinjak.

Manusia tidak mau kalah. Banyak gajah mati dengan kondisi mengenaskan dan kebanyakan gading hewan yang semestinya dilindungi itu, hilang dicuri.

Catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, ada 11 ekor gajah yang tewas di tahun 2018. Rata-rata tewas akibat diracun dan tersengat arus listrik.

Gajah-gajah yang tewas ditemukan di sejumlah kawasan hutan lindung yang ada di Aceh. Kendati demikian, angka tersebut mengalami penurunan dibanding tahun 2017 sebanyak 13 ekor.

"Untuk konflik gajah manusia ada 71 kasus. Tersebar di 15 kabupaten dan kota di Aceh. Diantaranya, Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, Pidie Jaya, dan yang paling di Pidie," sebut Kepala BKSDA, Sapto Aji Prabowo kepada  Liputan6.com, Jumat, 4 Januari 2018.

Konflik antara gajah dengan manusia harus diakhiri. Jika dibiarkan tanpa penanganan serius bisa berakibat fatal, bahkan berujung kematian. Selain itu juga berdampak pada hal lain, ekonomi, misalnya.

Keberadaan gajah dilindungi dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sebagai satwa langka.

Secercah harapan mengakhiri konflik gajah versus manusia di Aceh muncul. Rancangan Qanun Perlindungan (raqan) Satwa masuk dalam daftar Program Legislasi prioritas DPRA tahun 2019.

Langkah tersebut dibahas dalam rapat paripurna penghujung tahun lalu. Rencananya, qanun akan diselesaikan sebelum periode 2014 - 2019 berakhir.

Di dalam daftar tersebut terdapat poin pemanfaatan 'vegetatif barrier' untuk menghalau gajah agar tidak keluar dari habitatnya. Yakni, dengan memanfaatkan lemon.

Buah yang kaya vitamin C ini dinilai mumpuni membuat gajah menjauh. Indera penciuman gajah yang sensitif tidak akan tahan mencium aroma lemon yang menyengat, ditambah lagi, tanaman lemon yang berduri akan dijauhi oleh gajah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pagar Lemon

Ide pemanfaatan lemon sebagai barrier alami muncul setelah Komisi II DPRA berkunjung ke Kaziranga Park, negara bagian Assam, Distrik Kazirangga, India. Kunjungan ini difasilitasi World Wild Fund for Nature (WWF), sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di isu perlindungan satwa.

Sebagai catatan, dalih kunjungan sebagai pengayaan isi draf Rancangan Qanun (raqan) Perlindungan Satwa yang sebelumnya digagas sejumlah civil society yang bergerak di isu lingkungan dan perlindungan satwa. Belakangan, ide qanun perlindungan satwa tersebut ditangkap oleh Komisi II DPRA.

"Disana kami temukan, ternyata, baik gajah dan hewan liar lain, cenderung menghindari jalur yang terdapat tumbuhan yang berduri tajam," kata Ketua Komisi II, Nurzahri, kepada Liputan6.com, Jumat, 4 Januari 2019, jelang sore.

Dalam kunjungan tersebut, Nurzahri melihat pinggiran desa setempat ditanami tumbuhan yang berduri, salah satunya tumbuhan lemon. Lemon menjadi pilihan karena bisa dimanfaatkan untuk perekonomian masyarakat.

"Hasil kunjungan disana kita diskusikan disini. Jadi, desa-desa yang bersisian dengan daerah satwa juga daerah koridor satwa, bisa kita buat barrier hidup, kita tanami pohon yang berduri dan lebih fokus ke lemon tadi," ungkap dia.

Konflik gajah versus manusia dinilai kompleks. Koorporasi, kian hari kian berdatangan, mengekspansi, merambah, dan mengalihkanfungsikan hutan menjadi lahan perkebunan.

"Hal ini berakibat bergantinya komoditas yang ada di hutan tersebut. Juga masyarakat yang membuka lahan perkebunan di hutan," sebut Nurzahri.

Pola pembukaan lahan perkebunan seringkali tidak memperhatikan populasi satwa di hutan. Banyak perkebunan yang memangkas koridor atau home range (wilayah jelajah) satwa-satwa tersebut.

"Jalur berubah, makanan yang dulu ada. Tak jarang, hewan-hewan itu turun ke pemukiman penduduk. Di India, selain barrier, mereka menanam rumput yang bisa dimakan hewan di pinggir desa, jadi tidak sampai pemukiman," kata dia.

Di India, komoditas perkebunan disesuaikan dengan jenis tanaman yang tidak disukai satwa liar. Ini untuk mengantisipasi agar hewan-hewan tersebut tidak memasuki perkebunan.

"Di dalam qanun nanti termasuk masalah tersebut nanti kita atur. Jadi mereka tetap berada pada jalur masing-masing," katanya.

Namun, imbuh Nurzahri, yang paling penting bagaimana mengubah persepsi masyarakat. Selama ini, selain dianggap hama, gajah juga dianggap sebagai komoditas ekonomi, terutama gadingnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.