Sukses

Utang Picu Pernikahan Anak di Sulsel

Sulsel meraih predikat tertinggi angka kasus pernikahan anak di bawah umur selama tahun 2018.

Liputan6.com, Makassar - Foto-foto pernikahan anak yang diduga terjadi di Sulsel kembali membuat heboh jagat maya. Foto pernikahan yang lebih mirip pesta ulang tahun itu pertama kali diunggah akun Instagram @makassar_iinfo. 

Foto tersebut membuat heboh lantaran kedua mempelai masih di bawah umur, bahkan masih terbilang anak-anak. Sang istri bernama Asma Wilgalbi berusia 14 tahun, sedangkan mempelai pria baru berusia 9 tahun atas nama Habibie.

Pernikahan keduanya berlangsung pada 16 Desember 2018 silam. Menutut keterangan foto yang diunggah tersebut, awal kisah cinta sejoli ini terjadi saat keduanya bertemu di kolam permainan air.

Provinsi Sulsel tercatat sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki persentase tertinggi terjadinya kasus pernikahan anak di bawah umur.

Dari hasil penelitian tim penggerak PKK bersama Studi Gender Universitas Hasanuddin Makassar dan Pemerhati Perlindungan Perempuan dan Anak, di Sulsel terdapat 720 kasus pernikahan anak di bawah umur. Hal itu terhitung sejak bulan Januari 2018 hingga bulan September 2018.

Ery Iswary, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar kepada Liputan6.com, Selasa (18/12/2018) mengatakan, ada banyak faktor yang mempengaruhi pernikahan anak di bawah umur.

Yang pertama, kata dia, dipengaruhi faktor ekonomi. Ada orangtua yang terbilang kurang mampu dan mempunyai anak di bawah umur. Kemudian dilamar oleh seseorang.

"Orangtuanya langsung saja menerima lamaran tersebut. Karena pikirannya daripada hidupnya menderita lebih bagus menerima lamaran orang itu meski anaknya masih di bawah umur," kata Ery.

Faktor lain, orang yang datang melamar merupakan bangsawan atau orang terpandang. Sehingga meskipun anaknya masih di bawah umur, orangtuanya mau saja menerima lamaran orang itu.

Tak hanya itu, dalam kasus pernikahan anak di bawah umur yang terjadi di Sulsel juga ada yang disebabkan karena faktor utang. Orangtua dari anak memiliki utang dan kemudian tak mampu membayarnya. Sehingga ia rela saja menerima lamaran orang tersebut sebagai solusi, meski ia tahu anaknya masih di bawah umur.

Terlepas dari faktor di atas, kata Ery, yang paling berpengaruh yakni faktor pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi orangtua untuk dapat memahami tentang dampak yang terjadi jika tetap memaksakan pernikahan anak yang masih di bawah umur.

Selain dampak kesehatan yang mengancam jiwa anaknya di antaranya rentan mengalami penyakit reproduksi, juga yang paling nyata yakni menyuramkan masa depan buah hatinya. Apalagi anaknya diketahui masih duduk di bangku sekolah.

"Bayangkan saja anaknya terbilang masih anak di bawah umur atau misalnya masih berstatus siswa. Seusai menikah anaknya tersebut langsung menjadi seorang istri," terang Ery.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Korupsi dan Pernikahan Anak di Bawah Umur

Peranan orangtua dalam meminimalisir terjadinya pernikahan anak di bawah umur, kata Ery, sangatlah penting. Karena jika orangtua memiliki pendidikan dan memahami betul dampak yang ditimbulkan jika mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur tentu akan berupaya hal tersebut tak terjadi.

"Seperti dari hasil penelitian yang dibahas kemarin di antaranya ditemukan sebuah kasus di salah satu daerah terpencil di Sulsel. Di mana orangtua ngotot menikahkan anaknya meski dispensasi yang diminta dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat belum diterbitkan karena anaknya masih dibawah umur," ungkap Ery.

Di sinilah, kata dia, kerap muncul perilaku korupsi. Orangtua yang tetap ngotot menikahkan anaknya meski dispensasi belum keluar, terpaksa menyogok atau menyuap oknum-oknum yang ada di Kemenag atau KUA setempat agar bisa tetap melaksanakan proses pernikahan anaknya yang notabene masih di bawah umur tersebut.

Sehingga selain diperlukan penekanan pendidikan bagi orangtua, Kementerian Agama dalam hal ini juga perlu menyosialisasikan undang-undang perlindungan perempuan dan anak kepada masyarakat. Sehingga ke depannya dapat meminimalisir tingginya angka pernikahan anak di bawah umur.

"Teman-teman NGO yang berkecimpung dalam hal ini juga perlu bersama-sama pemerintah dalam hal ini Kemenag untuk lebih turun bersosialisasi selain tentang dampak pernikahan anak di bawah umur, juga ada UU perlindungan anak yang berlaku dan jika dilanggar akan berdampak pidana," Ery menandaskan. 

Saksikan Video Pilihan Di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.