Sukses

Sesar Lokal Misterius Kembali Guncang Wonosobo dan Banjarnegara

Meski dilaporkan tak menimbulkan kerusakan, akan tetapi yang perlu dicermati adalah bahwa gempa ini dipicu sesar lokal yang dangkal.

Liputan6.com, Banjarnegara - Rabu, 18 April 2018 barangkali akan menjadi hari yang tak pernah dilupakan oleh warga Kalibening. Hingga anak cucu kelak, kisah gempa Banjarnegara akan diceritakan turun temurun.

Bagaimana tidak, Kalibening yang adem ayem mendadak diguncang gempa. Kecil memang, hanya kisaran magnitudo 4,4.

Namun, dampak yang dirasakan warga begitu besar. Selain korban jiwa, ratusan rumah warga rusak dan tak layak ditempati. Meski kecil, rupanya gempa dangkal ini tepat berada di bawah permukiman penduduk Kecamatan Kalibening.

Ribuan warga pun terpaksa mengungsi. Sebagian mengungsi lantaran rumahnya memang ambruk atau rusak berat, lainnya menyingkir dari rumah dan tinggal di tenda darurat lantaran trauma gempa berkepanjangan.

Gempa ini dipicu sesar minor atau lokal yang belum teridentifikasi. Untuk memudahkan penyebutan, belakangan sesar ini disebut sesar Kalibeninng-Wanayasa, lantaran posisinya membujur di dua daerah ini.

Senin malam, 10 Desember 2018 sekitar pukul 20.05 WIB, Wonosobo dan sebagian Banjarnegara kembali digoncang gempa. Pemicunya sama, yakni sesar lokal yang juga tak dikenal alias belum teridentifikasi.

Kekuatan gempa ini pun hanya magnitudo 2,7. Hanya saja, Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara, Setyoajie Prayoedhie mengatakan meski dilaporkan tak menimbulkan kerusakan, akan tetapi yang perlu dicermati adalah gempa ini dipicu sesar lokal yang dangkal.

Hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa episenter atau pusat gempa berada di 7.42 Lintas Selatan (LS) dan 109.87 Bujur Timur (BT), tepatnya berlokasi di darat pada jarak tujuh kilometer arah barat daya Kabupaten Wonosobo.

Episenter berkedalaman 11 kilometer atau kategori dangkal, dalam skala intensitas I SIG-BMKG (I-II MMI). Gempa ini dirasakan oleh warga Kalibeber, Wonosobo, dan sebagian warga Banjarnegara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kalibening, Bukti Dampak Gempa Lokal Dangkal

"Memang ini sesar yang belum teridentifikasi. Artinya memang, ini sesar minor yang belum masuk dalam katalog tersebut," katanya, Senin malam.

Jika ditinjau dari kedalaman hiposenternya atau pusat gempanya, gempa bumi yang terjadi kali ini merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar lokal. Yang patut diwaspadai, meski bermagnitudo kecil, gempa dangkal bisa berdaya rusak besar, seperti yang pernah dialami warga Kecamatan Kalibening, Banjarnegara.

Dampak kerusakan itu juga tergantung pada jenis tanahnya. Kalibening berada di sebuah cekungan yang diperkirakan merupakan danau purba.

Dataran Kalibening pun tercipta dari sedimen tanah yang tak cukup solid atau bersifat soft soil. Sebab itu, meski hanya berkekuatan magnitudo 4,4, dampak gempa amat besar dan merusak hingga ratusan rumah warga.

"Jadi, kalau gempa lokal itu, yang merasakan itu relatif sedikit. Dalam artian, tidak semua wilayah yang merasakan. Karena sifatnya sangat lokal. Hanya saja, dampaknya sangat dipengaruhi oleh karakteristik geologi di daerah tersebut," dia menerangkan.

Lebih lanjut Setyoajie mengemukakan, pemicu gempa Kalibening April 2018 lalu juga belum teridentifikasi. Namun, diduga sesar pemicu gempa Kalibening dan Wonosobo ini berbeda meski letaknya berdekatan.

Hanya saja, dilihat dari episentrumnya, sesar minor ini tak dikenal atau belum diidentifikasi. Namun, ada kemungkinan sesar ini adalah bagian dari sistem sesar Baribis-Kendheng. Hanya saja diperlukan kajian mendalam untuk mengetahui hal ini.

Dia menambahkan, hingga pukul 21.24 WIB, hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock). Untuk itu, masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Untuk menghindari dampak besar dari gempa tektonik lokal dan dangkal, Setyoajie juga mengimbau masyarakat memenuhi kaidah teknik untuk membangun rumah atau bangunan lainnya. Dengan begitu, saat terjadi gempa, bangunan akan relatif lebih kuat menahan goncangan.

"Bangunan tua atau baru namun tak memenuhi kaidah teknis lebih rentan rusak. Sebab dampak yang dirasakan dua atau tiga kali lipat dari normalnya," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.