Sukses

Melihat Buaya Kurus di Sungai, Warga Kebumen Terharu

Warga sekitar pun kerap sengaja melemparkan bangkai ayam, entok atau bebek yang mati ke sungai agar dimakan buaya

Liputan6.com, Kebumen - Semburat merah jingga baru nampak ketika Mulyadi menuju belakang rumahnya di Dusun Wringin RT 02/2 Desa Rantewringin Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa, 20 November 2018. Dia melangkah pelan-pelan sembari berharap mendapati buaya muara di Sungai Luk Ulo menampakkan diri. Pagi itu, ia beruntung. Si buaya nampak masih terlelap di pinggiran sungai.

Sebagian tubuhnya terendam di lumpur kali. Kepalanya, sedikit tersembunyi di antara semak belukar pinggiran sungai.

Buaya itu tak menyadari kedatangan Mulyadi dari atas tebing sungai. Ia pun masih tenang tatkala Mulyadi mengambil gambarnya.

Munculnya buaya pada 17 November 2018 sempat membuat geger warga Kebumen. Buaya-buaya ini sempat raib selama kemarau, dan mendadak muncul ketika debit Sungai Luk Ulo normal seturut musim penghujan.

Mulyadi pun mengungkapkan, Sungai Luk Ulo tak pernah memiliki riwayat sebagai habitat hewan liar ini. Tetapi, sejak tahun lalu, kawanan buaya kerap muncul di berbagai lokasi, sepanjang aliran Sungai Luk Ulo.

"Ini buaya yang sama dengan buaya yang tahun lalu. Cuma sekarang agak kurus," dia menjelaskan, Selasa, 21 November 2018.

Mulyadi seolah menjadi akrab dengan buaya ini. Musababnya, rumahnya hanya berjarak 10 meter dari bibir Sungai Luk Ulo.

Di waktu-waktu tertentu, ia atau keluarganya kerap mendengar gemuruh air tatkala si buaya beraktivitas di sungai. Kadang terdengar pula suara ceburan air tatkala si buaya melompat dari pinggiran ke tengah sungai.

Awalnya, suara-suara itu membuat ciut nyali. Tetapi, lama kelamaan, suara yang ditimbulkan oleh aktivitas buaya itu dianggap biasa.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Upaya Evakuasi Buaya di Sungai Luk Ulo

Mulyadi pun mengaku tak pernah mendapati buaya ini berperilaku agresif. Menurut dia, si buaya cenderung pemalu lantaran tabiatnya yang selalu menghindar jika kedapatan oleh manusia.

Bahkan, warga sekitar pun kerap sengaja melemparkan bangkai ayam, entok atau bebek yang mati ke sungai. Tujuannya tentu agar tak menjadi limbah. Tetapi, lebih dari itu, mereka juga berharap agar bangkai itu dimakan oleh si buaya.

"Memang tidak pernah diberikan langsung. Paling dilempar, setelah itu ya tidak diikuti, dimakan atau tidak nggak tahu," ujarnya.

Meski begitu, warga pun sadar bahwa keberadaan buaya di Sungai Luk Ulo berpotensi memicu konflik langsung dengan manusia. Dikhawatirkan, konflik itu menimbulkan korban jiwa.

"Cuma kita kan tidak tahu, saat lapar, tidak ada mangsa, kayak hewan, adanya manusia, ya amit-amit, semoga tidak terjadi," ucapnya.

Sebab itu, warga berharap agar buaya ini ditangkap atau dievakuasi. Tetapi, warga pun punya syarat. Buaya itu boleh ditangkap tanpa melukai, apalagi membunuhnya.

"Harapan warga sih, kalau bisa ditangkap, segera ditangkap. Dengan catatan, jangan dibunuh. Ditangkap, nanti kemudian dipindah ke kebun binatang atau ke penangkaran," dia menambahkan.

Koordinator Polisi Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah Resor Wilayah Pemalang-Cilacap, Rahmat Hidayat mengklaim tim BKSDA telah berupaya mengevakuasi buaya ini dari Sungai Luk Ulo sejak tahun lalu.

Perangkap buaya dengan umpan pun sudah terpasang di beberapa lokasi di mana buaya kerap muncul. Tetapi, sejauh ini belum berhasil.

"Ya belum apesnya buayanya. Belum ketangkap. Cuma kita juga belum memantau apakah perangkapnya sekarang masih layak atau tidak,”"kata Rahmat.

Mengantisipasi timbulnya korban jiwa, Rahmat berharap agar warga berhati-hati saat beraktivitas di dekat Sungai Luk Ulo. BKSDA pun sudah memasang papan peringatan bahaya keberadaan buaya di sungai ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.