Sukses

Akses Jalan bak Kubangan, 16 Desa di Kampar Terisolasi Puluhan Tahun

Warga berharap Gubernur Riau bisa menjembatani persoalan tersebut sehingga ribuan warga 16 desa di Kampar Kiri itu bisa keluar dari isolasi selama puluhan tahun itu.

Liputan6.com, Kampar - Pagi sudah menjelang di Desa IV Koto Singkai, Kecamatan Kampar Kiri, Senin 12 November 2018. Seperti biasa, Sulaiman sebagai kepala desa bergegas pergi ke kantornya yang berjarak beberapa puluh meter saja.

Warga lainnya, sama seperti Sulaiman juga bersiap menjalani aktivitas sehari-hari. Ada yang pergi ke kebun, ke pasar membeli kebutuhan sehari-hari, serta menuntut ilmu.

Dalam benak Sulaiman ada kegundahan. Bukan soal tanggung jawabnya sebagai pemimpin di desa itu, tapi karena malamnya turun hujan deras.

Di satu sisi air hujan ini menjadi berkah, tapi di sisi lain, warganya jadi harus ekstra mengeluarkan tenaga melewati jalan tanah yang sudah menjadi kubangan.

"Sepeda motor akan sulit lewat di jalan itu. Memang bisa melaluinya tapi dibantu alat berat dari perusahaan sekitar sini," kata Sulaiman kepada wartawan.

Sulaiman menjelaskan, di desanya itu ada jalan penghubung ke 15 desa lainnya. Dari 26 kilometer panjangnya, 14 kilometer di antaranya rusak parah. Aspal yang dibangun 1982 sudah hancur dan berubah menjadi tanah.

"Apalagi kalau musim hujan, berlumpur jalannya. Seperti kubangan kerbau," ucapnya.

Ada 16 desa yang terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kampar Kiri dan Kampar Kiri Hulu, sudah puluhan tahun terisolasi. Tidak ada fasilitas kesehatan di sana, sebut saja yang terendah Puskesmas pun tidak ada.

Kata Sulaiman, ambulans juga tidak bisa masuk ke desanya dan 15 desa lainnya. Jika ada warga sakit, jauh hari sebelumnya sudah berangkat dari rumah karena harus menempuh beberapa jam ke pusat kecamatan ataupun Kota Pekanbaru.

"Inilah yang kami rasakan sejak jalan utama itu rusak, masyarakat harus berjuang keras mendapatkan pelayanan yang seharusnya sudah ada di sini," kata Sulaiman.

Untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari, masyarakat juga berjuang keras menjual hasil kebunnya ke pusat kecamatan. Warung kelontong ataupun penjual sembako memang ada di sana, tapi barang-barangnya harus ditebus dengan harga tinggi.

Masyarakat tak punya pilihan lain. Harga itu harus ditebus karena waktu tempuh yang lama ke pasar. Belum lagi risiko kendaraan terpuruk di jalanan lumpur atau menjadi mogok karena material lumpur yang masuk ke mesin.

"Harga dua kali lipat bahkan sampai tiga kali lipat dibanding harga normal yang diperoleh di pasar yang berada di pusat kecamatan. Kami tak punya pilihan lain," jelas Sulaiman.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Secercah Harapan

 

Sulaiman bersama kepala desa lainnya bersama masyarakat sudah beberapa kali meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar dan Pemerintah Provinsi Riau. Dialog hingga demonstrasi sudah beberapa kali dilakukan.

"Sampai sekarang kondisinya masih begini, ke mana lagi harus mengadu," keluh Sulaiman.

Jalanan rusak ini juga menjadi perbincangan di media sosial seperti Facebook. Beberapa masyarakat yang berhasil menembus jalan hingga sampai ke lokasi bersinyal telepon, sudah sering mengunggahnya.

"Inilah kondisi di jalan desa kami," tulis akun bernama Basir di Facebooknya.

Terpisah, Kepala Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kampar, Adi Chandra, mengatakan bahwa jalan itu tidak memungkinkan diperbaiki. Status jalan itu masuk masuk ke dalam kawasan Margasatwa Rimbang Baling.

Dengan alasan ini, pemerintah kabupaten dan provinsi tidak bisa memperbaiki. Perbaikannya harus melalui pembahasan hingga sampai ke pusat karena statusnya diawasi lembaga nasional.

Adi berharap Gubernur Riau bisa menjembatani persoalan tersebut sehingga ribuan warga di 16 desa itu bisa keluar dari isolasi selama puluhan tahun itu.

Di samping itu, secercah harapan mulai ada dengan rencana Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menjadikan kawasan Rimbang Baling jadi destinasi wisata. Belasan desa itu rencananya akan dibuka akses jalan.

Hanya saja menurut Kepala BBKSDA Riau Suharyono, jalan yang dibangun, bukan seperti jalan pada umumnya, melainkan jalan wisata. Lebarnya hanya satu meter dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

"Lebar satu meter, tak ada beton dan tidak ada aspal. Mungkin berupa paving blok sehingga aliran air tak terganggu," ujarnya.

Selain itu, jalan tersebut juga bisa menjadi jalur evakuasi apabila terjadi bencana dan membantu warga yang sakit untuk mendapat perawatan yang lebih baik di kota.

Rencana pembangunan jalan di kawasan suaka marga satwa merupakan pertama kalinya di institusi naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Secara undang-undang memungkinkan. Kenapa tidak (boleh), karena masyarakat yang akan menjaga. Untuk masyarakat itu memungkinkan," tegas Suharyono.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.