Sukses

Jajanan Kuno di Pasar Lereng Gunung Slamet Ini Dibayar Pakai Koin Batok

Uniknya, pengunjung tak membayar jajanan itu dengan uang, tapi dengan koin batok. Itulah yang memperkuat kesan kuno di pasar kuliner ini.

Liputan6.com, Banyumas - Semua yang serba ndeso alias kampungan, tradisional, dan asri itu selalu menarik. Termasuk kuliner tradisional yang kuno.

Hampir setiap akhir pekan, seringkali para penikmat kuliner mencari suasana desa yang asri dan sejuk. Jajanan ndeso alias makanan tradisional pun menjadi primadona untuk menemani suasana santai. Barangkali, ini lantaran rutinitas yang serba otomatis, digital, dan canggih.

Semua yang serba ndeso, tradisional, dan asri itu pun bisa didapati di Pasar Kuliner Batok, Desa Singasari, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas. Pasar kuliner yang buka tiap Sabtu sore hingga Minggu siang itu satu lokasi dengan Sekolah Kader Brilian, sekolah asrama bagi anak-anak pinggir hutan.

Tempatnya menyejukkan hati. Di sekitar pasar, ada beragam sayur dan buah-buahan di pinggir kolam. Ikan-ikan kerap menyembul ke permukaan berebut daun jatuh. Suasananya benar-benar membuat tenteram hati.

Beragam jajanan tradisional ndeso dijajakan di Pasar Kuliner Batok. Di antaranya, sega urab, sroto batok, bubur cengkir, oyek, dan tiwul. Minumannya juga sangat kuno, seperti wedang clebek dan wedang badeg atau nira kelapa.

Uniknya, pengunjung tak membayar jajanan itu dengan uang, melainkan dengan koin batok, yang memperkuat kesan kuno di pasar kuliner ini.

Pasar ini telah dimulai sejak 3 November 2017 lalu, atau nyaris setahun. Sayangnya, pasar kuliner tradisional ini sempat berhenti sementara dua pekan lalu. Sebabnya, di lokasi yang sama, dibangun asrama untuk para siswa atau Sekolah Kader Brilian yang berasal dari penjuru Jawa Tengah.

Namun tak perlu gundah. Meski berhenti sementara, Sekolah Kader Brilian secara bersamaan sejak dua pekan lalu membuka pasar kuliner dengan konsep yang sama di pinggiran Sungai Logawa, Sunyalangu, Karanglewas.

Lokasinya tak begitu jauh dari lokasi pasar kuliner tradisional pertama. Bahkan, lantaran lokasinya lebih tinggi, suhunya lebih sejuk dan segar.

"Yang di Singasari lagi libur karena sedang ada pembangunan asrama Sekolah Kader Desa Brilian, Kang. Sekarang buka di Sunyalangu, Karanglewas," ucap pengelola Sekolah Kader Brilian, Muhammad Adib, Kamis, 18 Oktober 2018.

Konsep sama, yakni menawarkan perpaduan kuliner tradisional dengan susana pedesaan. Jajanan dua pasar ini pun nyaris serupa, berasal dari bahan-bahan makanan khas desa, seperti ketela. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dari Koin Batok ke Koin Pinus

Meski sama-sama membayar bukan dengan uang, koin yang digunakan untuk membayar terbuat dari pinus, alias koin pinus. Tiap koin dihargai Rp 2.000.

Dijamin, dengan lima koin alias Rp 10 ribu, pengunjung akan terpuaskan. Sebab, rata-rata harga seporsi jajanan tradisional di pasar kuliner Sunyalangu ini hanya Rp 2.000 alias satu koin.

"Ini kan semuanya jajanan tradisional. Jadi, memang disesuaikan dengan harga satu koin. Dua ribu perak wareg (kenyang)," Adib menerangkan.

Meski begitu, Adib mengakui tetap ada yang ingin makan dengan nasi. Oleh karena itu, pasar kuliner Sunyalangu juga menyediakan nasi takir, yakni nasi yang sudah terbungkus bersama dengan sayur dan lauknya.

Jangan kaget, harga nasi takir dengan lauk lengkap hanya Rp 5.000. Nasi lengkap lauk terbungkus daun dijamin bikin perut kelabakan dan ini adalah makanan termahal di pasar kuliner ini.

"Keuntungan nomor sekian. Yang utama adalah mengembalikan kejayaan makanan-makanan tradisional kita," ucapnya.

Rupanya, pengembangan pasar kuliner tradisional ini tak semata untuk mempopulerkan makanan desa atau jajanan tradisional. Lebih dari itu, Sekolah Kader Brilian berharap langkah ini diikuti oleh desa-desa di Banyumas dan seantero negeri.

Sebagaimana diketahui, desa kini diwajibkan memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Sayangnya, nyaris tiap desa seolah berlomba mendirikan rumah toko alias ruko.

Memang, mendirikan ruko tak haram. Hanya saja, barang yang dijual bukanlah produk desa. Biasanya, di toko-toko ini, dijual merupakan produk pabrik di perkotaan atau bahkan impor.

"Ini sekadar mengingatkan, untuk ramai-ramai mengkampanyekan kekhasan desa masing-masing," dia menambahkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.