Sukses

Reaksi Anak Buah Mantan Ketua KPK soal Hadiah buat Pelapor Korupsi

Lembaga penggiat anti korupsi di Sulsel turut mengkritik munculnya PP Nomor 43 Tahun 2018.

Liputan6.com, Makassar Keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 2018 yang mengatur tentang pelapor kasus korupsi dan suap bisa mendapat hadiah hingga Rp 200 juta, turut mendapat respon dari kalangan aktifis anti korupsi di daerah Sulawesi Selatan (Sulsel).

Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) yang diketahui sebagai lembaga binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad pun bereaksi.

Menurut Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib, pihaknya cukup mengapresiasi komitmen Pemerintah dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi sehingga menerbitkan PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut.

PP Nomor 43 Tahun 2018 kata dia, adalah implementasi aturan teknis dari UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Sebagaimana tertuang dalam pasal 42.

"Tapi perlu diketahui bahwa PP Nomor 43 Tahun 2018 tak hanya menimbulkan sisi positif. Tapi juga bisa berdampak negatif," terang Muthalib.

Sisi positifnya, urai dia, yakni dapat melahirkan spirit atau motivasi bagi masyarakat agar ingin berupaya mencegah dan melaporkan langsung dugaan korupsi yang terjadi di sekitarnya. Tak hanya itu, keberadaan PP Nomor 43 Tahun 2018 juga menciptakan ruang besar untuk masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Jadi pemberian reward kepada pelapor korupsi sesuai dalam PP tersebut merupakan penghargaan dari Pemerintah," jelas Muthalib.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dampak Negatif Aturan Soal Reward Pelapor Korupsi

Di sisi lain, Muthalib menuturkan, ada dampak negatif yang ditimbulkan dari PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut. Yakni terjadi persekongkolan antara oknum penegak hukum dengan masyarakat.

"Modus persekongkolannya bisa dengan penyitaan barang bukti. Kemudian diserahkan kepada oknum pelapor kasus dugaan korupsi yang di maksud," beber Muthalib.

Selain itu, semangat pemberantasan korupsi juga terkikis karena spiritnya untuk mendapatkan premi dari pelaporan kasus. Bukan murni memberantas korupsi.

"Kami juga kurang yakin dengan kesiapan penegak hukum mengikuti proses sebagaimana diamanatkan PP Nomor 43/2018 itu," ungkap Muthalib sembari mencontohkan laporan masyarakat yang progresnya wajib dijawab oleh penegak hukum, tapi faktanya penegak hukum masih tertutup dalam merespon laporan, terkecuali KPK.

Pemberian penghargaan dalam bentuk piagam maupun premi, seharusnya diberikan kepada masyarakat yang konsisten, aktif, dan berkelanjutan bergerak di bidang pemberantasan korupsi.

"Hal ini sangat subjektif. Jika tidak demikan, maka kami tidak begitu yakin PP Nomor 43 Tahun 2018 dapat efektif mencegah korupsi. Apalagi selama penegak hukum tidak transparan dalam menyelidik dan menyidik kasus korupsi khususnya di daerah," jelas Muthalib.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.