Sukses

Kisah Para Penyintas 65 Cilacap Peroleh Keadilan

Tujuh belas orang penyintas peristiwa 65 yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan PKI ini dijadwalkan diverifikasi oleh Komnas HAM.

Liputan6.com, Cilacap - Kamis pagi, 27 September 2018, dering notifikasi ponsel membangunkan saya dari mimpi panjang. Ternyata, pesan pribadi dari Mbah Suwarti, perempuan sepuh pejuang yang namanya sudah saya kenal lima tahun yang lalu.

Nama ini sangat spesial, setidaknya untuk saya pribadi. Mbah Suwarti berusia 85 tahun. Dan ia adalah penyintas peristiwa 65, pascatragedi yang belakangan lebih populer disebut G30S/PKI.

Singkatnya, ia memberitahu betapa sulitnya mengurus para lanjut usia untuk mengikuti verifikasi data korban 65 yang digelar oleh Komnas HAM, Rabu, 26 September 2018. Bahkan, beberapa di antaranya telah meninggal dunia sebelum diverifikasi.

Ketua Yayasan Penelitian Korban dan Pembunuhan 1965/1966 (YPKP) Cilacap ini bercerita, perjuangannya bersama rekan-rekan senasib tak selalu berjalan mulus. Bahkan, itu terjadi ketika Komnas HAM sudah membuka pintu lebar-lebar.

"Ada yang lumpuh harus diambil. Baru 500 meter perjalanan minta pulang. Inilah pekerjaan yang sangat berat bagiku, sebagai pejuang jompo,"dia menuturkan dalam pesannya kepada Liputan6.com.

Ya, pada Rabu, sebanyak 17 orang penyintas peristiwa 65 yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan PKI ini dijadwalkan diverifikasi oleh Komnas HAM. Namun, lantaran berbagai penyebab, hanya sembilan yang hadir.

Tadinya verifikasi direncanakan digelar di sekretariat YPKP 65 Cilacap. Namun, dengan berbagai pertimbangan, verifikasi data ini dilaksanakan di gedung Koalisi Perempuan Indonesia Tritih Kulon Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Verifikasi oleh Komnas HAM ini adalah bagian dari kisah kecil perjuangan para penyintas untuk memperjuangkan persamaan hak. Sejak puluhan tahun silam, mereka terus berpeluh tanpa pernah mengeluh.

Ketua 2 Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) Cilacap, Sudiarto, mengatakan dalam verifikasi itu, Komnas HAM mendata apakah peserta verifikasi benar merupakan korban peristiwa 1965.

Salah satunya dengan wawancara mengenai peristiwa yang dialami pada saat kisaran 1965 dan pasca-G30S PKI. Jika lolos verifikasi, para penyintas akan memperoleh Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM yang berat dari Komnas HAM.

"Ya nanti mungkin akan mendapatkan surat pengakuan dari Komnas HAM itu," kata Sudiarto, yang juga aktif di yayasan meneliti korban setelah G30S/PKI.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Usai Verifikasi, Apa Kompensasi untuk Penyintas 65?

Sudiarto mengungkapkan, di Cilacap masih banyak orang yang diduga korban kekerasan peristiwa pasca-65. Namun, lantaran berbagai penyebab, kebanyakan memilih bungkam.

Sejauh ini, di Cilacap ada sekitar 30 orang yang sudah diverifikasi oleh Komnas HAM dan memperoleh surat keterangan sebagai korban pelanggaran HAM berat. Mereka diberi fasilitas layanan gratis kesehatan dengan menggandeng RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto.

Akan tetapi, layanan kesehatan itu ternyata hanya berjalan setengah tahun. Selanjutnya, surat jaminan kesehatan tak lagi diperpanjang.

"Kompensasinya ya itu, pelayanan kesehatan. Sama layanan lainnya, pembinaan," katanya.

Barangkali, yang disebut Sudi sebagai pembinaan adalah rehabilitasi mental. Pasalnya, banyak di antara penyintas yang mengalami trauma berkepanjangan.

Ia pun berharap pemerintah memberi perhatian lebih pada orang-orang yang menjadi korban kekerasan 65. Pasalnya, seluruhnya telah lanjut usia.

Nyaris semua korban tak memiliki penghasilan tetap. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian besar mengandalkan anak atau kerabatnya. Sebab, secara ekonomi, sebagian di antara penyintas 65 ini merupakan kalangan menengah ke bawah.

"Kalau ada kompensasi ya diterima. Kalau tidak ada ya tidak apa-apa," ujarnya.

Sikap nrimo atau ikhlas menerima nasib ini mungkin sudah menjadi bagian dari jiwa para penyintas. Puluhan tahun mereka terintimidasi. Hanya saja, pada masa reformasi suasana membaik.

Namun, bukan berarti intimidasi atau persekusi berhenti total. Bahkan, tahun lalu, acara resmi LPSK bersama dengan YPKP Cilacap digeruduk oleh sejumlah ormas.

Saat itu, sejumlah ormas mendatangi dan mengancam membubarkan acara. Suasana sempat memanas. Beruntung, penggerudukan ini tak berujung pada kekerasan fisik.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.