Sukses

Duh, Warga Garut Semprotkan Cairan Limbah Industri Kulit ke Jalan Raya

Akibat semburan cairan limbah industri kulit itu, jalan raya di Kecamatan Garut Kota mendadak bau busuk dan jalur di kedua arah mengular panjang.

Liputan6.com, Garut - Kesal tuntutannya untuk tidak membuang limbah ke sungai tidak digubris pengusaha pengolahan kulit. Ratusan warga dari tiga kampung yakni Sumbersari, Ciwalen dan Tanjung, Kecamatan Garut Kota, Garut Jawa Barat, akhirnya nekat menggelontorkan cairan limbah kulit ke jalan raya.

Tak ayal air limbah berwarna hitam dengan bau busuk pekat, menyeruak di sekitar jalan Ahmad Yani tepatnya di atas jembatan Ciwalen, Garut. Bahkan, satu tumpukan sampah yang berada dalam bak sampah seukuran dump truck, tak luput ditumpahkan ke bahu jalan, sebagai bentuk kemarahan warga.

"Kami sudah muak dan kesal kenapa tidak digubris juga," ujar Rizki (20), salah seorang pendemo dari kampung Ciwalen, di sela-sela demo, Jumat petang, 21 September 2018.

Ia menuturkan, industri pengolahan kulit di Sukaregang, Garut, mulai eksis sejak tiga dekade silam. Sejak itu, tiga kampung yang berdekatan dengan kawasan itu kecipratan imbasnya.

Bau busuk dari air limbah berwarna hitam pekat yang dialirkan langsung ke Sungai Ciwalen, menjadi pemandangan keseharian tiga kampung itu. "Saya sejak lahir tiap hari begini (bau busuk), coba bayangkan bagaimana kalau anda," ujar dia balik bertanya kepada Liputan6.com.

Berulang kali warga menyampaikan keluhan itu kepada pemerintah, termasuk pihak pengusaha, tapi kondisi tetap tidak berubaha. Para pengusaha kulit itu enggan menggunakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang disediakan pemerintah.

"Lihat saja sendiri ke sana )lokasi IPAL pemda Garut)," ujar dia kesal.

Hal yang sama disampaikan koordinator aksi, Beng-beng. Menurutnya, aksi buang limbah kulit ke jalan merupakan puncak kekesalan dari persoalan limbah yang selama ini mereka hadapi.

"Ini bentuk kemarahan warga kami, jangan salahkan kami jika lebih dari ini," ucap dia.

Dalam setahun terakhir, tercatat dua warga telah meninggal dunia menjadi korban akibat masalah kesehatan yang ditimbulkan dari limbah pengolahan kulit itu. Selain kualitas air tanah yang memburuk dan tidak bisa diminum, juga mengganggu kesehatan pernafasan warga.

"Belum lagi ancaman banjir akibat endapan lumpurnya saat musim hujan tiba, mau bagaimana lagi kerusakan yang kami rasakan," keluh dia.

Saat aksi penumpahan limbah cair pengolahan kulit, antrean panjang kendaraan di sepanjang jalan Jalan Ahmad Yani tidak terbendung. Berada di pusat perkotaan Garut, kemacetan di kedua arus jalan tidak terhindarkan.

Beberapa pengemudi sepeda motor bahkan memilih menepikan kendaraannya, akibat bau busuk dan kekhawatiran dari limbah cair pengolahan kulit itu terhadap kesehatan kulit mereka.

Kondisi itu semakin parah, dengan tumpukan sampah yang ditumpahkan dari satu bak sampah seukuran dump truck ke tengah jalan. Namun aksi yang berlangsung sekitar tiga jam ini cepat dikendalikan, seiring datangnya anggota kepolisian dan TNI dari Danramil Garut Kota.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ancaman Dilontarkan Sejak 2 Tahun Lalu

Camat Garut Kota Bambang Hafid yang ikut menengahi warga, mengakui keluhan yang disampaikan warga sekitar kawasan industri pengolahan kulit Sukaregang itu. Menurutnya, Pemda Garut sudah membuat rumusan agar seluruh perusahaan pengolahan wajib memiliki fasilitas pengolahan sendiri atau menggunakan fasilitas IPAL yang sudah disiapkan pemda Garut saat ini.

"Pokoknya intruksinya akhir Desember harus sudah memiliki IPAL atau menggunakan yang ada, kalau tidak lihat saja nanti," ancam dia.

Dalam surat edaran yang dibagikan 18 Agustus 2018 lalu, Dinas Lingkungan Hidup Garut meminta seluruh pengusaha pengolahan kulit untuk menggunakan fasilitas IPAL yang tersedia saat ini.

"Sebenarnya kita sudah berikan peringatan dua tahun lalu. Ternyata setelah dua tahun tidak ada reaksi apa, semoga dengan adanya aksi ini, ada reaksi juga buat pengusaha," ujar dia mengingatkan.

Untuk membantu kebutuhan air bersih warga, pihaknya telah meminta Dinas PUPR menyediakan fasilitas air bersih untuk beberapa titik pemukiman warga di sekitar kawasan pengolahan industri kulit Sukaregang.

"Meskipun tidak permanen, minimal solusi dalam jangka pendek," ujar dia.

Untuk memberikan efek jera dan perhatian pihak pengusaha pengolahan kulit Sukaregang, polisi meminta agar warga segera melapor pelanggaran pengusaha agar diproses secara hukum. "Saya sebenarnya malu sama masyarakat, jadi mendingan lapor saja, kami siap kawal," ujar Kapolsek Garut Kota Kompol Uus Susilo.

Ia kembali menegaskan polisi akan segera mengusut persoalan limbah kulit yang sudah berjalan bertahun-tahun bila ada laporan masyarakat. Dengan demikian, polisi bisa memiliki dasar untuk memanggil orang-orang yang dinilai bertanggung jawab.

"Ayo silahkan ada beberapa perwakilan warga yang lapor, bawa barang buktinya, air, tanah dan lainnya sebagai barang bukti," kata dia.

Ia berharap warga tetap tertib menyampaikan aspirasi meski kasus kerusakan lingkungan tidak bisa segera dihentikan. "Semoga saja dengan berdoa, berihtiar, para pengusaha itu tergerak hatinya (untuk memperbaiki)," harap dia sambil menenangkan massa yang datang.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.