Sukses

Candi Pulau Sawah, Jejak Buddha Pernah Hidup di Sumbar

Selama ini, perspektif masyarakat Minangkabau sangat identik dengan pemahaman bahwa setelah prasejarah langsung masuk pada masa Islam. Namun, keberadaan candi Buddha mengubah perspektif itu.

Liputan6.com, Dharmasraya - Temuan tim peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, (Puslit Arkenas), atas keberadaan Kompleks Percandian Pulau Sawah mengungkap banyak hal tentang sejarah masa lalu leluhur di Sumatera Barat.

Selain dugaan soal terjadinya banjir bandang yang sampai mengubah aliran Sungai Batanghari, Ketua tim peneliti, Eka Asih Putrina Taim juga mensinyalir ada dua aliran agama Buddha yang tumbuh dan berkembang secara berdampingan, yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Tantrayana.

Eka menilai, hal tersebut berangkat dari adanya beberapa temuan berupa arca yang merupakan identitas atau karakteristik dari masing-masing aliran.

Bukti keberadaan Buddha Mahayana ditemukan pada Candi Pulau Sawah II dengan penemuan avalokiteswara serta kaki Buddha. Sementara, bukti dari keberadaan Buddha Tantrayana adalah dengan ditemukannya beberapa arca lain dari ajaran tersebut.

Dari temuan yang ada, dapat dilihat bahwasanya pada zaman dahulu ajaran Buddha Mahayana dan Buddha Tantrayana hidup secara berdampingan atau bahkan telah terjadi sinkretisme antara masing-masing ajaran.

Dugaan tersebut diperkuat oleh Taqiudin, pakar Geografi dan Lingkungan terkait Arkeologi dari Universitas Indonesia. Ia menyebutkan bahwa pada komplek percandian tersebut terdapat lebih dari satu ajaran, sekalipun secara umum di lokasi tersebut ditemukan banyak bukti tentang keberadaan Buddha Mahayana.

Akan tetapi, pada komplek percandian tersebut juga ada indikasi Tantrayana dengan ditemukannya avalokiteswara dalam bentuk tantra. "Hal ini membuktikan bahwa toleransi umat beragama di daerah ini sudah berlangsung sejak lama," ujarnya.

Selain itu, penemuan keramik asal Cina di lokasi tersebut juga membuktikan bahwa pada kisaran abad VIII daerah tersebut sudah menjalin kontak dengan dunia internsional.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hadirkan Perspektif Berbeda

Kepala BPCB Sumbar, Nurmatias menyebutkan, temuan dari penelitian yang dilakukan oleh tim dari Puslit Arkenas tersebut merupakan sebuah perspektif baru terhadap sejarah yang ada di Dharmasraya.

Menurutnya, sejauh ini yang diketahui secara umum keberadaan Budha di lokasi tersebut baru diketahui berasal dari abad XIII dengan ditemukannya Arca Bairawa di Candi Padang Roco. akan tetapi temuan yang ada di Komplek Percandian Pulau Sawah ternyata jauh lebih tua dari temuan sebelumnya.

Kompleks Percandian Pulau Sawah sendiri sudah mulai digarap oleh BPCB semenjak 1995, hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa candi yang sudah dipugar.

Sementara itu, pihaknya juga sudah berkomitmen dengan pihak pemerintah Kabupaten Dharmasraya agar komplek Percandian Pulau Sawah dapat menjadi lokasi yang bisa memberikan pengetahuan baru bagi generasi muda.

"Kepada masyarakat kita dapat menyampaikan bahwa Dharmasraya sudah memiliki catatan sejarah yang panjang dan mempunyai karakter yang kuat semenjak zaman dahulu," kata dia.

Ia menambahkan, sejauh ini perspektif masyarakat Minangkabau sangat identik dengan pemahaman bahwa setelah prasejarah langsung masuk pada masa Islam. Namun, temuan-temuan yang merupakan bukti keberadaan Hindu Buddha tidak dapat dilupakan begitu saja.

Setidaknya terdapat tiga daerah di Sumbar yang memiliki bukti bahwa peradaban tersebut pernah hidup, seperti Kabupaten Dahrmasraya, Tanah Datar, serta Pasaman.

Dengan adanya temuan pada beberapa daerah tersebut, terutama di Dharmasraya, setidaknya dapat menjernihkan sejarah bahwa agama Hindu maupun Buddha pernah tumbuh dan berkembang di daerah itu.

Proses penelitian yang digelar selama lebih kurang 12 hari tersebut melibatkan pakar yang berasal dari beberapa lembaga, komunitas, serta perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Setidaknya terdapat 13 orang pakar yang ikut terlibat, seperti tiga orang arkeolog dari Puslit Arkenas yang dibantu oleh dua orang dari Komunitas Luar Kotak, pakar geologi dari ITB, satu arkeolog dari Universitas Jambi, seorang pakar geografi dan lingkungan dari FMIPA UI, satu arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Utara, serta empat orang peneliti dari BPCB Sumbar.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.