Sukses

Menjelajahi Ereveld Pandu, Komplek Pemakaman Legendaris di Bandung

Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pandu Bandung yang tampak sangar tapi megah itu ternyata menjadi peristirahatan terakhir keluarga pengusaha ternama asal Italia.

Liputan6.com, Bandung - Kuburan. Mendengar namanya saja sudah terbayangkan suasana seram. Namun di Bandung, tepatnya di Tempat Pemakaman Umum Pandu, jalan-jalan ke kuburan itu menarik sekali dan jauh dari penampakan seram.

Berlokasi di Jalan Pandu, Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cicendo, tidaklah sulit menemukan kompleks pemakaman non muslim ini. Jika dari arah Jalan Pajajaran, perjalanan akan dimulai dengan menyusuri Jalan Pandu sejauh 500 meter. Setelah melewati jalanan rimbun, kita akan disambut gerbang pemakaman yang berlatar Gunung Tangkuban Perahu.

Gerbang Pandu merupakan dua pilar yang cukup tinggi. Pada salah satu pilar terdapat keterangan, "Pengunjung Ereveld Pandu: 100 Meter Jalan Terus dan Tekan Bel di Pintu Gerbang Ada Tempat Parkir di Dalam Ereveld Pandu".

Saat menginjakkan kaki melintasi gerbang, mata ini langsung disuguhi padatnya makam dengan berbagai model bangunan. Maklum, komplek pemakaman dengan luas 10 hektare ini punya lebih dari 21 ribu makam.

Di antara ribuan makam yang ada terdapat makam keluarga Ursone. Keluarga asal Italia yang merupakan saudagar kaya pada masanya sekaligus pendiri Bandoengsche Melk Centrale (BMC) yang bangunannya masih berdiri di Jalan Aceh.

Posisi makam Ursone adalah yang terdekat dari pintu masuk pemakaman. Hanya sekitar 50 meter berjalan ke arah timur melewati area nisan-nisan umum maka sampailah di depan makam Ursone.

Makam dengan nama Mausoleum Ursone ini memiliki penampakan yang berbeda di antara makam lain. Bentuknya ditata sedemikian rupa sehingga mempunyai maksud tersendiri. Pada bagian dalam bangunan memiliki sebuah ruangan untuk menyimpan satu atau lebih nisan di dalamnya.

Tampak dari depan, Mausoleum Ursone berbentuk kuil dengan dua patung malaikat wanita mengapit di pintu masuk. Selain patung cantik itu, pada bagian atas nisannya tertulis Orate Pro Nobis yang berarti Doakanlah kami.

Tepat di pintu masuk tertulis Fam Ursone. Untuk diketahui, Mausoleum Ursone ini pindahan dari Kerkhoff Kebon Jahe. Terdapat delapan nama yang menghuni makam, yakni A.C. Ursone v Dijk, A. Ursone, Antonio Domenico De Biasi, Dr. C. G. Ursone, G.M. Ursone, J.A.G. van Dijk, M.G. Ursone, dan P.A. Ursone.

Keluarga Ursone terkenal sebagai pengusaha susu pada 1895. Usaha tersebut diawali dengan 30 ekor sapi perah dan berkembang menjadi 250 ekor sapi sekitar 1940.

Ursone bersaudara juga dikenal memiliki banyak tanah. Salah satu lahan mereka dihibahkan untuk membangun Observatorium Bosscha di Lembang.

Sementara, usaha produksi susu mereka ditampung oleh BMC, sebuah badan usaha gabungan para peternak dan pengusaha susu yang memiliki fasilitas pengolahan modern dan jaringan distribusi yang lebih luas pada masa itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Makam Sang Ahli Arsitektur Bandung

Siang itu, sinar matahari semakin tinggi dan suhu udara pun mulai panas. Namun hal itu tak menyurutkan semangat mengelilingi area kompleks pemakaman Pandu.

Selepas makam Ursone, terdapat nisan dengan bentuk menyerupai bangunan rumah. Beberapa pohon cukup membuat lingkungan peristirahatan ini semakin teduh.

Tidak jauh dari makam Ursone Bersaudara, tercatatlah nisan dengan nama Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker. Nisan bertanggal 25 Juli 1882-22 Mei 1949 berada di pemakaman Pandu yang cukup padat itu.

Jika bingung untuk menemukan makam Schoemaker, tanyalah warga setempat. Mereka dengan senang hati menunjukkan letak makam sang arsitek Bandung.

Tapi jangan terkejut bila sampai di lokasi makam seorang guru besar ini. Semuanya tampak biasa saja. Bahkan nyaris tanpa ada ornamen yang berlebihan.

Saat Liputan6.com meninjau lokasi, nisan Shoemaker memang tampak lebih asri. Bahkan keterangan tulisan di atas nisan juga sudah lebih jelas dan terbaca. Namun mengingat makam ini berada di antara padatnya makam lain, maka harus lebih berhati-hati saat berjalan.

Schoemaker adalah seorang arsitek sekaligus guru bagi angkatan pertama insinyur pribumi di Technische Hogeschool (Institut Teknologi Bandung). Salah satu muridnya adalah presiden Soekarno.

Karya arsitektur Schoemaker masih bisa kita nikmati sampai saat ini, salah satunya adalah Gedung Merdeka yang menjadi tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung. Bahkan penjara Sukamiskin yang kini menjadi penampungan sejumlah tahanan kasus korupsi merupakan karya tangan dari Schoemaker.

Selain itu, karyanya yang lain adalah Hotel Preanger, Gereja Bethel, Masjid Cipaganti dan tentunya gedung megah yang ada di utara kota Bandung, Villa Isola. Bangunan Art Deco di Kota Bandung, sebagian berkat pemikiran Schoemaker.

Namun demikian, makam Schoemaker tak seartistik karya yang dibuatnya. Bahkan cenderung kurang sedap dipandang mengingat makamnya dihimpit batu nisan makam lain.

Selain Schoemaker, pemakaman Pandu juga menjadi tempat peristirahatan bagi Raymond Kennedy, seorang profesor antropologi dari Yale Univeristy yang sudah menulis tiga buah buku tentang etnologi Indonesia.

Makam lainnya adalah kompleks makam laci, blok makam yang terdiri dari nisan-nisan seperti laci serta makam pejuang Indonesia.

3 dari 4 halaman

Sepetak Belanda di Ereveld Pandu

Tempat peristirahatan di Pandu bagi manusia yang telah mengakhiri pengabdiannya di dunia ini sampailah pada Ereveld. Blok ini merupakan makam khusus milik Kedutaan Besar Belanda dengan luas 30 ribu meter persegi.

Pada bagian pintu gerbangnya bertuliskan Ereveld Pandu berwarna hitam terpatri dengan kokoh. Gerbang itu selalu terkunci dan tidak membolehkan siapapun masuk ke dalam, kecuali pihak keluarga atau ada izin kunjungan khusus.

Bersama Historical Trips akhir pekan lalu, Liputan6.com berkesempatan mengunjungi lokasi langka ini. Sebelumnya agensi perjalanan wisata sejarah ini memang sudah mengantongi izin khusus untuk mengunjungi Ereveld Pandu.

Mengunjungi Ereveld Pandu, suasana ke pemakaman terasa sangat berbeda. Di sini, kita bisa berwisata ke pemakaman sambil mempelajari sejarah.

Ereveld yang berarti Taman Kehormatan merupakan pemakaman yang eksklusif. Tempat ini merupakan kompleks pemakaman tentara Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) yang tewas saat berperang dengan Jepang di Hindia Belanda.

Tidak sembarang orang dapat masuk di wilayah Ereveld ini, karena tanah yang digunakan merupakan teritorial Belanda. Pengunjung diperbolehkan masuk setelah mendapat surat izin ke Oorloch Gravenstichting atau Yayasan Makam Kehormatan Belanda di bawah naungan Kedutaan Besar Belanda.

Terdapat sekitar 4.000 jenazah yang dimakamkan di sini. Pada area tengah Ereveld tertancap bendera Belanda.

Pemakaman di dalamnya sangat rapi dan luas, sangat berbeda dengan makam-makam di luarnya yang tidak beraturan. Nisan berbentuk salib berwarna putih berjejer rapi.

4 dari 4 halaman

Tidak Hanya Nonmuslim

Kepala pengurus Ereveld Pandu, Purwadi menuturkan, di Indonesia terdapat 7 Ereveld. Dua di antaranya terdapat di Jawa Barat yaitu di Leuwigajah, Kota Cimahi dan Pandu, Kota Bandung.

"Ini merupakan makam perang Belanda yang gugur pada 1941-1945 saat invasi Jepang ke Indonesia serta masa revolusi setelah perang dunia kedua. Jadi kita makamkan di sini. Sebagian ada pindahan dari Muntok, Palembang dan Makassar," kata Purwadi ditemui Sabtu, 11 Agustus 2018.

Salah satu makam dihuni oleh Gerardus Johannes Berenschot. Ia adalah Letnan Jenderal dan komandan KNIL antara tahun 1939-1941. Di Hindia Belanda, Berenschot adalah satu-satunya komandan KNIL yang memiliki darah asli Indonesia.

"Makam ini diresmikan 7 Maret 1948 berbarengan dengan 14 jenazah korban Tjiatersterling," tutur Purwadi.

Ribuan korban perang yang dimakamkan pada Ereveld Pandu ini rupanya tidak hanya terdiri dari tentara Belanda, tetapi juga tentara negara-negara Commonwealth serta rakyat sipil Belanda dan Indonesia.

"Sipil ada yang dari pembantu atau pekerja perkebunan," ucap pria yang selama 41 tahun merawat makam di Ereveld Pandu itu.

Korban perang yang diketahui identitasnya, namanya akan ditulis pada nisan. Sementara korban yang tidak teridentifikasi, pada nisannya hanya tertulis "geexecuteerde" (dieksekusi) atau disertai nama lokasi penemuan tulang-belulangnya. Namun satu hal yang menarik adalah, bentuk nisan yang berbeda ternyata mewakili identitas keyakinan korban.

Terdapat lima jenis bentuk nisan berbeda untuk korban pria Kristen, wanita Kristen, Muslim, Buddha, dan Yahudi. Sementara itu, nisan untuk makam massal juga berbeda.

"Petugas jumlahnya ada 14 orang. Jaga siang dan malam. Jam kunjungan dari pukul 7 pagi sampai jam 6 sore," kata Purwadi.

Sebagai perawat makam selama puluhan tahun, Purwadi mengaku banyak suka duka yang ia alami.

"Pertama karena saya anggap ini seperti lahan saya sendiri karena saya urus dengan segenap hati dan saya rawat semuanya," tuturnya.

"Tapi kalau dukanya paling saat keluar malam malam suka dianggap roh halus keluar dari makam," selorohnya.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.