Sukses

Tim ITB Siapkan Rancangan Rumah Bambu bagi Korban Gempa Lombok

Tim ITB akan fokus terhadap rehabilitasi pasca-gempa sesuai bidang risetnya masing-masing.

Liputan6.com, Bandung - Institut Teknologi Bandung (ITB) membentuk tim satgas yang bertugas menyusun rencana dan aksi bantuan untuk bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tim tersebut akan menilai kelayakan bangunan publik, meyediakan fasilitas air minum, serta mempelajari potensi gempa ke depan.

Sekretaris LPPM-ITB bidang pengabdian pada masyarakat, Irwan Meilano mengatakan, tim satgas ITB telah berangkat dan dibagi dalam beberapa gelombang. Tim ITB akan fokus terhadap rehabilitasi pasca gempa sesuai bidang risetnya masing-masing dan berangkat pada Jumat, 10 Agustus 2018.

"Didahului dengan koordinasi dengan LPPM-Universitas Mataram," kata Irwan, Sabtu, 11 Agustus 2018.

Irwan menjelaskan, ada empat tugas, yaitu pembuatan hunian sementara dari bahan lokal bambu. Untuk hal ini, beberapa disain untuk hunian ini telah disiapkan untuk diaplikasikan di lokasi. 

Kedua, penyediaan kebutuhan air bersih terutama yang dekat dengan perkotaan sebab saluran air dari PDAM rusak. Kerja sama ini melibatkan pula tim dari LAPI Indowater.

Kemudian yang ketiga, yaitu penilaian kualitas bangunan untuk mengetahui bagaimana kerusakan akibat gempa. Penilaian ini juga bekerjasama dengan pihak Unram.

"Yang keempat menganalisis potensi bencana kedepan melalui pemasangan seismometer di beberapa lokasi," kata Irwan.

Usai pertemuan dengan LPPM-Unram, tim dari ITB dibagi menjadi tiga sub-kerja. Tim pertama dikoordinir oleh Prof Iswandi Imran dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB). PPMB bersama tim Unram dan Pekerjaan Umum menilai bangunan di Unram.

"Hari ini (11/8/2018) masih melakukan assessment bangunan Unram dan memeriksa minaret yang tinggi serta beberapa sekolah," kata Irwan melalui rilis diterima Liputan6.com.

Tim kedua diketuai Dr. Endra Gunawan dari KK Geofisika Global FTTM ITB, yang bertugas monitoring kegempaan. Tim ketiga, adalah PPMB dan Ketua LPPM-Unram yang sedang mempersiapkan keberangkatannya menuju ke Desa Selat, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

Desa Selat merupakan rekomendasi dari Ketua LPPM-Unram, karena merupakan desa yang paling terdampak di Kabupaten Lombok Barat. Dari 2104 KK di Desa Selat, 1142 rumah rusak ringan sampai hancur, dengan 5.340 pengungsi. Di desa ini tak ada korban jiwa, karena warga langsung keluar rumah begitu terasa ada gempa yang awalnya terasa kecil, lalu membesar. Beberapa yang terperangkap langsung dapat diselamatkan keluarga atau tetangga.

"Di desa itu kebetulan sedang ada 11 mahasiswa yang KKN. Semula mengenai pupuk organik, berubah menjadi KKN kebencanaan, dan mereka yang menjaga posko di kantor desa yang juga rusak," kata Irwan.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diharapkan Jadi Desa Binaan ITB

Irwan menambahkan, Sekdes dan Ketua LPPM-Unram sangat berharap Desa Selat ini dapat menjadi desa binaan ITB, dan dapat dibangun prototipe hunian sementara (huntara) bambu di desa ini. 

Di Desa Selat ini juga memungkinkan dibangun hunian sementara dari bambu, sebab bambu banyak tersedia. Tim juga bisa menggunakan tali bambu untuk ikatan, semen, terpal dan bahan material lainnya tersedia.

"Pak Sekdes berharap dapat membangun prototipe selain huntara yang dapat digunakan bersama, juga huntara untuk KK. Harapannya dapat terjadi transfer knowledge ke warga dalam tata cara membangun huntara bambu ini," kata Irwan.

Sementara itu, Tim ITB juga akan membuat peta detail Desa Selat. Adapun luas area yang akan dipetakan yakni sekitar 400-500 hektare.

Pembuatan peta ini akan menggunakan drone yang akan dibuat oleh Deni Suwardhi, Kelompok Keahlian Inderaja dan Sains Informasi Geografis, dan Mipi Ananta Kusuma, Kelompok Keahlian Geodesi, dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. 

Dari Lombok, Prof. Iswandi menyampaikan, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukannya, di wilayah Mataram kinerja struktur yang engineered (direkayasa) sudah baik. Namun, problem yang dihadapi lebih kepada komponen-komponen nonstruktural yang kurang diperhitungkan dampaknya jika terkena gempa, serta inkonsistensi antara desain dan pelaksanaannya.

"Permasalahan yang banyak ditemui adalah pada bangunan non-engineered. Kebanyakan dibangun tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bangunan tahan gempa," kata Iswandi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.