Sukses

Perjalanan Ikan-Ikan Predator Masuk Indonesia

Ikan predator jenis Arapaima Gigas dan Aligator Gar ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.

Liputan6.com, Palembang - Ikan predator yang berkembang dan menyebar di Indonesia menjadi ancaman bagi ekosistem ikan di perairan Indonesia. Dua jenis ikan predator, yaitu ikan Arapaima Gigas dan Aligator Gar bahkan sudah banyak ditemukan Pulau Jawa dan Sumatera.

Dua dari 152 jenis ikan ini, dijelaskan dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014, dilarang masuk ke Indonesia. Bahkan, ikan Aligator Gar atau nama latinnya Atractosteus Spatula sudah dilarang berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kementan) Tahun 1989.

Riza Priyatna, Kepala Pusat Karantina Ikan, Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP), mengatakan indikasi awal, dua jenis ikan predator ini diselundupkan secara ilegal dari luar negeri ke Indonesia, karena bukan merupakan ikan asli Indonesia.

Di Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa diprediksi banyak beredar dan dipelihara oleh para kolektor ikan. Ikan ini menjadi salah satu hewan peliharaan yang cukup mahal dan menyebar hingga Pulau Sumatera.

"Di Thailand, ikan ini sudah dibudidayakan, kemungkinan juga dari Singapura dan Malaysia dan masuknya dari Jakarta, lalu menyebar melalui Pantai Timur Sumatera," katanya kepada Liputan6.com, Rabu (11/7/2018).

Penyelundupan dua jenis ikan predator ini semakin mudah, karena ikan asal Brasil ini bisa bertahan dalam kondisi minim air dan daya hidup yang tinggi. Apalagi ikan ini berkembang biak dengan cara bertelur, sama seperti buaya. Sehingga tidak mudah untuk membawanya dalam jarak yang jauh.

Padahal Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelatan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP – KKP) sudah mengawasi dengan ketat di gerbang impor lintas negara.

"Kalau dulu pengiriman dari luar negeri hanya lewat bandara, tapi sekarang bisa lewat laut dan menggunakan kapal cepat. Bahkan, bisa sampai masuk ke Pelabuhan Tanjung Api-Api (TAA) Banyuasin Sumsel," katanya.

Proses pengawasan impor ikan juga semakin sulit, jika jumlahnya banyak dan anakan ikan predator yang masih kecil dicampur dengan ikan lainnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Karakteristik Ikan Predator

Tingginya permintaan para kolektor ikan predator di Indonesia membuat kuantitas dua jenis ikan ini semakin masif. Peredaran ikan predator di perairan Indonesia, juga diduga merupakan ulah para kolektor yang sudah malas memelihara ikan invasif ini.

"Seperti penemuan di Mojokerto, ikan Arapaima itu sengaja dibuang oleh kolektornya, karena sudah malas mengurusnya," ujarnya.

Di Surabaya pun, 18 ekor ikan Arapaima peliharaan dilepaskan di Sungai Brantas di Surabaya. Namun, hanya dua ekor yang bertahan hidup, karena sisanya sulit untuk beradaptasi di perairan sungai.

Ikan ini diperkirakan dilepas sekitar tahun 2007 dan mampu bertahan hidup hingga 11 tahun. Ukurannya pun bisa lebih dari tiga meter.

Karakteristik ikan peliharaan, akan sulit bertahan hidup di perairan lepas, karena perbedaan jenis air dan makanan saat dipelihara di akuarium.

Namun, keberadaan ikan predator di perairan Indonesia masih membahayakan, terutama jika ikan predator ini dibiarkan hidup di perairan Indonesia sejak anakan.

"Dari karakteristik biologisnya, kemungkinan ikan predator tidak hanya memakan ikan di perairan Indonesia, tapi bisa juga menyerang manusia. Apalagi mereka hidupnya bersolider," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Pengawasan Ikan Impor

Beberapa jenis ikan predator ini juga pernah ditemukan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Jabar), pada 2016. Mereka juga pernah menggagalkan impor ikan Arapaima Gigas dari Thailand ke Indonesia di tahun 2017. Ikan tersebut dikirim dalam kondisi mati.

Dalam minggu ini, BKIPM-KKP mengamankan sebanyak 60 ekor ikan Aligator Gar yang berasal dari Tanjung Priok Jakarta. Ada juga belasan ikan Aligator Gar yang ditemukan warga dan diserahkan pedagang ikan hias ke BKIPM KKP Palembang, Jambi dan Medan.

"KKP bukannya kecolongan, tapi seperti di Surabaya, sulit mengawasi siapa saja yang mengoleksi ikan ini dirumah. Kecuali kalau ada kasus seperti ini, baru bisa terungkap," katanya.

Sejak tahun 2012, BKIPM-KKP sudah melakukan sosialisasi dan seminar internasonal tentang larangan dan dampak masuknya ikan predator ini ke Indonesia.

Untuk memperketat pengawasan peredaran ikan predator di Indonesia, KKP sedang menggodok peraturan baru. Salah satunya berkoordinasi dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Permen KLHK tahun 2015 juga sudah mengatur tentang jenis flora-fauna yang dilindungi dan yang dilarang dilindungi," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini