Sukses

Letusan Merapi Kali Ini Jadi Berbahaya jika Hujan Deras

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIY menyebut kondisi yang terjadi di Merapi saat ini mengacu pada pola 1827 lalu.

Yogyakarta - Pertanyaan dari masyarakat yang muncul tentang letusan freatik Merapi yang berulang kali terjadi adalah seberapa besar letusan magmatiknya. Sebab, banyak orang juga meyakini karakteristik Merapi sudah berubah. 

"Merapi memang berbeda dari yang kita ketahui karena kita selalu membandingkan dengan apa yang pernah kita alami," ujar Agus Budi Santoso, Kepala Seksi Gunung Api Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIY, Kamis (24/5/2018).

Berdasarkan riwayat letusan Merapi yang dipelajarinya, erupsi Merapi kali ini berjenis efusif. Jadi ketika letusan magmatik terjadi, maka hanya berupa lelehan, bukan ledakan atau eksplosif seperti yang terjadi pada 2010.

Ia mengungkapkan sebenarnya masyarakat sudah terbiasa dengan letusan Merapi berjenis efusif. Peristiwa ini pernah terjadi pada 1997, 2001, dan 2006.

"Ancaman ke masyarakat sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan," ucap Agus. 

Meskipun demikian, kewaspadaan tetap perlu dilakukan supaya masyarakat tidak lengah. Ancaman yang paling nyata justru adalah banjir lahar hujan ketika letusan magmatik sudah terjadi dan diikuti dengan hujan deras. 

Ia menjelaskan istilah freatik muncul sebagai pembanding letusan magmatik. Letusan freatik mengacu pada pelepasan gas yang terakumulasi di permukaan, sedangkan magmatik merujuk pada suplai magma yang baru. 

Erupsi freatik menjadi awal erupsi magmatik dengan karakteristik letusan efusif. 

"Persoalannya sampai sekarang tidak ada yang tahu kapan erupsi freatik Merapi berakhir dan berganti menjadi letusan magmatik, kami hanya bisa menunggu itu," kata Agus. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pola Mirip 1872 dan 1930

Letusan freatik pernah terjadi setelah 1872 dan 1930. Erupsi ini biasanya muncul setelah terjadi letusan besar. "Dan terulang lagi setelah erupsi 2010 yang sifatnya eksplosif," tutur Agus. 

Ia mengasumsikan skenario erupsi Merapi mengacu pada pola kejadian 1872. Ada lima fase yang terjadi. 

Fase satu adalah penghancuran kubah lava dengan erupsi vulkanian VEI 1 sampai 2. Fase kedua, pertumbuhan kubah laba mencapai 10 juta meter kubik. 

Fase ketiga, tebing kawah lava longsor. Fase keempat, kubah lava runtuh menghasilkan awan panas sejauh delapan kilometer. Fase kelima, terjadi hujan dengan intensitas tinggi menimbulkan lahar di sungai yang berhulu di Merapi. 

"Saat ini yang terjadi baru fase satu, letusan freatik menghancurkan kubah lava," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.