Sukses

Kisah Konyol Paranoia Publik Akibat Teror

Selamat datang di negeri yang masyarakatnya gemar bercanda, bahkan saat dilanda ketakutan akibat teror. Inilah kumpulan kisah konyol yang inspiratif.

Liputan6.com, Semarang - Teror Bom di Indonesia menjadi semacam nutrisi. Tujuannya jelas, menebar ketakutan terhadap publik.

Paranoia ini akhirnya bermuara menjadi berbagai kisah. Lembaga keamanan negara menyikapi dengan apa yang disebut razia, operasi, peningkatan kewaspadaan. Sementara publik menyikapi dengan membagikan berbagai konten apa pun yang mereka dapat. Tak peduli benar atau tidak.

Tak jarang, paranoia itu justru melahirkan kisah-kisah konyol penuh humor. Seperti halnya waktu ada serangan teroris Bom Sarinah yang melahirkan humor dan menertawakan para teroris itu.

Tulisan ini hendak mengompilasi berbagai kisah konyol yang terjadi di tengah masyarakat maupun petugas keamanan.

Kita awali dari kisah Chrisyani Imronah. Warga kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang ini bercerita, beberapa menit setelah bom Surabaya di Mapolresta Surabaya meledak, ia pulang ke rumah setelah bepergian. Tiba-tiba Chrisyani yang berprofesi guru ini menemukan sebuah plastik kresek warna hitam tergeletak di depan pintu.

"Saya takut. Siapa pula meletakkan bom di rumah saya. Saya bukan siapa-siapa, mengapa pula harus dibom," kata Chrisyani melalui pesan singkat Whatsapp kepada Liputan6.com, Selasa (15/5/2018).

Kabar tentang pengeboman Mapolresta Surabaya dan berbagai pesan instan tentang banyaknya serangan bom di Surabaya mengharuskan Chrisyani berhati-hati. Apalagi pesan-pesan instan itu disertai foto-foto dan video akibat ledakan bom, yang entah benar entah tidak tapi menggambarkan kengerian.

"Saya lalu mengambil sebuah tongkat. Saya sentuh bungkusan itu dengan tongkat saya. Bentuknya bulat seperti tabung. Tapi ternyata tak meledak," kata Chrisyani.

Belum selesai ia memeriksa dengan tongkatnya, tiba-tiba datang seekor kucing dan mengendus-endus bungkusan itu. Cakar kucing dengan sigap merobek-robek plastik kresek itu. Ia langsung mengambil apa yang ia minati.

"Plastik itu tak meledak. Tapi saya kehilangan paha ayam di dalam plastik itu. Untung hanya paha itu yang diendus, jadi lainnya masih bisa dimakan. Ternyata plastik itu berisi nasi berkat dari tradisi nyadran di kampung," kata Chrisyani.

Begitulah kalau ketakutan sudah memenjara. Yang terjadi adalah kerugian. Karena Bom Surabaya, hilang paha ayam selamanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tim Jihandak Meledakkan Pakaian Dalam

Kisah kedua datang dari salah satu anggota Tim Gegana Polda Jateng. Sebagai anggota penjinak bahan peledak (jihandak) ia harus siaga 24 jam. Berbagai pelatihan berat ia jalani dengan sepenuh hati.

"Saya itu kalau pagi berangkat tugas, istri saya selalu berpesan agar hati-hati. Saya merasa menjadi sosok penting dan bisa menjadi salah satu pahlawan," kata anggota Gegana berpangkat Brigadir Polisi ini.

Suatu ketika, kantornya mendapat laporan via telepon ada paket mencurigakan. Saat itu, memang Indonesia juga sedang ramai isu teroris setelah serangan Sarinah. Oleh komandannya, ia dan tim diperintah berangkat.

"Tiba di lokasi, kami langsung memeriksa keadaan sekitar. Berpakaian lengkap anti api dan anti ledakan. Dengan berbekal metal detektor, kami periksa paket yang dimaksud. Kebetulan saya yang bertugas memeriksa paket itu. Deg-degan juga," kata polisi tadi.

Ia melangkah, makin mendekati paket itu, wajah anak istrinya terbayang.

"Saya bahkan sempat membayangkan kenaikan pangkat karena sukses menjinakkan bom ini. Celakanya, metal detektor saya berbunyi ketika didekatkan. Tim lalu berembuk apa yang mesti dilakukan," kata polisi tadi.

Keputusan sudah diambil. Paket itu harus diledakkan dalam tabung di bagian belakang mobil gegana. Booom…meledak sudah. Asap putih mengepul.

Beberapa menit kemudian, mobil itu kembali ke markas. Di markas itu diperiksa, apa gerangan yang sudah mereka ledakkan.

"Tahu nggak? Di dalamnya, ternyata berisi pakaian dalam. Ada celana dalam, ada BH. Saya potret saya kirim ke istri saya. Kebetulan merknya tak ikut terbakar. Istri saya malah kaget karena itu pakaian dalam yang cukup mahal. Yang harus berpuasa jika yang membelikan polisi setingkat saya," kata anggota polisi tadi tersenyum.

Meski tersenyum ada gurat kesedihan di tepi matanya. Ia tak mungkin membagikan hasilnya kepada publik karena akan menurunkan kewaspadaannya.

"Kami berlatih menghabiskan ratusan juta untuk bahan latihan, buku-buku referensi, nutrisi fisik. Mental kami sudah diasah untuk berteman dengan kematian. Bahkan, anak istri juga sudah disiapkan mentalnya, kepala keluarga akan jadi pecundang ataukah pahlawan. Tapi apa yang terjadi, karena ketakutan publik, apa yang kami punya hanya untuk menangani pakaian dalam," keluhnya.

 

3 dari 3 halaman

Mengurusi Belatung

Ada pula kisah konyol dari perumahan. Saking banyaknya berita entah di grup-grup media sosial dan perpesanan instan, sebuah perumahan yang didatangi orang dengan gangguan jiwa bahkan harus repot memeriksa sampah yang dikumpulkan pemulung itu.

"Awalnya ada pesan berantai yang meminta berhati-hati pada pemulung. Karena teroris sudah menyamar menjadi pemulung, pengemis, maupun orang gila. Siang itu di RT kami ada orang gila datang. Atas kesepakatan warga, akhirnya kami memeriksa dan menggeledah orang gila itu," kata Suyanto, ketua RT di sebuah perumahan Semarang Timur.

Memeriksa orang dengan gangguan jiwa bukan perkara mudah. Selain melawan, untuk mendekati saja butuh keberanian berlipat. Apalagi ia membawa bawaan cukup besar dalam karung.

"Kami temukan ada satu bungkusan dalam kardus kotak putih. Hanya itu yang mencurigakan. Kardus kemudian kami letakkan di tanah terbuka, kami cari tongkat untuk membuka tutup kardus," katanya.

Setelah terbuka, nyaris semua warga yang hadir muntah. Bukan hanya bau, tetapi juga karena pemandangan yang tertangkap mata mereka.

"Isinya entah apa. Yang jelas baunya busuk dan sudah penuh belatung," katanya.

Begitulah, menurut rohaniwan katholik pastor Widyo Lestari MSC, tanda-tanda lemahnya iman adalah mudah marah dan mudah diprovokasi. Sedangkan salah satu tanda menguatnya iman adalah medah diajak bercanda.

"Apa pun itu, memang masyarakat kita sering menyikapi sesuatu dengan canda. Bahkan hal paling menakutkan ya itu kematian. Hebatnya lagi, penyikapan itu bukan semata verbal namun juga perilaku," kata Romo Widyo.

"Yang jelas ini perbuatan manusia yang hidupnya kering. Saya tahu persis Islam tak mengajarkan kekerasan. Semoga mereka yang hidupnya kering itu diampuni karena mereka tak tahu yang diperbuatnya," dia menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.