Sukses

Kisah Pengemudi Avanza Dihentikan Mendadak oleh Korban Bom Gereja di Surabaya

Pengemudi Avanza itu tak mengira ia membawa korban serangan bom di gereja Surabaya saat ia mengantarkan orang tua yang terluka di kepala ke rumah sakit.

Liputan6.com, Surabaya - Pagi itu, Minggu, 13 Mei 2018, Iman tidak berada jauh dari lokasi Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di wilayah Ngagel, Surabaya, Jawa Timur. Ia kebetulan melewati kawasan setempat setelah mengisi bahan bakar minyak untuk kendaraannya.

Iman tiba-tiba terkejut karena mendengar suara ledakan keras, tidak jauh dari lokasi ia berada. Ia kemudian menghentikan laju mobil Avanza yang dikendarainya. Kala bertanya kepada warga sekitar mendapatkan jawaban bahwa ledakan itu bersumber dari trafo karena korsleting listrik.

Berusaha tidak menghiraukan, kaki Iman kemudian perlahan-lahan kembali menginjakkan pedal gas untuk melanjutkan laju mobilnya yang sempat terhenti beberapa menit akibat kaget.

Namun, betapa kagetnya ia ketika ada rombongan sekeluarga tiba-tiba menghentikan laju mobil Iman dan meminta diantarkan ke rumah sakit terdekat.

Tanpa berpikir panjang, pria yang mengaku bekerja di sebuah kantor di Surabaya itu langsung membuka pintu dan mempersilakan rombongan keluarga menaiki mobilnya.

Pedal gas pun diinjak kembali lebih dalam untuk mempercepat laju mobil menuju Rumah Sakit Bedah Surabaya di Jalan Manyar. Ia melihat orang tua yang kepalanya terluka dan membutuhkan perawatan segera.

Hal itu yang membuat ia tidak berpikir panjang untuk menanyakan apa yang terjadi dan kemudian mengantarkan mereka ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Iman baru tahu bahwa keluarga yang diantarkannya itu adalah salah satu korban ledakan bom di gereja. Beberapa menit kemudian, korban lainnya berdatangan ke rumah sakit tersebut untuk mendapatkan perawatan.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lapor ke Stasiun Radio

Matahari pun masih tampak terlihat belum meninggi. Jam dinding di rumah sakit itu menunjukkan waktu sekitar pukul 09.00 WIB. Iman bergegas menelepon salah satu stasiun radio di Surabaya untuk melaporkan apa yang ia alami beberapa menit sebelumnya.

Suaranya terdengar agak terpatah-patah karena mengingat suara ledakan cukup keras yang ia dengar sebelumnya dan membuat tertekan. Dalam laporan itu, Iman terdengar masih tegar dengan menjelaskan secara detail kronologi kejadian yang ia alami.

Berbeda dengan Elly. Ia tidak mampu menyelesaikan ceritanya usai kejadian ledakan karena tubuhnya bergetar. Cerita kejadian itu ia tutup dengan tangisan.

Elly, salah satu jemaat Gereja Santa Maria Tak Bercela Ngagel itu, mengaku syok atas kejadian yang dia alami. Penjelasannya terkait dengan peristiwa ledakan di lokasi gereja itu tidak bisa disampaikan secara detail.

Selama 40 tahun lebih berada di Surabaya, ia menyebut tidak pernah mengalami kejadian seperti itu.

"Saya melihat banyak korban yang ingin saya tolong, tapi dilarang anak saya dan ditarik untuk segera pergi dari lokasi karena tidak aman," tutur Elly. Ia pun kemudian tidak mau kembali bercerita.

Ungkapan Iman dan Elly itu merupakan sepenggal kisah yang dialami masyarakat akibat peristiwa ledakan bom di tiga lokasi di Surabaya, yakni Gereja Santa Maria Tak Bercela Ngagel, GKI Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuna.

3 dari 3 halaman

Layanan Psikologi

Menteri Sosial Idrus Marham mengatakan korban dan masyarakat di sekitar kejadian akan mengalami trauma akibat peristiwa tersebut. Maka itu, Kementerian Sosial menerjunkan 25 personel Tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) untuk membantu memulihkan kondisi psikologi para korban teror bom di dekat gereja di Surabaya itu.

"Ini adalah tanggung jawab negara. Dengan adanya Tim LDP, diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan menghapus trauma korban dan keluarga korban secara perlahan-lahan. Kami akan berupaya sebaik mungkin menangani korban dan keluarganya," kata dia.

Selain personel LDP, Kemensos juga menurunkan Taruna Siaga Bencana (Tagana) berjumlah 30 orang, ditambah Tenaga Pelopor Perdamaian, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dan Dinas Sosial Kota Surabaya untuk membantu para korban.

Ia mengatakan korban bencana sosial biasanya merasa takut, cemas, dan was-was. Mereka juga tidak mau ditinggal sendiri dan mudah curiga kepada orang lain.

Karena itu, Tim LDP harus menggunakan seragam sebagai identitas, sehingga mudah dikenali dan memberikan rasa percaya terhadap korban. Mereka juga diperintahkan untuk terus dekat dengan para korban bom.

"Penuhi kebutuhannya. Jadilah pendengar yang baik. Biarkan mereka ekspresikan perasaannya karena itu salah satu upaya mental katarsis untuk penyembuhan mereka dari kejadian traumatis," kata Idrus.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan personel tim tersebut disebar ke tiga titik lokasi kejadian. Sebagian lainnya mendata korban di empat titik rumah sakit.

"Tim di lapangan secara intensif melakukan pendataan by name by address seluruh korban meninggal maupun korban luka-luka untuk keperluan pendampingan lebih lanjut dan penyiapan santunan untuk ahli waris korban meninggal serta bantuan korban luka," katanya.

Anggota LDP Provinsi Jawa Timur Twi Adi mengatakan salah satu upaya yang dilakukan timnya membantu mempertemukan keluarga korban dengan korban.

"Tim kami menemukan seorang nenek yang menangis dan kebingungan di rumah sakit dan mencari adiknya yang hilang. Beliau dilaporkan melakukan ibadah di gereja GPPS Jalan Arjuna," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.