Sukses

3 Makanan Khas Jambi Ini Hanya Ada Saat Bulan Ramadan

Oleh warga Jambi tiga jenis makanan itu merupakan menu prestisius yang biasa dibuat hanya saat Ramadan, Lebaran, atau hari-hari tertentu saja.

Liputan6.com, Jambi - Bulan suci Ramadan segera tiba. Saat itulah biasa muncul berbagai variasi menu makanan langka. Seperti di Jambi, ada beberapa makanan yang hanya ada saat bulan suci Ramadan.

Salah satu daerah di Jambi yang banyak menyimpan racikan menu langka khas warga Melayu Jambi adalah Kabupaten Muarojambi. Daerah yang bersebelahan dengan Kota Jambi ini memang dikenal sebagai "gudang" makanan khas Jambi.

Hal itu bisa terjadi sebab Muarojambi dikenal sebagai daerah tua yang merupakan bekas peradaban kuno yang berada di sepanjang aliran Sungai Batanghari, Jambi. Buktinya adalah temuan kompleks candi terluas di Asia Tenggara, yakni Candi Muarojambi yang luasnya mencapai 12 kilometer persegi.

Ada beberapa kuliner langka berbahan ikan yang amat sulit ditemui apabila dicari di restoran atau rumah makan. Menu ini dibuat sesekali oleh warga Muarojambi apabila ada acara khusus, seperti untuk berbuka puasa saat Ramadan.

1. Gangan Palapa

Makanan satu ini disebut sebagai menu langka. Sesuai namanya, gangan palapa menjadi menu prestisius dari Kabupaten Muarojambi yang berbahan utama ikan segar. Utamanya ikan toman, patin, atau gabus.

Indah (39), salah seorang warga Muarojambi, mengatakan, menu gangan palapa hampir sudah tidak terdengar lagi. Selain kaya akan bumbu dan rempah-rempah, gangan palapa sebelumnya adalah makanan prestisius sebagai penanda status sosial masyarakat lampau.

Menurut Indah, makanan yang hampir mirip masakan pindang ini, pembuatannya sebenarnya sederhana. Namun, membutuhkan kecermatan tinggi dalam mengolahnya.

"Jangan lama dipanasi, jangan diaduk. Jika itu dilanggar, maka bisa gagal," ujar Indah, Selasa, 1 Mei 2018 lalu.

Gangan palapa, kata Indah, termasuk makanan yang sehat. Itu karena dalam proses memasaknya tidak menggunakan minyak maupun santan. Bumbu-bumbu yang digunakan juga segar. Biasanya, hidangan ini dilengkapi dengan lalapan segar dan sambal bacan.

"Biasanya kami memasaknya saat Ramadan atau Lebaran saja. Siapa saja bisa memakannya tidak ada pantangan, karena makanan ini sehat," ucap Indah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

2. Ikan Senggung

Ridho (34), salah seorang warga Seberang, Kabupaten Muarojambi, mengatakan, menu ikan senggung amat sulit ditemui. Hampir tak ada warung makan atau restoran yang menjualnya.

"Ini karena proses memasaknya yang butuh waktu lama, sampai empat jam karena harus dibakar," ujar Ridho.

Menurut dia, ikan senggung berbahan ikan gabus atau toman. Ikan yang sudah dibersihkan dan diberi bumbu dimasukkan ke dalam bambu sepanjang satu meter. Setelah itu bambu tersebut dibakar di atas api yang kecil, nyaris lebih mirip diasapi.

"Rasanya sangat enak. Biasanya kami memasaknya sebagai menu berbuka puasa atau saat Lebaran sebagai hidangan khusus. Kalau hari biasa hampir tidak pernah," ucap Ridho.

Menu ikan senggung biasanya hanya ada di restoran khusus yang menjual menu tradisional Jambi. Harganya terbilang cukup tinggi dibanding makanan biasa lainnya. Seporsi ikan senggung isi ikan gabus dihargai Rp 55 ribu. Sementara, untuk isi ikan toman bisa lebih mahal lagi.

 

3 dari 3 halaman

3. Gulai Pucuk Rotan

Sebagian besar orang mengenal rotan adalah bahan dasar kerajinan tangan. Namun, bagi warga Kabupaten Muarojambi, rotan tidak hanya bisa digunakan untuk membuat berbagai macam kerajinan, tapi juga bisa diolah menjadi menu makanan yang menggoda selera.

Rotan yang digunakan adalah bagian ujung muda atau pucuknya. Gulai pucuk rotan sudah sejak lama dikenal oleh warga Muarojambi, mengingat daerah ini banyak ditumbuhi rotan saat masih banyak hutan. Seiring perkembangan manusia dan perluasan kawasan perkebunan, tumbuhan rotan mulai sulit didapat.

Udin, salah seorang warga Sengeti, ibu kota Kabupaten Muarojambi, mengatakan, menu gulai pucuk rotan adalah menu spesial yang biasanya hanya ada saat Ramadan atau Lebaran. Rasa menu ini dikenal gurih, segar, dan beraroma alami.

Bahkan, gulai pucuk rotan disebut bisa menyehatkan gigi, menyegarkan napas, hingga membuat awet muda. "Tak hanya gulai, pucuk rotan bisa direbus dijadikan lalapan," ujar Udin.

Sebelum dimasak gulai, pucuk rotan terlebih dahulu dibakar atau direbus. Ini agar umbi yang ada di bagian dalam masak. Sebab, umbi itulah yang nantinya dikonsumsi. Saking spesialnya, menu gulai pucuk rotan justru paling dicari warga Muarojambi saat Ramadan atau Lebaran dibandingkan menu daging.

"Biasanya saat Ramadan ada yang menjual gulai pucuk rotan. Kalau hari biasa tidak ada makanan ini," ucap Udin.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.