Sukses

Terpidana Korupsi Bansos Sulsel Masih Terima Gaji Anggota Dewan Rp 37 Juta

Sekretaris Dewan mengaku belum menerima salinan putusan inkrah atas kasus terpidana korupsi Bansos Sulsel, sementara putusan MA sudah diterima Kejaksaan sebulan lalu.

Liputan6.com, Makassar - Meski menyandang status terpidana kasus korupsi penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) Sulawesi Selatan dan saat ini sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Makassar, Mustagfir Sabri alias Moses masih menikmati gaji penuh sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar (DPRD Makassar) asal Fraksi Partai Hanura.

"Iya masih menerima gaji full karena kami belum menerima putusan Mahkamah Agung(3495935 "") (MA) dari pihak Kejaksaan. Saya melanggar jika langsung memutuskan itu sementara putusan belum ada kami terima di Sekretariat Dewan," kata Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Makassar, Adwi Umar via telepon, Selasa (8/5/2018).

Ia merinci, gaji yang diterima Mustagfir Sabri sebagai anggota Komisi A DPRD Makassar total berjumlah Rp 37 juta per bulan. Itu termasuk dengan tunjangan yang didapatkan sebagai anggota Dewan.

"Tapi untuk tunjangan konsultasi, ia tak dapat karena tak pernah hadir," ucap Adwi.

Adwi mengatakan untuk menyetop pemberian gaji kepada Mustagfir Sabri selaku anggota dewan, ia terlebih dahulu harus menerima salinan putusan inkrah kasus korupsi bansos yang menjerat Mustaghfir dari pihak Kejaksaan untuk menjadi dasar penghentian gajinya sebagai anggota Dewan.

"Hari ini kami menyurat ke Kejari Makassar agar salinan putusan MA perkara yang menjerat Mustagfir Sabri bisa segera diberikan ke kami untuk jadi dasar," tutur Adwi.

Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Salahuddin mengatakan sudah mengeksekusi Mustagfir Sabri bulan lalu sesuai dengan perintah putusan Mahkamah Agung (MA).

Mengenai gaji yang sampai saat ini masih diterima oleh Mustagfir Sabri sebagai anggota Dewan meski sudah berstatus terpidana dan sedang menjalani masa hukuman di Lapas Klas 1 Makassar, Salahuddin enggan mengomentari.

"Pada dasarnya kami tak punya kewenangan mencampuri itu. Putusan kan dikeluarkan oleh MA dan diberikan kepada kami untuk mengeksekusi. Hanya mengeksekusi. Jadi, seharusnya setelah eksekusi waktu itu, Sekwan menyurat ke kami untuk meminta salinan putusan itu. Pasti segera kami berikan," ucap Salahuddin.

Sementara, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Hanura Makassar, M Yunus mengatakan tidak ingin mencampuri jauh mengenai urusan gaji yang sampai saat ini masih diterima penuh oleh Mustagfir Sabri.

"Putusan perkara korupsi yang menjeratnya sudah ada. Kita masih proses mengenai Pengganti Akhir Waktu (PAW) nya. Itu saja," singkat Yunus via telepon.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mustagfir Dieksekusi Jaksa Dirumahnya

Tim gabungan Kejaksaan Negeri Makassar bersama dengan Kepolisian mengeksekusi legislator asal Partai Hanura, Mustagfir Sabri, terpidana kasus korupsi penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) Sulsel, Senin, 9 April 2018. Ia  ditangkap di rumahnya di Jalan Daeng Tata, Makassar dan selanjutnya dibawa ke Lapas Klas 1 Makassar.

Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah menyebarkan putusan kasasi perkara korupsi penyelewengan dana bansos Pemprov Sulsel yang menjerat Mustagfir Sabri melalui laman resminya. Dimana putusan yang berstatus inkrah tersebut bernomor 2703 K/Pid.Sus/2015 yang resmi diputus pada Kamis, 16 Juni 2016.

Dari data laman resmi MA disebutkan bahwa sidang vonis perkara yang menjerat Mustagfir Sabri dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Salman Luthan dan Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago dan MS Lumme.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Mustagfir Sabri telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.

Dan atas perbuatannya itu, ia dijatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka ia dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan 6 bulan.

Selain itu dalam putusan MA tersebut, ia juga dijatuhi hukuman tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 230.000.000 dengan ketentuan jika ia tidak membayar uang pengganti tersebut, dalam waktu 1 bulan sejak putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti yang dimaksud.

Jika ia tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, hukumannya akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun serta terakhir MA memerintahkan ia untuk segera ditahan.

 

3 dari 3 halaman

Perjalanan Kasus

Awalnya, Mustagfir Sabri divonis bebas di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, tepatnya 2015. Atas putusan bebas tersebut, jaksa penuntut umum melawan dengan melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Pada tanggal 16 Juni 2016, MA mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menjatuhkan vonis penjara 5 tahun penjara terhadap Mustagfir Sabri melalui laman resminya.

Mahkamah Agung berpendapat bahwa Mustagfir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum dalam dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Dalam proyek penyaluran dana bansos, Mustagfir Sabri diketahui sebagai salah seorang yang memasukkan proposal untuk Pembangunan Kelas Baru Sekolah Tsanawiyah Yayasan Al Hidayah yang dibuat oleh Kepala Sekolahnya Arqam Abdul Rahman ke Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendapatkan dana Bansos dengan usulan anggaran yang ia ajukan sebesar Rp 300.000.000. Belakangan, anggaran yang disetujui sebesar Rp 230.000.000.

Setelah cair, Mustagfir Sabri tidak menggunakan dana sebagaimana tujuan penggunaannya. Melainkan dana tersebut ia gunakan untuk kepentingan pribadinya sehingga atas perbuatannya negara dirugikan sebesar Rp 230.000.000.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.