Sukses

Jalan Kelam Kepulangan 71 TKI Ilegal dari Malaysia, Dipalak hingga Bertahan Hidup di Hutan

Tak mudah bagi 71 TKI ilegal dari Malaysia yang hendak pulang ke Tanah Air, dari menerjang ombak hingga bertahan hidup di hutan. Toh tertangkap juga di Pantai Nongsa.

Batam - Niat hati 71 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di Malaysia bisa pulang dengan selamat ke kampung halaman di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun jalur ilegal yang ditempuhnya membuat mereka harus menyusuri hutan di negeri jiran, lalu menerjang laut untuk bisa menyeberang ke tanah air.

Sesampai di Pantai Bale-Bale, Nongsa, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Kamis, 3 Mei 2018 mereka diringkus aparat Satreskrim Polresta Barelang. Selain mengamankan 71 TKI ilegal, polisi juga menangkap sembilan orang yang diduga terlibat dalam pengiriman pulang para TKI itu dari Malaysia menuju Batam.

Sulaiman, salah seorang TKI, mengungkapkan bahwa kepulangannya dari Malaysia memang melalui jalur ilegal. Karena itu, tantangan sepanjang perjalanan juga tidak mudah.

Mengenakan kaus oranye berkerah, pria 38 tahun itu mengatakan, para agen TKI jalur ilegal memintanya membayar 1.350 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp 4,7 juta (kurs Rp 3.546) untuk biaya pulang ke Lombok melalui jalur gelap. Setelah membayar, Sulaiman berangkat ke salah satu daerah yang baru dikenalnya di Malaysia.

"Kami ditampung dulu sehari semalam di rumah atau mes yang berada di dekat hutan. Di penampungan itu kami dimintai tambahan biaya RM 30 (Rp 106 ribu)," kata Sulaiman.

Menurut agen yang akan mengantar pulang, mereka ditampung untuk memastikan situasi aman ketika menyusuri hutan sebelum berangkat. Sebab, polisi Malaysia berpatroli setiap saat di hutan tersebut. Setelah dirasa cukup aman, mereka mulai masuk ke hutan menuju bibir pantai pada Rabu, 2 Mei 2018 sekitar pukul 17.00 WIB.

"Kami jalan keluar masuk hutan. Setelah lewat hutan, kami masuk lagi ke perkebunan sawit. Di dalam hutan kami tidak boleh menyalakan handphone dan harus ikut arahan agen yang membawa kami," tuturnya.

Menurut Sulaiman, jika ada polisi Malaysia yang mencium keberadaan mereka, para TKI ilegal itu terpaksa bersembunyi di dalam hutan sampai waktu tak terhingga. Untuk makan, mereka hanya mengonsumsi perbekalan yang disiapkan sebelum berangkat.

"Di hutan itu kami berjalan sampai enam jam. Itu kami jalan malam hari. Kalau tidak bawa bekal, terpaksa nunggu sampai di Indonesia dulu baru makan," bebernya.

Setelah berjalan sekitar enam jam, mereka sampai dibibir pantai sekitar pukul 24.00 WIB. Di sana para TKI ilegal menunggu speed boat yang akan membawa mereka ke Pantai Bale-Bale, Nongsa.

"Boat itu tidak jemput ke tepi. Kami jalan sampai ke tengah. Air setinggi dada. Di tengah laut itu semua berebut naik. Kami sudah takut boat itu pecah karena berdesakan," katanya.

 

Baca berita menarik lainnya dari JawaPos.com di sini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diturunkan di Pantai

Setelah semua naik boat, tekong perahu tancap gas menuju Pantai Bale-Bale, Nongsa. Sama dengan saat mereka berangkat dari Malaysia, tekong kembali menurunkan puluhan TKI itu jauh dari bibir pantai. Mereka terpaksa mengarungi air setinggi dagu untuk sampai daratan.

"Sebelum turun kami diminta lagi uang Rp 700 ribu setiap orang. Katanya untuk uang keamanan di pantai. Tapi, saya tidak mengerti uang keamanan apa," katanya heran.

Jika tidak tertangkap polisi di bibir pantai itu, puluhan TKI tersebut langsung dinaikkan ke dua mobil yang sudah menunggu di bibir pantai. Mereka kembali dibawa ke tempat penampungan di Batam sebelum diberangkatkan ke daerah asal masing-masing. Tetapi, Sulaiman mengatakan belum mengetahui di mana dia akan ditampung di Batam.

Wakapolresta Barelang AKBP Muji Supriadi mengatakan, tekong yang membawa para TKI itu langsung kabur setelah menurunkan penumpangnya jauh dari bibir pantai. Hingga kini, pihaknya masih memeriksa seluruh TKI ilegal tersebut dan sembilan orang yang diduga terlibat dalam pengiriman mereka.

"Kami mintai dulu keterangan semua. Setelah itu, kami melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka," tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.