Sukses

Kisah Para Penyintas di Tengah Pusaran E-KTP

Jika kolom agama dalam e-KTP atau KTP-el dikosongkan, penghayat kepercayaan kerap dituduh ateis.

Liputan6.com, Cilacap - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) meninggalkan trauma mendalam bagi para penyintas. Trauma ini bahkan berkepanjangan hingga setengah abad berikutnya, ketika pemerintah memutuskan untuk memberi tanda setrip ( - ) bagi penghayat kepercayaan di kolom agama KTP Elektronik (E-KTP atau KTP-el).

Tak hanya yang terlibat, para penghayat kepercayaan pun dituduh ateis. Ateis diasosiasikan sebagai komunis dan lantas dinisbatkan sebagai bagian dari peristiwa berdarah tahun 1965.

Sebab itu, sebagian besar penganut agama lokal di Cilacap, Jawa Tengah, terpaksa memilih agama tertentu di KTP-el mereka. Pasalnya, jika kolom agama dalam KTP-el dikosongkan, penghayat kepercayaan kerap dituduh ateis yang identik dengan PKI.

Padahal, jauh hari sebelum kebijakan KTP-el, pada tahun 1961 sudah keluar undang-undang yang melindungi penghayat kepercayaan yang ditandai dengan KTP setrip ( - ) pada kolom agama yang kemudian diperkuat dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 mengenai pedoman pemeluk kepercayaan yang belum diakui sebagai agama.

"Acuannya pada waktu itu sekali lagi perisitiwa 1965. Itu sebetulnya traumanya. Itu kenapa kami tidak memaksakan KTP pada masing-masing paguyuban," ucap Basuki Raharja, Badan Koordinasi Organisasi Kepercayaan (BKOK) Cilacap, kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Lantaran itulah, BKOK yang kini berubah nama menjadi Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), pun tidak pernah memaksa penghayat untuk mengosongkan kolom agama untuk mencegah konflik di tengah masyarakat. Basuki tak ingin mereka menjadi korban diskriminasi lantaran KTP-el setripnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kartu Anggota untuk Penghayat Kepercayaan

Namun, agar secara administrasi tetap tercatat, BKOK membuat kartu anggota paguyuban yang bernaung di bawah MLKI. Ini agar secara hukum mereka tetap memiliki payung lembaga.

"Karena ini yang akan mempertanggungjawabkan secara hukum. Kami harus menyiasati sistem agar penghayat kepercayaan tetap berjalan kepercayaannya, saya mengidentifikasi sebagai penghayat kepercayaan yang perlu dilindungi," dia menegaskan.

Basuki pun menyambut baik rencana pemerintah untuk membuatkan KTP khusus untuk penghayat kepercayaan. Pembuatan KTP khusus ini dinilai akan mengurangi risiko diskriminasi pada penghayat kepercayaan.

Keberadaan KTP dengan kolom khusus yang menunjukkan bahwa pemiliknya adalah penghayat kepercayaan akan menjelaskan seseorang bukan ateis atau tak ber-Tuhan. Sering kali penghayat dianggap tak beragama ketika menunjukkan KTP setrip pada KTP-el yang berlaku sekarang.

Lebih dari itu, menurut Basuki, pencantuman kepercayaan pada KTP-el juga menunjukkan bahwa pemerintah atau negara semakin mengakui eksistensi para penghayat kepercayaan.

3 dari 3 halaman

MLKI Tak Hendak Tekan Pemerintah Segera Terbitkan E-KTP Khusus

Namun begitu, MLKI Cilacap tetap berkomitmen untuk tak terburu-buru menekan pemerintah agar segera membuat e-KTP khusus untuk penghayat kepercayaan. Mereka tetap menunggu surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk pembuatan KTP khusus penghayat.

Sebab, saat ini, pemerintah tengah disibukkan dengan berbagai agenda nasional. Termasuk, Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 27 Juni mendatang.

"Cilacap itu kita nanti menunggu surat edaran dari Mendagri. Kalau yang satu per satu (bikin KTP-el) sih sudah jalan sih. Ya, seperti kalau akan melakukan pernikahan,” dia menerangkan, Rabu, 25 April 2018.

Basuki mengemukakan, sebelum ada KTP setrip, penghayat kepercayaan mesti mencantumkan agama tertentu di KTP-nya masing-masing. Namun, banyak yang enggan mencantumkan, sehingga kerap kesulitan memperoleh pelayanan publik, termasuk saat menikah.

Lantaran hanya menikah secara adat, banyak penghayat kepercayaan yang tak menerima program perlindungan sosial. Pasalnya, salah satu prasyarat penerimaan manfaat perlindungan sosial adalah dokumen kewarganegaan. Padahal, banyak penghayat yang berasal dari ekonomi lemah.

Data MLKI, di Cilacap, terdapat 99 ribu penganut kepercayaan di 29 kelompok atau paguyuban yang berbeda. Mereka tersebar dari Cilacap barat di Dayeuhluhur, hingga ujung timur Kroya.

Dia pun berharap setelah ada KTP-el khusus penghayat kepercayaan, diskriminasi yang pernah terjadi tak akan terulang, meski pengurusan KTP-el pun masih karut-marut hingga sekarang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.