Sukses

Saksi Ungkap Peran Asisten Zumi Zola Atur Suap RAPBD Jambi

Saksi juga mengungkapkan sebelum suap RAPBD Jambi juga terindikasi ada di tahun sebelumnya.

Liputan6.com, Jambi - Terdakwa kasus suap RAPBD Jambi 2018, Supriono, baru saja menjalani sidang perdana di pengadilan negeri tindak pidana korupsi (tipikor) Jambi. Supriono adalah anggota DPRD Jambi yang ikut terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK akhir November 2017 lalu.

Oleh jaksa KPK, Supriono yang juga politikus PAN didakwa sebagai penerima suap agar RAPBD Jambi 2018 segera disahkan oleh DPRD. Dari tangan dia dan Saifudin (terdakwa lain), KPK menyita barang bukti uang senilai Rp 400 juta.

Atas ulahnya itu, Supriono dikenakan Pasal 12 huruf a, b dan pasal 11 sesuai Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Pada sidang yang digelar Rabu siang, 18 April 2018 itu, jaksa KPK juga menghadirkan sejumlah saksi. Di antaranya, Dheny Ivantriesyana Poetra, Ivan Wahyudi dan Wasis Sudibyo, ketiganya adalah staf di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi.

Kemudian ada Muhammadiyah (anggota DPRD Jambi), Emi Nopisah (Sekretaris DPRD Jambi), Rasmi Murdani (staf DPRD Jambi), dan Syafrial MY dari Bappeda Provinsi Jambi.

Selain Supriono, tiga terdakwa lain suap RAPBD Jambi sudah terlebih dahulu diminta pertanggungjawabannya di muka persidangan. Mereka adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi Erwan Malik, mantan Asisten III Saipudin dan mantan Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi Arfan.

Dalam tuntutan jaksa itu, ketiga terdakwa terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu, yakni memberi uang tunai Rp 3,4 miliar kepada penyelenggara negara, yaitu kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019.

Pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD Provinsi Jambi memperlancar pembahasan dan menyetujui pengajuan RAPBD Jambi 2018.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Saksi Ungkap Fakta Baru

Dalam sidang tersebut, sejumlah saksi memberikan keterangannya. Salah satunya adalah Muhammadiyah. Fakta baru pun muncul dari keterangan politisi Gerindra ini.

Dari keterangannya ada indikasi, suap RAPBD Jambi tak hanya sekali ini saja terjadi. Namun, sudah pernah terjadi pada tahun sebelumnya, yakni saat usulan RAPBD Jambi 2017 masuk ke DPRD.

"Ada dalam bentuk uang Rp 200 juta, ada juga yang dapat proyek," ucap Muhammadiyah memberikan kesaksiannya.

Bahkan, ia juga mengaku pernah dijanjikan proyek oleh asisten Zumi Zola saat itu yang bernama Apif Firmansyah.

"Tapi tidak ada realisasinya," ucap dia.

Fakta baru persidangan ini juga dibenarkan jaksa penuntut dari KPK, Iskandar. Menurut dia, ada saksi yang menerangkan terkait 2016 ada janji pemberian uang atau proyek kepada sejumlah anggota DPRD yang tidak merata.

 

3 dari 3 halaman

Dituntut 30 Bulan Penjara

Pada sidang sebelumnya, oleh jaksa, tiga terdakwa kasus suap RAPBD Jambi dituntut hukuman penjara 30 bulan atau 2,5 tahun penjara.

Mereka adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi Erwan Malik, mantan Asisten III Saipudin, dan mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arfan.

Dalam tuntutan jaksa itu, ketiga terdakwa terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu, yakni memberi uang tunai Rp 3,4 miliar kepada penyelenggara negara yaitu kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019.

Pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD Provinsi Jambi memperlancar pembahasan dan menyetujui pengajuan RAPBD Jambi 2018.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 5 ayat 5 serta Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa adalah perbuatan ketiga terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi dan hal yang meringankan mereka adalah jujur, sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum," ujar jaksa Feby membacakan tuntutan ketiga terdakwa.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.