Sukses

Tanpa Penasihat Hukum, Nelayan Myanmar Dituntut Denda Rp 200 Juta

Nelayan Myanmar hanya didampingi seorang penerjemah, warga Rohingya, saat JPU menuntutnya denda Rp 200 juta.

Liputan6.com, Banda Aceh - Seorang nelayan asal Myanmar, Win Su Htwe, didakwa mencuri ikan di perairan Indonesia. Dia dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zuhri di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin (9/4/2018), dan Faisal Mahdi bertindak sebagai ketua majelis hakim.

Terdakwa hadir ke persidangan tanpa didampingi penasihat hukum. Namun, ia didampingi juri bahasa M Jabar, asal Rohingya, Myanmar, yang sudah lima tahun tinggal di Rumah Detensi Imigrasi, Medan, Sumatera Utara.

JPU Zuhri mengatakan, Win Su Htwe merupakan nakhoda kapal kayu dengan nama SLFA 4935 berbendera Malaysia. Terdakwa ditangkap saat menangkap ikan di perairan Provinsi Aceh, Indonesia, pada 24 Januari 2018 sekitar pukul 04.46 WIB.

"Terdakwa ditangkap bersama tiga anak buah kapalnya oleh kapal patroli Kementerian Kelautan Perikanan atau KKP Hiu 12. Terdakwa ditangkap di perairan Indonesia, Selat Malaka," kata dia, dilansir Antara.

Saat ditangkap, JPU melanjutkan, di kapal yang dinakhodai terdakwa terdapat 720 kilogram ikan campuran hasil tangkapan di perairan Indonesia. Terdakwa tidak mampu memperlihatkan dokumen izin menangkap ikan di perairan Indonesia.

JPU menyebutkan, perbuatan Win Su Htwe terbukti melanggar Pasal 92 juncto Pasal 26 Ayat (1) UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.

"Memohon kepada majelis hakim menghukum terdakwa membayar Rp 200 juta subsider enam bulan penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencurian ikan di Indonesia," kata JPU Zuhri.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Duit Rp 2 Juta Dirampas

JPU juga menuntut barang bukti berupa satu unit kapal kayu, alat navigasi, alat komunikasi, alat tangkap, dan lainnya agar dimusnahkan. Sedangkan, uang tunai hasil penjualan ikan sekitar Rp 2 juta lebih diserahkan kepada negara.

"Kami juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, terdakwa tidak menghormati upaya Pemerintah Indonesia memberantas penangkapan ikan ilegal serta merusak sumber daya perikanan Indonesia," kata JPU Zuhri.

Terdakwa Win Su Htwe dalam pembelaannya, memohon kepada majelis hakim memutuskan hukuman ringan kepada dirinya. Ia juga berharap kasusnya selesai dan bisa kembali ke Myanmar.

"Saya menyesali perbuatan dan tidak akan mengulanginya. Saya berharap majelis hakim bisa segera memutuskan perkara ini," ungkap Win Su Htwe dalam bahasa Myanmar yang diterjemahkan M Jabar.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.