Sukses

Hotel Tugu Yogyakarta, Saksi Sejarah yang Terabaikan

Hotel Tugu dan Stasiun Tugu menjadi saksi peristiwa revolusi Indonesia, terutama saat ibu kota RI hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta.

Yogyakarta - Banyak kalangan ingin melestarikan keberadaan bangunan bekas Hotel Tugu di ujung Jalan Margo Utomo bagian Selatan, Yogyakarta. Hal itu tidaklah berlebihan. Sebab, bangunan tersebut sangat bersejarah dan menjadi bagian perjalanan sejarah Yogyakarta.

"Kalau ditinjau dari sisi sejarahnya, Hotel Tugu memang sangat bersejarah. Pembangunannya sejajar dengan pendirian Stasiun Tugu Yogyakarta yang menjadi akses transportasi kereta api di segitiga Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta pada waktu itu," ungkap sejarawan UGM, Djoko Suryo kepada KRJogja.com, Rabu, 4 April 2018.

Djoko Suryo menjelaskan sekitar 1875 dibangun stasiun kereta api pertama di Yogyakarta, yakni Lempuyangan. Untuk melanjutkan jalur ke Barat, dibangun Stasiun Tugu di era 1880-an. Saat itu, juga dibangun Hotel Tugu yang letaknya persis di seberang Stasiun Tugu sebagai tempat menginap pengguna kereta api yang singgah di Yogyakarta.

"Dengan demikian, bangunan tersebut dibangun pada abad ke-19 yang jika dilihat dari usianya sudah layak menjadi cagar budaya (CB). Belum lagi ketika mengetahui nilai kesejarahannya yang memang layak ditetapkan cagar budaya," dia menegaskan.

Dengan posisinya sebagai bagian sejarah Yogyakarta, kata Djoko, pemerintah semestinya mengupayakan memelihara Hotel Tugu sebagai monumen bersejarah.

Jika saja Hotel Tugu ini bisa 'dihidupkan' sejalan dengan proses pengembangan Stasiun Tugu saat ini, sudah pasti akan memperkuat nilai historis di sepanjang Sumbu Filosofi dan mendukung pengajuan sebagai warisan budaya dunia.

Hotel Tugu dan Stasiun Tugu, menurut Djoko, menjadi saksi peristiwa revolusi Indonesia, terutama saat ibu kota RI hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Ketika itu, mobilisasi pejabat banyak menggunakan kereta api dan bertahan di Hotel Tugu sebelum ke Gedung Agung.

"Jika mampu mempertahankan eks Hotel Tugu sebagai hotel lagi, monumen atau lainnya dengan tetap memegang konsep cagar budaya, akan sangat mendukung sektor wisata," katanya.

Kepala Dinas Pariwisata Yogyakarta Aris Riyanta menilai, sangat bagus dan layak jika eks Hotel Tugu dikelola menjadi heritage yang memiliki ruang pamer untuk benda-benda seni dan bersejarah. Jika dapat dikembangkan, akan mampu menghadirkan varian sebagai upaya memantik daya tarik wisatawan. Bahkan, bukan tidak mungkin dapat menjadi alternatif tempat pameran seni.

 

Baca berita menarik lainnya dari KRJogja.com di sini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagai Gajah di Pelupuk Mata Tak Terlihat

Ketua Lembaga Seni, Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY yang juga pemerhati budaya, KRT Akhir Lusono mengibaratkan eks Hotel Tugu bagaikan 'gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan kelihatan'.

Sebab, posisinya yang berada di jantung Kota Yogyakarta harusnya terus menjadi perhatian. Dia mengharapkan pemilik kawasan eks Hotel Tugu pun dapat 'menghidupkan kembali' kawasan tersebut.

"Tapi pemerintah juga harus jemput bola untuk mengajak pemilik berembuk. Pemerintah tidak dapat lepas tangan begitu saja, menyerahkan kepada pemilik. Terlebih keistimewaan DIY yang dulunya berawal dan dikawal masyarakat kini kewenangan itu sudah didelegasikan kepada Pemda DIY," ujar Akhir.

Menurutnya, semua pihak yang memiliki kompetensi dan kewenangan, khususnya Pemda DIY dalam hal ini Dinas Kebudayaan DIY, harus 'cancut taliwanda'. Minimal 'ngoyak-oyak' pihak terkait untuk kebaikan bangunan heritage tersebut.

Sekda DIY Gatot Saptadi menyatakan, supaya kelestarian dan nilai sejarah Hotel Tugu tetap terjaga, harus dilakukan pengelolaan secara baik. "Gagasan untuk menyelamatkan eks Hotel Tugu sebenarnya sempat muncul. Namun karena kawasan itu milik perorangan, Pemda DIY hanya bisa memberikan masukan (saran)," kata Gatot Saptadi.

Menurut dia, sempat muncul pula gagasan menjadikan eks Hotel Tugu bagian dari pengembangan Stasiun Tugu. Kalau seperti itu, kewenangannya bukan di Pemda DIY, tapi di PT KAI dan investor.

Gatot mengungkapkan, meski sudah ada gagasan untuk menyelamatkan eks Hotel Tugu, namun Pemda DIY belum ada rencana untuk membeli atau mengambil alih kawasan tersebut. Saat ini, ia berharap agar investor maupun PT KAI bisa memberikan perhatian khusus terhadap eks Hotel Tugu. Syukur-syukur bisa dijadikan bagian dalam penataan kawasan Stasiun Tugu.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.