Sukses

Filosofi Hidup Masyarakat Luwu Utara di Balik Motif Batik Rongkong

Motif unik batik rongkong khas Kabupaten Luwu Utara memiliki makna filosofis.

Liputan6.com, Luwu Utara - Meski pamornya belum mampu mengimbangi batik yang ada di Pulau Jawa, batik rongkong khas Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan (Sulsel), mulai menjadi incaran para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Motif yang unik, tak hanya menjadi satu-satunya faktor, sehingga batik rongkong mulai dilirik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Melainkan dari batik rongkong tersebut, para wisatawan dapat menyelami filosofi kehidupan masyarakat Kabupaten Luwu Utara yang sebenarnya.

"Sama dengan batik yang ada di daerah Jawa. Motif batik rongkong khas Kabupaten Lutra juga punya makna filosofis," kata salah seorang penenun batik rongkong khas Kabupaten Lutra yang berdomisili di Dusun Salurante, Kecamatan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara, Sulsel, Bunga Manasa, Selasa (3/4/2018).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Makna Motif Batik Rongkong

Ia mengungkapkan, motif batik rongkong khas Kabupaten Lutra terinspirasi dari filosofi kehidupan warga Kabupaten Luwu Utara pada umumnya yang memegang teguh adat kearifan lokal, yakni "Sekong Sirenden Sipomandi".

Filosofi kehidupan masyarakat Kabupaten Lutra tersebut lalu dituangkan dalam bentuk tulisan lontarak khas Tana Luwu yang kemudian menjadi motif khas batik rongkong.

"Maknanya menggambarkan bahwa masyarakat Kabupaten Luwu Utara itu memegang teguh sifat saling memupuk dan menjaga kebersamaan serta bergandengan tangan dalam mengarungi bahtera kehidupan," ungkap Bunga Manasa.

Bunga berharap pamor batik rongkong ke depannya dapat bersaing dengan batik khas daerah lainnya yang ada di Indonesia. Dengan demikian, perlu perhatian khusus dari pemerintah untuk pelestariannya.

"Batik rongkong khas Kabupaten Luwu Utara ini merupakan sebuah budaya asli Indonesia yang harus dijaga kelestariannya, agar tidak dicap dan diakui oleh bangsa lain. Kalau bukan kita yang melindungi kebudayaan bangsa, lalu siapa lagi?" Bunga Manasa menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.