Sukses

Penghulu Ganteng Asal Klaten Rajin Laporkan Gratifikasi 'Amplop' ke KPK

Penghulu KUA Trucuk, Klaten, Abdurrahman Muhammad Bakri, disebut KPK menjadi sosok yang paling aktif melaporkan gratifikasi.

Liputan6.com, Klaten - Abdurrahman Muhammad Bakri, penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, menjadi sosok yang paling sering melaporkan gratifikasi ke KPK selama pertengahan 2105 hingga Maret 2018. Dalam rentang waktu itu, ia telah melaporkan sebanyak 59 peristiwa gratifikasi yang dialaminya selama bertugas menikahkan warga.

Abdul, sapaannya, bercerita dia mulai rutin melapor saat ada kebijakan KPK tentang gratifikasi. Pria berusia 35 tahun yang ganteng ini tergerak melaporkan gratifikasi karena takut akan risiko jika melanggar. Nominal gaji yang diterimanya pun dirasa sudah mencukupi.

"Ya, secara aturan kan memang tidak boleh. Dari negara sudah memberikan gaji, tunjangan kerja. Insyallah dengan gaji saat ini pasti cukup. Kalau tidak kakean (kebanyakan) bergaya pasti bisa. Kita kerja untuk ibadah pasti barokah," ucap dia ketika ditemui di kantornya, Kamis, 29 Maret 2018.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Gaji Rp 3 Juta

Abdul memiliki seorang istri dan dua anak. Sang istri merupakan ibu rumah tangga. Saat ini, ia memiliki gaji Rp 3 juta per bulan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Golongan III B. Penghulu yang sangat bersahaja dan sederhana itu telah menjadi abdi pemerintah di Kementerian Agama sejak tahun 2005.

"Setelah diterima menjadi pegawai Kemenag, saya telah bertugas d KUA Prambanan, KUA, Jatinom, KUA Gantiwarno hingga Kantor Kemenag Klaten. Saya sendiri menjadi penghulu sejak tahun 2012 lalu," tutur Abdul yang merupakan lulusan Ilmu Syariah, STAIN Surakarta.

Semenjak keluarnya regulasi soal gratifikasi, Abdul berupaya untuk mencari cara guna melaporkan gratifikasi secara mandiri. Ia mencoba mencari informasi itu dengan menjelajah di dunia maya atau internet terkait teknis pelaporan gratifikasi kepada KPK.

"Kalau pembinaan dari Kementerian Agama Klaten mengenai larangan dan risikonya. Kalau teknis pelaporannya tidak dikasih tahu. Makanya saya cari-cari info melalui internet," ujarnya.

3 dari 7 halaman

Belajar Teknis Pelaporan Gratifikasi

Usaha yang dilakukannya itu pun membuahkan hasil. Ia berhasil menemukan blog milik Samanto. Ternyata, pemilik blog tersebut juga merupakan seorang penghulu yang bertugas di Kabupaten Bantul. Alhasil, komunikasi mereka berdua berlanjut dengan pertemanan di media sosial, Facebook. Melalui media sosial itu, Sumanto mengajari Abdul mengajari cara teknis pelaporan gratifikasi.

Selain Abdul, ternyata nama Sumanto juga masuk nominasi sebagai salah satu dari lima besar yang disebut komisi anti-rasuah sering melaporkan gratifikasi.

"Saya itu malah belajar dari Pak Samanto ini (mengenai cara-cara pelaporan gratifikasi). Saya juga belum pernah ketemu Beliau. Saya komunikasinya lewat layanan inbox saja," kata Abdul.

4 dari 7 halaman

Rutin Laporkan Gratifikasi Sejak 2015

Abdul mulai rutin melaporkan gratifikasi amplop dari tugas menikahkan warga sejak pertengahan Maret 2015 silam. Hingga saat ini, ia terhitung sudah melaporkan enam kali dari 59 peristiwa gratifikasi.

"Cara melaporkannya mudah. Kita unduh blangko KPK, kemudian kita isi. KPK akan memberikan balasan klarifikasi mengenai mana saja gratifikasi milik negara. Kemudian setelah itu, kita dikirimin rekening bank KPK untuk menyetor uang yang dianggap gratifikasi itu," kata dia.

Ia melaporkan gratifikasi itu bukan setiap kali menerima amplop. Namun, ia mengumpulkan amplop gratifikasi itu dalam waktu 30 hari.

"Jumlah nominal yang saya laporkan Rp 4.260.000. Nilai gratifikasinya per amplop mulai dari Rp 25.000 sampai Rp 200.000," sebut Abdul.

5 dari 7 halaman

Cara Menolak Pemberian Amplop

Gratifikasi amplop itu baginya menjadi sebuah simalakama. Jika mau menerima, risikonya bisa melanggar aturan, tetapi jika menolak pemberian amplop itu akan merasa sungkan dengan warga yang memberinya.

Padahal, ia sendiri sudah sering memberikan pengertian kepada warga agar tidak memberikan amplop berisi uang. Pasalnya, uang sebesar Rp 600 ribu yang sudah dibayar warga untuk menikahkan calon pengantin di luar kantor KUA sudah termasuk biaya tranportasi dan jasa profesi.

"Masih banyak warga yang sering memaksa supaya saya mau menerima amplop. Ketika saya coba menolak, mereka langsung memaksa memasukkannya ke dalam saku. Terus ada yang sampai menaruh amplop itu di sepeda motor. Bahkan, ada yang tidak mau melepas tangan ketika bersalaman karena saya tidak mau menerima amplop yang diselipkan di tangan," ujarnya.

Selain itu, dia menambahkan, karena menolak menerima amplop usai menikahkan warga saat di lokasi, ternyata selang hari berikutnya mereka mendatangi kantor untuk memberikan amplop.

"Kita itu serba repot, kalau mau tegas menolak juga tidak enak. Apalagi kalau warga memberikan amplop itu di tengah keramaian warga," tutur Abdul.

6 dari 7 halaman

Amplop Berisi Surat Keterangan Sehat

Terkait pemberian amplop, Abdul mengaku sempat memiliki pengalaman yang lucu, lantaran isi amplop yang diterimanya tidak berisi uang, melainkan berisi surat keterangan sehat. Saat itu, ia menerima amplop tersebut dari warga yang disampaikan melalui modin (pencatat pernikahan) yang mendampinginya saat menikahkan warga di kampung.

"Saya buka kok isinya surat keterangan sehat," kata dia seraya tertawa.

Sikap tegas yang menolak pemberikan amplop dari warga itu memang menimbulkan berbagai reaksi. Ada warga yang dengan sadar dan ikhlas menerima imbauan tersebut, tapi tetap ada pula yang nekat terus memaksa.

Sebab itu, untuk menghadapi warga yang nekat memaksa memberikan amplop, solusinya dengan menerimanya untuk selanjutnya dilaporkan kepada KPK sebagai gratifikasi.

"Jadi ketika ada yang nekat memaksa kita, ya akhirnya kita terima. Tetapi kemudian kita laporkan ke KPK," tutur dia.

7 dari 7 halaman

Nilai Kejujuran Diajarkan Sejak Dini

Sejak kecil, keluarga sudah menanamkan nilai kejujuran kepada Abdul. Ayahnya yang merupakan pensiunan MTs Gantiwarno juga menanamkan nilai-nilai agama secara baik. Kedua orangtuanya juga selalu berpesan untuk mengutamakan kejujuran.

"Insyallah kalau agamanya baik, pasti yang lain akan mengikutinya. Bapak ibu sejak awal kerja juga sudah memberi nasihat, tidak usah macem-macem, kerja yang baik," kata dia menirukan pesan sang ayah.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.