Sukses

2 Warga Garut Meninggal dalam Sepekan Gara-Gara Difteri

Total ada tujuh warga Garut terinfeksi difteri dalam tiga bulan pertama 2018. Sementara, stok antidifteri serum kehabisan.

Liputan6.com, Garut - Wabah difteri belum sepenuhnya teratasi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dalam sepekan, dua warga meninggal akibat penyakit itu. Total hingga awal triwulan pertama 2018, tujuh warga Garut meninggal karena difteri.

"Tiga hari yang lalu pasien A (meninggal dunia), kemudian sebelumnya ada sekitar seminggu pasien S, tapi meninggal di rumahnya, bukan di sini (Rumah Sakit)," ujar Kepala Ruang Perawatan Puspa Utama, RSUD dr. Slamet Garut, Wahyudin, saat ditemui Liputan6.com, Kamis (29/3/2018).

Berdasarkan buku rekap pasien difteri, kedua pasien yang meninggal dunia berinisial AW (30), warga Cisurupan, dan S (36) yang berasal dari Padaawas. S diketahui meninggal dunia saat perjalanan menuju rumah sakit.

"Awalnya sudah sehat saat meninggalkan rumah sakit. Jadi, informasi dari keluarga saat mau cek, pasien panas demam," kata dia.

Menurutnya, sejak November akhir tahun lalu, jumlah penderita difteri naik signifikan. Dalam kurun waktu hampir lima bulan terakhir, ujar dia, rumah sakit menangani 72 kasus difteri. Pasien ini dirawat di Ruang Puspa Utama yang dikhususkan untuk menangani pasien difteri.

Wahyu menyatakan, perkembangan penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae tersebut sulit diprediksi. Tak mengherankan bila kini pasien difteri bertambah.

"Pekan lalu dokter spesialis menyarankan agar pelayanan ruangan difteri jangan disetop dulu, padahal awalnya sudah mau ditutup," kata dia.

 

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Biaya Perawatan Mahal

Juru bicara RSUD dr. Slamet Garut, Iwa Kartiwa menambahkan saat ini total pasien difteri yang masih dirawat berjumlah lima orang yakni E (46) asal Pasundan, Garut Kota, A (43), Tarogong, R (27), Garut Kota, R (17), Lampegan Garut Kota, dan E (75), Tarogong.

"Rencananya hari ini pasien E sudah diperbolehkan pulang," ujarnya.

Sementara itu, Wahyu berharap kasus difteri segera berhenti. Mengingat perawatan gratis bagi pasien difteri, Pemkab Garut harus menanggung biaya yang dikeluarkan. Rata-rata ongkos satu pasien difteri mencapai Rp 5 juta dalam sepekan pertama di rumah sakit.

Angka itu belum termasuk harga serum ADS yang mencapai jutaan untuk satu serum yang diberikan bagi penderita difteri. "Belum lagi jika pasien belum menunjukkan penurunan (sehat), bisa lebih lama perawatannya," kata dia.

Wahyu juga mengungkapkan pasien yang dirawat saat ini kebanyakan dari daerah yang sama dengan pasien yang dirawat sebelumnya. "Mungkin menular," kata dia.

RSUD dr. Slamet mencatat dalam dua bulan terakhir, sebagian besar pasien berasal dari wilayah Garut Kota, Tarogong Kidul, dan Tarogong Kaler yang merupakan daerah penyangga Kota Garut. Ketiga daerah itu memiliki penduduk cukup padat.

"Ada dari Ciwalen, Lampegan, Sumbersari, Sukadana, itu kan masuk kecamatan Garut kota semua dan sebelumnya memang ada pasien dari daerah itu," kata dia.

3 dari 3 halaman

Kehabisan Stok Antidifteri

Sejak membeludaknya pasien difteri dalam lima bulan terakhir sejak akhir tahun lalu, ujar Wahyu, stok cadangan vaksin Anti-Difteri Serum (ADS) yang diperuntukkan bagi pasien difteri selalu kehabisan, seperti saat ini. "Mungkin selain mahal, juga kan tidak mudah mendapatkan serum ADS itu," kata dia.

Harga beli terbilang mahal, mencapai Rp 2-3 juta per serum ADS. Sementara, satu pasien positif difteri, minimal menghabiskan dua serum ADS selama perawatan. "Bahkan, tak jarang ada yang sampai empat serum. Coba kalikan saja berapa biaya yang harus dikeluarkan," kata dia.

Walau begitu, ia menilai program vaksinasi massal difteri yang dilakukan Pemda Garut bagi anak usia 1-19 tahun awal mulai awal tahun ini, dianggap berhasil. "Buktinya hanya satu (pasien) yang berusia 17 tahun, sisanya berusia dewasa," kata dia.

Dengan ancaman difteri itu, Wahyu meminta agar warga segera melaksanakan imunisasi difteri, menerapkan pola hidup sehat, dan mengonsumsi makanan yang lebih bersih dan higienis.

"Memang sebagian besar penyebab utama difteri karena pola hidup yang buruk dan makanan," dia memungkasi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.