Sukses

Membunuh Harimau Bonita Bukan Solusi

Perusahaan pengelola kawasan hutan harus dilibatkan dalam mengatasi masalah penyerangan yang dilakukan harimau Sumatera kepada warga.

Pekanbaru - Warga Desa Tanjung Simpang, Kelurahan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, berencana menghabisi harimau Bonita yang menjadi tersangka penyerangan warga, jika Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau tak mampu menanganinya dalam waktu dekat.

Direktur Eksekutif Rimba Satwa Fondation (RSF), Zulhusni Syukri, menilai keputusan tersebut bukanlah solusi yang tepat mengatasi teror penyerangan yang dilakukan harimau Sumatera itu.

Menurut dia, negara memberikan kawasan hutan itu kepada perusahaan PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) dengan tujuan menjaga kawasan inti dari sebuah ekosistem adalah keliru. Pasalnya, hutan itu merupakan habitat dari sejumlah ekosistem, termasuk harimau.

"Kawasan hutan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai kawasan yang dikelola oleh perusahaan dengan tujuan untuk menjaga kawasan inti dari sebuah ekosistem jelas tidak tepat sasaran," katanya kepada Riauonline.co.id, Selasa, 13 Maret 2018.

 

Baca berita menarik lainnya dari Riauonline.co.id di sini.

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Partisipasi Semua Pihak

Sebab itu, tutur Zulhusni Syukri, pihak perusahaan mau tidak mau harus ikut dilibatkan dalam aksi pengamanan harimau Sumatera itu.

"Jika korporasi hanya menerima sebagai pengelola Hak Guna Usaha (HGU) Hutan, perusahaan juga seharusnya harus siap untuk menjadi pengelola kawasan lindung dan juga habitat satwa yang ada di dalamnya," jelasnya.

Dia menambahkan, saat ini perusahaan seolah-olah tidak memberikan solusi dari adanya aksi penyerangan yang dilakukan harimau Sumatera tersebut. Bahkan, kini tim BBKSDA Riau yang seolah menjadi peran utama dalam menyelesaikan masalah rusaknya ekosistem itu.

"Disorientasi yang terjadi pada harimau tersebut karena ada hal yang sangat mendasar, yaitu habitat dan pakan. Setelah itu semua terjadi, maka perubahan pola makan juga akan berubah. BBKSDA hanya yang akan menjadi penerima dampak langsung terkait konflik. Namun, KLHK harus bertanggung jawab dari kebijakan yang telah dibuat," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.