Sukses

Teroris Indramayu Mengaku Lempar Bom Molotov di Polsek Bontoala

Terduga teroris yang dirahasiakan namanya itu mengaku melempar bom molotov di Mapolsek Bontoala, Makassar, saat diinterogasi oleh Densus 88 Antiteror.

Liputan6.com, Makassar - Upaya pencarian terhadap pelempar bom molotov di Markas Polsek Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, menemui titik terang. Salah seorang terduga teroris yang diringkus Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di Indramayu, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, mengaku sebagai pelempar bom molotov itu.

Hal itu diungkapkan langsung oleh Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani. Menurutnya, pelaku yang dirahasiakan namanya itu mengakui perbuatannya saat diinterogasi.

"Kemarin ada info satu orang pelaku jaringan teroris yang ditangkap oleh Densus 88 di Indramayu. Dari keterangan pelaku, ia mengaku sebagai pelaku bom di Polsek Bontoala," ucap Dicky saat dikonfirmasi, Senin, 19 Februari 2018.

Meski begitu, mantan Direktur Sabhara Polda Riau itu enggan percaya begitu saja. Ia pun akan menunggu hasil interogasi lanjutan dari Densus 88 Antiteror terhadap teroris yang ditangkap pada Jumat pagi, 16 Februari 2018, di Indramayu itu.

"Kita (polisi) tidak boleh berandai-andai bahwa dia adalah pelaku, kita masih perlu penyelidikan," ujarnya.

Dicky menjelaskan, hingga saat ini, Polda Sulsel masih terus berkoordinasi dengan Densus 88 Antiteror Mabes Polri. "Kita tunggu saja hasilnya," imbuhnya.

Polda Sulsel akan mencocokkan ciri-ciri pelempar bom molotov berdasarkan keterangan saksi-saksi dengan teroris yang ditangkap di Indramayu tersebut. "Saksi kan sudah ada, nanti kita tanya apakah begini ciri-cirinya, kalau dibilang tidak seperti itu kan dia berbohong," kata Dicky.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kendala Polisi

Dicky mengaku kendala yang membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkap pelaku pelemparan bom molotov di Markas Polsek Bontoala itu salah satunya adalah karena kurangnya rekaman CCTV atau kamera pemantau di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).

"Seperti kurangnya CCTV di TKP, kemudian suasananyapun gelap," ujarnya.

Karena itu, imbuh Dicky, polisi tak bisa begitu saja mencurigai. Apalagi, menuduh seseorang tanpa dasar bukti yang cukup kuat.

"Jangan sampai kita kena (pelanggaran) hak asasi manusia, bisa gawat," Dicky memungkasi.

 

3 dari 3 halaman

Ledakan Bom Molotov Mengawali Tahun 2018

Sebelumnya, Markas Polsek Bontoala menjadi sasaran teror pada malam pergantian tahun. Markas polisi yang berdampingan dengan Masjid Al-Markaz Al-Islami Kota Makassar itu dilempari bom molotov sebanyak tiga kali pada Senin, 1 Januari 2018, sekitar pukul 03.15 Wita.

Dua lemparan molotov pertama langsung diarahkan ke samping kiri belakang Mapolsek Bontoala. Kapolsek Bontoala, Kompol Rafiuddin, dan salah seorang anggotanya, Brigpol Yudirsan, yang mendengar ledakan itu langsung mengecek sumber suara ledakan. Saat itu pulalah pelaku melemparkan bom molotov ke arah dua polisi itu.

Akibatnya, Kompol Rafiuddin dan Brigpol Yudirsan menderita luka di tubuh mereka karena ternyata bom molotov yang digunakan oleh pelaku terlebih dahulu diisi baut dan paku. Kompol Rafiuddin menderita luka pada tangan kirinya, sementara Brigpol Yudirsan menderita luka pada pinggul kanan, tangan kiri, dan kaki kirinya.

"Iya, Yudirsan sempat menjalani operasi karena luka di pinggulnya cukup parah," kata Paur Dokter Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, AKP Sultan, kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.