Sukses

Para Pemuda Kikis Ancaman Putus Sekolah Lewat Kampung Sinau

Di Kampung Sinau Kota Malang anak - anak diajak belajar bersama dan dilatih kerajinan.

Liputan6.com, Malang - Puluhan bocah meriung di dalam Taman Pendidikan Quran (TPQ) Darus Salam di Jalan Untung Sudiro, Cemorokandang, Kota Malang, Jawa Timur. Botol plastik bekas, gergaji tangan dan gunting terserak di dekat mereka.

Anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar itu tidak sedang mengaji. Mereka tampak mencermati Taufik Saguanto, seorang perajin botol bekas yang duduk bersila sembari memotong botol. Kampung para bocah ini dikenal dengan sebutan Kampung Sinau Kota Malang.

"Perhatikan, gunting perlahan botolnya dan jangan di bagian kerasnya. Hati-hati ya," kata Taufik di hadapan anak-anak itu di Malang, Sabtu, 3 Februari 2018.

Sejurus kemudian botol plastik bekas itu berubah jadi miniatur motor gede. Riuh rendah penuh celoteh saat Taufik mewarnai hasil karyanya dengan cat semprot. Masing-masing bocah itu langsung sibuk usai melihat bentuk jadi kerajinan tersebut.

“Ini melatih kreatifitas. Biar mereka mengerti, banyak barang bekas di sekeliling kita yang dapat dimanfaatkan dan bisa bernilai ekonomi,” ujar Taufik yang jadi relawan di Kampung Sinau ini.

TPQ Darus Salam hanya sesekali jadi sanggar belajar kerajinan. Aktivitas mengaji anak – anak tetap berlangsung tiap Senin sampai Jumat. Beberapa langkah dari tempat ini juga ada perpustakaan baca, sekaligus berfungsi sebagai tempat belajar bersama untuk anak – anak itu.

Ayunda, siswi kelas 5 sekolah dasar mengaku senang ikut belajar mengolah botol bekas jadi kerajinan bersama teman-temannya. Sejak kampungnya jadi Kampung Sinau, sudah beberapa kali ada latihan membuat kerajinan.

"Dulu kalau libur sekolah ya di rumah saja, kalau sekarang sering belajar kerajinan," kata Ayunda.

Ia juga senang bisa belajar materi pelajaran sekolah dan menyelesaikan pekerjaan rumah bersama teman – temannya di perpustakaan baca. “Sekarang banyak kakak – kakak yang membantu belajar. Dulu ya belajar sendiri atau diajari orang tua di rumah,” ucap Ayunda.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengikis Ancaman Putus Sekolah

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, angka partisipasi sekolah di Kota Malang sampai dengan tahun 2016 belum mencapai 100 persen. Angka partisipasi sekolah untuk SD mencapai 100 persen, SMP mencapai 95,75 persen dan tingkat SMA hanya 78,32 persen.

Kampung Sinau Kelurahan Cemorokandang, Kota Malang, muncul sejak 2015 silam. Digagas para pemuda setempat yang prihatin banyak adik-adik mereka tak bisa melanjutkan pendidikan usai tamat sekolah dasar. Disebabkan masalah ekonomi maupun proses pembelajaran.

Sinau dalam bahasa Jawa berarti belajar. Anak-anak pun diajak belajar bersama, baik pelajaran sekolah sampai kegiatan seni budaya. Di tahun 2016, para pemuda pun menggelar pementasan seni dan budaya. Warga luar yang ingin berpartisipasi harus mendonasikan buku sebagai ganti biaya partisipasi.

“Satu buku untuk ganti satu tiket. Itu untuk memenuhi kebutuhan buku di perpustakaan baca,” kata salah seorang penggagas Kampung Sinau, Muhamad Mansyur.

Kampung Sinau ini pun terus berkembang. Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi bergabung jadi sukarelawan. Untuk memicu kreatifitas anak–anak, ada even Pelangi Nusantara yang digelar Januari – Februari. Salah satu kegiatannya, latihan membuat kerajinan.

“Pelatihan kerajinan tak hanya untuk anak–anak, tapi juga orang tua. Harapannya ada dampak ekonomi untuk masyarakat,” ujar Mansyur.

Sedangkan festival budaya diselenggarakan pada Mei–Agustus. Dua even itu diharapkan bisa menghimpun donasi dari luar untuk Kampung Sinau. Apalagi seluruh kegiatan di kampung murni swadaya. Belajar dan berkreasi pun dipadukan di kampung ini. Harapannya, anak–anak belajar dengan senang dan orang tua mereka berpotensi memiliki tambahan penghasilan.

Gerakan literasi di pelosok Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang) terus mengeliat. Ada lebih dari 160 komunitas baca khususnya yang memiliki perpustakaan baca kerap bertemu lewat Forum Komunikasi Taman Bacaan Masyarakat Malang Raya.

"Ada pertemuan rutin dan sering saling tukar buku antar satu dengan lain. Semua komunitas ini swadaya tanpa bantuan APBD pemerintah daerah,” kata Eko Cahyono, seorang pegiat literasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.