Sukses

Gelombang Tinggi Hantui Warga Pesisir Sulawesi Selatan

BMKG mengingatkan potensi terjadinya gelombang tinggi di sejumlah perairan Sulawesi Selatan.

Makassar - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG Wilayah VI Makassar kembali mengeluarkan peringatan dini terkait gelombang tinggi di Sulawesi Selatan, Selasa, 30 Januari 2018.

Pasalnya, diperkirakan gelombang setinggi 1,25 hingga 2,5 meter terjadi di perairan Barat Sulawesi Selatan dan Teluk Bone Bagian Selatan.

Selain itu, gelombang setinggi 2,5 hingga 4 meter diperkirakan juga terjadi di Selat Makassar bagian selatan, perairan Kepulauan Sabalana, perairan Kepulauan Selayar, dan Laut Flores.

"Tren cuaca buruk ini diperkirakan bakal berlangsung sampai tanggal 31 Januari 2018," kata Humas BMKG Makassar, Siswanto, kepada Kabarmakassar.com.

BMKG Makassar berharap dengan adanya peringatan dini yang dikeluarkan, warga selalu waspada terhadap adanya kondisi gelombang dan angin kencang saat melakukan aktivitas laut. Khususnya kapal-kapal dengan skala kecil.

"Diharapkan warga tetap waspada, khususnya mereka yang berkativitas di daerah daerah yang dimaksud," dia memungkasi.

Baca berita menarik lainnya di Kabarmakassar.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Imbauan Pemerintah

Sebelumnya, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengeluarkan maklumat pelayaran untuk petugas lapangan, operator kapal, maupun masyarakat pengguna jasa transportasi laut untuk mewaspadai cuaca ekstrem di perairan Indonesia, khususnya tujuh hari ke depan.

Maklumat Pelayaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 12/I/DN-18 tanggal 29 Januari 2018 tentang waspada bahaya cuaca ekstrem dalam tujuh hari ke depan ditandatangani oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Captain Jhonny R Silalahi, demikian keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, dilansir Antara.

"Maklumat Pelayaran tersebut memerintahkan kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terutama para Kepala Syahbandar Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP)," ujar Johny.

"Kepala Kantor Pelabuhan Batam, para Kepala Pangkalan PLP dan Kepada Distrik Navigasi di seluruh Indonesia agar tetap mewaspadai cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang masih terjadi di sebagian wilayah perairan Indonesia, khususnya dalam waktu tujuh hari ke depan," dia menambahkan.

Berdasarkan hasil pemantauan, BMKG, diperkirakan tujuh hari ke depan, yaitu mulai 28 Januari sampai dengan 3 Februari 2018 akan terjadi cuaca ekstrem dan hujan lebat di beberapa perairan di Indonesia dengan tinggi gelombang antara 4 meter sampai dengan 7 meter.

Cuaca ekstrem dengan tinggi gelombang 4 sampai dengan 6 meter dan hujan lebat akan terjadi perairan selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Samudra Hindia selatan Jawa Tengah, Selat Bali bagian selatan, Selat Badung, perairan Selat Sumbawa, Samudra Hindia Selatan NTT, perairan selatan Kupang-Pulau Rote, Laut Timor selatan NTT, perairan Kepulauan Babar, perairan Kepulauan Sermata, Laut Arafuru.

"Tinggi gelombang antara 6 sampai dengan 7 meter akan terjadi di Samudra Hindia selatan Jawa Timur, Samudra Hindia selatan Bali dan NTB," ujar Jhonny.

3 dari 3 halaman

Pengawasan Ketat

Untuk itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktur KPLP menginstruksikan seluruh Syahbandar untuk terus melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui laman situs BMKG.

Serta menyebarluaskan hasil pemantauan dengan cara membagikan kepada para pengguna jasa serta memampangkannya di terminal-terminal atau tempat embarkasi dan debarkasi penumpang kapal.

"Apabila kondisi cuaca membahayakan keselamatan kapal, Syahbandar harus menunda pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sampai kondisi cuaca di sepanjang perairan yang akan dilayari benar-benar aman," jelas Jhonny.

Selain itu, kepada seluruh operator kapal khususnya para nakhoda agar melakukan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum kapal berlayar dan melaporkan hasilnya kepada syahbandar saat mengajukan permohonan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Selama pelayaran di laut tersebut, nakhoda wajib melakukan pemantauan kondisi cuaca setiap enam jam dan melaporkan hasilnya kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat serta dicatatkan ke dalam log-book.

"Jika kapal dalam pelayaran mendapat cuaca buruk, kapal tersebut harus segera berlindung di tempat yang aman dan segera melaporkannya kepada syahbandar dan Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca, kondisi kapal serta hal penting lainnya," ujarnya.

Selanjutnya, dia menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Kepala Distrik Navigasi untuk tetap menyiagakan kapal-kapal Negara (Kapal Patroli/Kapal Perambuan) dan segera memberikan pertolongan jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kapal.

"Kepala SROP dan nakhoda kapal megara diimbau untuk selalu melakukan pemantauan dan penyebarluasan kondisi cuaca dan berita marabahaya," klata dia.

"Dan apabila terjadi kecelakaan di laut maka Kepala SROP dan nakhoda kapal harus segera berkoordinasi dengan Pangkalan PLP untuk selanjutnya dapat melaporkan kejadian tersebut kepada Pos Komando Pengendalian dan Operasional Poskodalops serta Kantor Pusat Ditjen Hubla," dia menambahkan.

Dengan dikeluarkannya Maklumat Pelayaran itu, diharapkan seluruh jajaran Ditjen Hubla khususnya para petugas di lapangan dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran serta mengantisipasi kecelakaan akibat cuaca esktrem.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.