Sukses

Warga Riau Beli Pertalite Lebih Mahal ketimbang di Papua, Kenapa?

Belum lama Pertamina merilis harga Pertalite tertinggi di Riau dan Kepulauan Riau. Kini, Pertalite dijual Rp 8.000 per liter.

Pekanbaru - Terkenal sebagai daerah penghasil minyak bumi, ternyata masyarakat Riau mesti membayar lebih mahal dibanding warga di daerah lain ketika membeli bahan bakar minyak (BBM), khususnya Pertalite. Riau masuk dalam daftar teratas secara nasional dengan harga jual berkisar Rp 7.900 per liter.

Sebagai perbandingan, merujuk data Pertamina per Januari 2018, harga Pertalite di Papua dan Papua Barat mencapai Rp 7.700 per liter. Harga yang sama dipatok di Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara. Sedangka harga Pertalite di Aceh dan Jakarta berkisar Rp 7.500 per liter.

Pantauan Riauonline.co.id, pada pekan ini, harga Pertalite di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Pekanbaru, Riau, ternyata mengalami kenaikan. Harga yang semula Rp 7.900 naik menjadi Rp 8.000 per liter.

Harga di papan informasi masih tertulis Rp 7.900, namun ketika dilihat di mesin pompa tertera harga baru, yakni Rp 8.000.

Manajer Humas Pertamina Wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), Rudi Arrifianto membenarkan kenaikan harga ini. "Iya memang per 20 Januari 2018 harga Pertalite ada penyesuaian harga jadi Rp 8.000 per liter di Riau dan Kepulauan Riau," ucap dia.

Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh harga minyak dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Harganya itu bisa berubah-ubah sesuai dengan harga minyak dan juga kurs rupiah terhadap dolar," Rudi menjelaskan.

Sejauh ini, Pertamina selalu menginformasikan ke publik mengenai perubahan harga di akun publik Pertamina.com. Selain itu, Rudi juga mengatakan bahwa pihaknya telah menginformasikan ke semua SPBU agar melakukan perubahan harga Pertalite.

Kalau untuk keperluan itu, semua SPBU sudah diinformasikan. "Setting dispenser sudah dilakukan agar per 20 Januari 2018 pukul 00.00 WIB sudah dengan harga baru," sebutnya.

"Demikian juga totem seharusnya mereka sudah melakukan perbaruan karena informasi itu sudah disampaikan sebelum tanggal 20 Januari 2018," lanjutnya.

Baca berita menarik dari Riauonline.co.id lain di sini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan Harga Pertalite di Riau Termahal se-Indonesia

Tak hanya BBM jenis Pertamax saja dijual ke konsumen di Riau dengan harga tertinggi se-Indonesia, Pertalite juga bernasib serupa. Sebelumnya, Pertamina merilis harga Pertalite di seluruh provinsi se-Indonesia.

Dari daftar tersebut, ternyata Provinsi Riau dan Kepulauan Riau nilai jual Pertalite tertinggi dibanding provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Kalimantan, bahkan di Papua. Per liter, Pertalite dijual Rp 7.900.

Manajer Humas Pertamina Wilayah Sumbagteng, Rudi Arrifianto menjelaskan, tingginya harga Pertalite di Riau akibat kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yang menambahkannya dengan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Untuk wilayah lain memang PBBKB-nya ditetapkan lima persen, sedangkan Riau dan Kepulauan Riau 10 persen. Menurut Rudi, inilah penyebab perbedaan harga antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

"Tetapi ini bukan ranahnya Pertamina, karena penetapan PBBKB kebijakan pemerintah daerah setempat," ucap Rudi, Rabu, 17 Januari 2018, dikutip Riauonline.co.id.

Menurut Rudi, Pertalite merupakan BBM nonsubsidi, pengganti Premium. Dengan demikian, pergerakan harganya sangat bergantung perkembangan harga minyak mentah dan kurs rupiah terhadap dolar AS.

"Harga Pertalite penetapannya pada 13 Januari 2018, harga itu sendiri sebenarnya tidak mengalami perubahan periode 17 November 2017," tuturnya.

Ia mengakui, selain faktor PBBKB yang ditetapkan masing-masing pemerintah setempat, penetapan harga dipengaruhi biaya distribusi dari setiap daerah.

 

3 dari 3 halaman

Penjelasan DPRD Riau

Adapun Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman, angkat bicara terkait kebijakan perbedaan harga Pertalite di Riau dengan daerah lainnya, sehingga membuat publik bertanya-tanya.

"Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dan itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yakni pemprov dan DPRD," ungkapnya, Sabtu, 20 Januari 2018.

Dana tersebut, menurut dia, dimasukkan ke APBD dan digunakan untuk kegiatan pembangunan infrastruktur meskipun pembangunan belum maksimal.

"Jadi, aliran dananya bukan kepada individu, dalam hal ini Gubernur Riau," tambahnya.

Meski demikian, politikus yang akrab disapa Dedet ini akan berupaya untuk menurunkan harga Pertalite. Di antaranya dengan cara meminta Dispenda Riau agar melakukan pengkajian menurunkan harga pertalite ini.

Langkah ini, menurut Dedet, bisa meningkatkan minat masyarakat untuk mengonsumsi Pertalite. Sebab, harganya yang tidak terlalu jauh dari premium.

DPRD menginginkan Pertalite turun. "Kalau turun diharapkan peminat banyak dan omzet menaik, misalnya harga Pertalite Rp 7.700, pajak yang diterima Rp 700. Omzet Rp 10 juta liter per tahun itu Rp 7 miliar," katanya.

Bila harga Rp 7.350, pajak yang diterima Rp 350, omzet meningkat dari 10 juta menjadi 30 juta liter per tahun, yakni Rp 10,5 miliar. "lni kan lebih tinggi hasilnya, dan masyarakat menengah terbantu, ini yang sedang kita kaji minat masyarakat itu," jelas politikus Partai Demokrat ini.

Untuk itu, Dedet mengimbau masyarakat Riau untuk bersabar mengenai kebijakan pajak Pertalite 10 persen ini, karena pihaknya sedang berupaya. "Sabar, ini sedang simulasi, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.