Sukses

Pelajar di Bondowoso Bakal Dilarang Gunakan Ponsel Pintar

Baru-baru ini, Poliklinik Jiwa RSUD Dokter Koesnadi Bondowoso menerima dua pelajar yang alami gangguan jiwa karena ponsel pintar.

Liputan6.com, Bondowoso - Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso, Syaeful Bahar menyatakan pihaknya akan merekomendasikan larangan penggunaan gawai atau telepon seluler pintar bagi kalangan pelajar di sekolah karena banyak memberikan dampak negatif. Itu berdasarkan kajian yang dilakukan selama kurun waktu empat tahun.

"Salah satu penyimpangan moral, sumber utamanya adalah dari penggunaan gadget. Oleh karena itu sangatlah mungkin untuk merekomendasikan larangan gadget bagi siswa di sekolah pada pemerintah daerah," katanya di Bondowoso, Jawa Timur, Rabu, 17 Januari 2018.

Sebagaimana tradisi pesantren, lanjut dia, siswa dilarang membawa gawai (gadget). Kalau pun membawa gawai, cukup telepon yang hanya bisa menerima SMS dan menelepon untuk kepentingan orangtua.

Penggunaan gawai di sekolah, katanya, cenderung menggiring siswa malas belajar karena dengan mudah bisa memperoleh jawaban-jawaban dari soal-soal mata pelajaran lewat alat canggih itu.

"Hal itu juga akan berdampak terhadap menurunnya minat baca siswa terhadap buku-buku yang menjadi rujukan utama ilmu pengetahuan," ucapnya.

Syaeful sangat setuju larangan penggunaan gawai bagi siswa Bondowoso di sekolah karena bisa membahayakan siswa. Utamanya, siswa yang belum memiliki komitmen kuat terhadap ilmu pengetahuan. Belum lagi perpustakaan yang semakin sepi pembaca, padahal semua informasi menurutnya harus diperoleh dari buku.

"Karena yang namanya gadget itu, semuanya parsial. Walaupun saat ini ada aplikasi e-book, tetapi kami tidak yakin siswa membaca itu dan yang pasti mereka hanya membaca capture yang sesuai dengan kepentingan mereka saja," tuturnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gangguan Jiwa

Sementara, Wakil Kepala SMP Negeri 1 Bondowoso Bidang Kesiswaan Agus Djumantoro mengatakan selama ini siswa diwajibkan menggunakan gawai sebagai salah satu sarana menjawab soal-soal yang sulit dan butuh pendalaman materi.

Namun secara pribadi, ia mengaku tidak setuju dengan penggunaan gawai. Menurutnya, keberadaan gawai membuat siswa lebih malas belajar.

"Salah satu contohnya saya mengajar agama. Ketika harus membuka ayat-ayat Alquran, mereka langsung memanfaatkan gadgetnya. Padahal di musala banyak Alquran yang disediakan untuk kepentingan sekolah," tuturnya.

Sementara itu, Poliklinik Jiwa RSUD Dokter Koesnadi Bondowoso, Jawa Timur, merawat dua pasien remaja yang kecanduan gawai akut tingkat kedua. Masing-masing merupakan seorang siswa SMP dan SMA.

Seperti ditayangkan Patroli Indosiar, Rabu (17/1/208), keduanya dibawa berobat oleh orangtua mereka sejak Desember 2017 karena mengalami perubahan drastis dalam hal kepribadian. Salah satunya tidak mau sekolah hingga beberapa bulan.

Jika diminta untuk melepas gawainya, keduanya akan marah hebat hingga membanting dan menyakiti dirinya sendiri.

Setelah beberapa lama menjalani rawat jalan berupa terapi kejiwaan, kondisi kepribadian kedua pasien kini berangsur membaik. Namun, hingga kini masih dalam pengawasan dokter.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.