Sukses

Miris, Siswa Kerjakan Ujian Sambil Lesehan di Lantai

Siswa SMP Negeri 8 Leihitu mengisi lembaran UAS sambil lesehan di lantai. Ada dua versi penjelasan dari pihak sekolah.

Liputan6.com, Maluku Tengah - Puluhan pelajar kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Hitu, Desa Wakal, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah harus mengisi lembaran Ujian Akhir Semester (UAS) di atas lantai, Kamis (7/12/2017). Ada dua versi penjelasan dari pihak sekolah dari fenomena ini.

Menurut Kepala Sekolah SMP Negeri 8 Hitu, Sobo Makatitta, para pelajar yang mengikuti UAS di atas lantai itu merupakan pelajar yang ikut pembinaan. Pasalnya, para siswa SMP itu sering berbuat onar dan merusak kursi.

Siswa kelas III yang akan menamatkan studi itu dinilai membandel, sehingga perlu ada hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka."Mereka (siswa) bandel, itu (duduk berlantai) adalah bentuk hukuman," kata Makatitta.

Namun, keterangan kepala sekolah bertentangan dengan guru wali kelasnya. Para murid harus mengkuti ujian akhir sekolah di atas lantai supaya lebih konsentrasi terhadap soal-soal yang akan mereka jawab karena kursi dan meja yang selama ini mereka gunakan sudah penyot dan tidak layak digunakan pada momentum ujian akhir semester.

"Iya itu memang kondisinya demikian, kursinya sudah rusak-rusak, tapi belum diperbaiki," kata salah satu guru yang meminta namanya tak disebutkan.

Ironisnya, fasilitas kursi dan meja di kelas-kelas lainnya yang ada di SMP 8 pun sama, semuanya rusak parah. Bahkan, ada dua siswa yang duduk satu kursi untuk menerima pelajaran dari guru mereka. Situasi ini dibiarkan begitu saja sampai sekarang.

Anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang digelontorkan untuk sekolah dengan jumlah 200 lebih siswa itu juga tidak ada transparansi pengelolaannya. Penggunannya tidak diketahui para guru.

Berbagai kerusakan fasilitas yang dialami SMP 8 Hitu memang sudah sering diadukan para guru kepada pimpinan mereka, tetapi belum ada upaya nyata kepsek untuk memperbaikinya. Keluhan guru seakan dianggap angin lalu.

"Kami hanya diberi tau tugas guru adalah mengajar," bebernya.

Desak Proses Hukum

Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah Said Patta meminta pihak berwajib untuk mengusut tuntas pengelolaan dana bos yang ada di SMP 8. Kuat dugaan dana BOS untuk SMP 8 Hitu telah diselewengkan untuk kepentingan di luar kebutuhan siswa.

"Harus ada upaya penegakkan hukum dalam masalah ini, penting untuk pihak berwajib mengusut pengelolaan dana BOS yang terjadi di sana," desak Said.

Said juga menyesalkan pengawasan Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah yang diduga melakukan kongkalikong untuk menutupi kebobrokan di SMP 8 Hitu.

"Saya memang dapat informasi pernah ada tim dari kabupaten yang turun melakukan pengawasan, tapi para guru mengaku hasilnya tidak menunjang perbaikan sistem di SMP, bukan hanya meja-kursi yang rusak, pengadaan fasilitas penunjang pendidikan lainnya pun diabaikan, " kata Patta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sekolah Hanyut

Para pelajar kelas tiga SMA Negeri II Leihitu yang berlokasi di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu juga harus duduk melantai untuk mengisi lembaran ujian akhir semester. Di tengah keterbatasan itu, puluhan siswa SMA Negeri II Leihitu tetap serius menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang tertera di dalam lembaran ujian akhir semester.

Kondisi pelajar melantai untuk mengisi lembaran ujian di SMA II berbeda dengan yang dialami SMP 8 Hitu. Hal ini lebih dipengaruhi minimnya prasarana penunjang sekolah yang mestinya disediakan pemerintah usai jebolnya DAM Wae Ela 2013.

Menurut Sardi Kapitanhitu, warga Desa Negeri Lima, bangunan SMA Negeri II Leihitu telah hanyut dalam peristiwa jebolnya DAM Wae Ela, tahun-tahun setelah peristiwa mengerikan itu, pemerintah baru membangun beberapa ruang kelas baru yang jumlahnya tidak cukup untuk menampung semua siswa.

"Ruang kelas baru yang disediakan pemerintah memang sudah permanen, tapi jumlahnya tidak cukup untuk menampung semua siswa," kata Sardi.

Menurut Sardi, yang dibutuhkan 11 Ruang Kelas Baru (RKB) tapi yang baru dibangun tiga unit pada tahun 2016. Satu RKB baru dikerjakan, laboratorium, perpustakaan, dan prasarana lainnya belum dibangun.

Sejak tahun 2013 sampai tahun 2016, siswa SMA Negeri II hanya mengikuti proses belajar mengajar beratap langit. Awal tahun 2017 itu, baru mereka belajar di tiga bangunan baru itu.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.