Sukses

Cara Petani Madura Olah Singkong Jadi Kerupuk

Petani di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, berinovasi memuliakan singkong sehingga harganya melonjak.

Liputan6.com, Bangkalan Dalam "katalog" pertanian Indonesia, barangkali menanam singkong bukan prioritas utama petani. Salah satu sebabnya, nilai keekonomian singkong kalah dibanding komoditas pertanian lain, seperti padi, jagung, kacang tanah, dan cabai. Singkong hanya ditanam di lahan yang dianggap tidak terlalu produktif.

Namun, petani di Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Punya cara "memuliakan" singkong sehingga harganya lebih ekonomis bahkan tak malu untuk dijadikan buah tangan. Mereka olah singkong jadi kerupuk.

Ide kreatif itu barangkali muncul karena kondisi alam di Desa Jaddih. Lahan di sana, baik sawah dan tegalan, merupakan tadah hujan. Kondisi itu membuat petani Jaddih hanya bertani sekali dalam setahun, yakni saat musim hujan. Saat kemarau, aktivitas pertanian berhenti total.

Karena hanya bercocok tanam sekali dalam setahun, komoditas utama pertanian di Jaddih tak beragam, hanya padi dan kacang tanah. Padi ditanam di sawah, kacang ditanam di lahan tegalan. Khusus di lahan tegalan, petani menerapkan sistem bercocok tanam "tumpang sari". Maksdunya, dalam satu lahan ada dua jenis yang ditanam, yaitu kacang dan singkong. Singkong ditanam di pinggiran pematang.

Sistem tumpang sari rupanya jadi penyelamat. Saat kemarau, dapur tetap ngebul. Selain merawat ternak, petani mengisi waktu dengan jadi perajin kerupuk singkong.

"Hasilnya cukup buat menyambung hidup dan membiayai anak di pesantren," kata Mardiyah, warga Jaddih yang menekuni olahan kerupuk singkong.

Saat saya temui, Mardiyah sedang menjemur kerupuk di teras langgar. Dia memakai caping untuk menghalau terik matahari. Ada dua jenis kerupuk yang ia jemur, satu polosan dan satu lagi diberi pewarna makanan. Ia memberi kombinasi warna merah, kuning, dan hijau agar tampilan lebih menarik pembeli.

"Harganya sama, Rp 11 ribu per kilogram," kata dia.

Mardiyah menjelaskan, kerupuk singkongnya laris manis dan dia tak perlu menjualnya ke pengepul di pasar. Pembeli datang langsung ke rumahnya. Biasanya untuk dijadikan camilan atau oleh-oleh.

"Kalau lagi sepi pembeli, terpaksa dijual ke pengepul," ujar dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagaimana mengolah singkong jadi kerupuk?

Menurut Mardiyah, singkong tak dipanen sekaligus. Singkong dipanen seperlunya agar kondisi singkong saat diolah dalam kondisi paling fresh. Ukurannya kira-kira satu bak cucian. Setelah dipanen, singkong dikupas kulitnya dan dibersihkan dengan bilasan air.

Setelah bersih, singkong diantar ke penggilingan, biayanya Rp 5 ribu per bak. Bila tak malas dan agar lebih hemat, singkat bisa diparut dengan parutan kelapa. Namun, Mardiyah lebih memilih pakai jasa gilingan karena lebih hemat waktu dan lebih cepat produksi.

Setelah singkong halus seperti bubur, tahapan berikutnya adalah memberi campuran tepung singkong atau tepung terigu, serta garam secukupnya sebagai penyedap rasa. Adonan lalu diaduk sampai rata, sesekali diberi pewarna makanan.

Selanjutnya, adonan singkong dibungkus plastik yang biasa digunakan bikin es batu. Setelah selesai, plastik itu direbus di atas tungku kayu. Proses ini memakan waktu dua hingga tiga jam. Setelah rebusan rampung, singkong akan menjadi kenyal. Plastiknya dibuka, lalu dijemur untuk menghilangkan kadar air. Proses jemur bisa memakan waktu dua hingga tiga hari, sangat bergantung terik matahari.

Ciri paling gampang untuk mengetahui apakah rebusan singkong siap diproduksi, dengan memegang kulit bagian luar. Bila teksturnya agak kaku, olahan bisa dipotong jadi kerupuk. Cara memotong pun masih manual pakai pisau agar tak lengket dua sisi pisau dilumuri minyak goreng.

Proses pengirisan itulah yang menentukan banyak tidaknya kerupuk yang dihasilkan. Bila terlalu tebal, kerupuk yang dihasilkan pastinya lebih sedikit.

"Diiris setipis mungkin, biar lebih banyak, kalau enggak terbiasa, susah," ungkap Mardiyah.

Satu bak singkong, kata dia, bisa menghasilkan 7-8 kilogram kerupuk. Dengan harga Rp 11 ribu per kilo, Mardiyah bisa mendapatkan uang Rp 80 ribu-90 ribu sekali produksi. Hasil ini, jauh lebih besar ketimbang menjual singkongnya saja di mana per bak hanya dihargai Rp 30 ribu.

Ini membuktikan ucapan Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Dia mengatakan jika ingin makmur, petani harus belajar mengolah hasil pertaniannya. Contohnya pisang, bila setandang pisang dijual ke pedagang harganya paling mahal Rp 15 ribu. Namun, bila diolah jadi keripik pisang dan dikemas menarik bisa menghasilkan Rp 150 ribu. Bahkan, bisa berefek domino dengan terciptanya lapangan pekerjaan baru.

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.