Sukses

Legenda Kera-Kera Manja Penunggu Masjid Saka Tunggal

Si kera manja sering membuat warga kesal karena rakus memakan bahan makanan yang disimpan. Namun, warga tak berniat mengusirnya.

Liputan6.com, Banyumas – Kera kerap diasosiasikan sebagai hewan usil dan nakal, apalagi jika jumlahnya banyak. Namun di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ratusan kera justru jadi penunggu Masjid Saka Tunggal.

Juru kunci generasi ke-12 sekaligus Imam Masjid Saka Tunggal, Sulam menuturkan, ratusan kera itu sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Kera-kera itu terbagi menjadi lima kelompok yang jumlahnya hampir tetap, dari masa ke masa.

"Itu terbagi menjadi lima kelompok. Keberadaannya sudah ada sejak lama. Sudah terjalin kebersamaan dengan masyarakat," ucap Sulam, ketika ditemui Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Sulam mengungkapkan, ada legenda di balik keberadaan kera di sekitar Masjid Saka Tunggal Cikakak yang dipercaya sebagai masjid tertua di Banyumas ini. Kera-kera itu adalah jelmaan santri nakal.

"Legenda dulu santrinya Kiai Saka Tunggal kategori nakal. Emosi, Kiai akhirnya mengutuk santri menjadi monyet, seperti monyet yang susah diatur," ujar Sulam.

Sulam berujar, masyarakat pun hidup berdampingan, meski kerap terganggu. Kadangkala, kera-kera itu masuk ke rumah dari jendela atau pintu kala sang pemilik lupa menutup. Mereka mengambil apa saja yang bisa dimakan.

"Kadang kera itu masuk ke rumah mengambil apa saja yang bisa dimakan. Mungkin mereka kelaparan," ujarnya.

Sulam bercerita, meski sudah lama tinggal di sekitar Masjid Saka Tunggal, awalnya kera-kera itu mencari makanan ke dalam hutan. Namun, semenjak Masjid Saka Tunggal ramai dikunjungi wisatawan, kawanan kera itu berbuah manja.

"Mungkin karena faktor kebiasaan, dikasih makanan sama orang. Jadi ketagihan," ujar Sulam.

Saat ini, jumlah kera itu diperkirakan mencapai 500 ekor. Keberadaannya pun sudah melumpuhkan pertanian sekitar kawasan itu. Namun, masyarakat tetap maklum dan tak ada rencana memindahkan, apalagi memusnahkan kawanan kera itu.

"Praktis, kalau pertanian jenis tanaman pangan tidak bisa lagi. Ya, ada puluhan hektar. Masyarakat akhirnya menanam kayu," Sulam menuturkan.

Walau rakus, kera-kera itu tak pernah menyerang warga maupun pelancong yang singgah di Masjid saka tunggal. Bahkan, anak kecil pun suka bermain dengan puluhan kera, layaknya rekan seumuran. Warga pun dengan penuh kesadaran, kerap memberi makanan kepada kera.

"Kadang kalau ada makanan sisa ya diberikan. Kalau di sini ada nasi sisa, disebutnya ya makanan kera," ujarnya sambil tertawa.

Saksikan video menarik di bawah ini:



Kera, Boneka Beruang, dan Ban Bekas

Namanya kera, meski jinak tetap saja usil. Kera-kera itu sepertinya selalu tertarik dengan barang baru.

Saat Liputan6.com ke sana, sepeda motor diparkir di jalan belakang Masjid Saka Tunggal. Seekor kera lantas menaiki sepeda motor sambil memegang-megang stang dan berbagai tombol.

Seekor yang lebih besar menyusul. Salah satunya, yang lebih kecil, menggigit-gigit tombol klakson sampai ‘mborat-baret’. Sementara, yang lebih besar memutar-mutar spion yang tadinya terpasang kencang.

Sejurus kemudian, seorang tukar parkir datang dan langsung menaruh memasang ban bekas. Ajaib, kera itu tak lagi mendekati sepeda motor. "Harus dipasangi ban bekas, Mas. Kalau nggak nanti bisa rusak semua," ujarnya.

Di selatan masjid, ada sebuah warung. Benda di depan warung itu berbeda lagi, yakni boneka beruang berukuran sedang yang digantung. Karsini, sang pemilik warung mengatakan boneka itu dipasang untuk menakut-nakuti kera yang kerap mencuri jajanan atau sayuran di warungnya.

"Wah, kalau nggak dipasang gantungan bisa habis warung saya, Mas. Ini juga di depan saya pasang kawat kasa. Kalau nggak, habis ini dagangan saya," ujarnya sambil membawakan kopi pesanan.

Sementara, kera-kera berseliweran di halaman warung. Kera-kera itu memang selalu penasaran dengan orang baru karena dikira membawakan makanan untuk mereka.

Yang jadi pertanyaan adalah, kenapa kera-kera itu takut kepada ban bekas dan boneka?

"Mungkin pernah ada kera yang diikat dengan ban bekas. Biasanya kan kalau ada monyet dipelihara selalu diikat pinggangnya dengan rantai. Biar tidak luka, rantai itu dikasih ban bekas sepeda. Mungkin kera itu belajar dari situ," kata Rusmanto, suami Karsini.

Soal boneka, Rusmanto mengaku hanya coba-coba saja memasang di depan warung. Nyatanya, kera-kera itu relatif tak mendekat ke warung. "Apalagi kalau anginnya sedang besar. Kan bonekanya bergoyang-goyang. Dikira beruang beneran mungkin," kata Rusmanto, terkekeh.

Meski begitu, Karsini pun kerap dibikin gemas oleh kera-kera ini. Pasalnya, kerapkali genteng rumahnya melorot berantakan oleh kera yang naik ke atap. Kawanan kera juga kerap masuk ke warung untuk mengambil makanan.

"Ya, mengganggu, wong kalau ada orangnya saja melompat ambil sayuran dan apa saja. Ya ada juga kacang dan goreng-gorengan juga diambil. Terutama makanan. (Ini terjadi) setiap hari bulan ini, setelah masuk musim kemarau," tutur Karsini.

Tetapi, tak pernah terbersit keinginan Karsini untuk menyakiti kera-kera ini. Bagi dia, kera-kera itu adalah bagian dari lingkungan Kampung Cikakak. Keberadaannya lebih tua dibanding umurnya sendiri

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.