Sukses

Tas Spesial Rancangan ITB bagi Penderita Skoliosis

Beban berat di punggung bisa memperburuk kondisi tulang punggung penderita skoliosis.

Liputan6.com, Bandung - Empat mahasiswa ITB yang terdiri dari Muhammad Dita Farel (Teknik Geodesi dan Geomatika 2015), Firdausi Zahara Gandes (Teknik Geodesi dan Geomatika 2015), Hana Alifiyanti (Teknik Geodesi dan Geomatika 2015), dan Lalu Rahmat Faizin (Teknik Geologi 2015) menciptakan tas khusus bagi penderita skoliosis.

Dilansir laman itb.ac.id, skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang terlihat dari bentuk tulang yang melengkung. Secara umum, skoliosis terbagi menjadi dua jenis, skoliosis struktural dan skoliosis fungsional.

Skoliosis struktural terjadi karena perubahan anatomi dan bersifat irreversible, sedangkan skoliosis fungsional terjadi akibat kebiasaan dan bersifat reversible.

Pada penderita skoliosis fungsional, kondisi tulang belakang dapat bertambah parah apabila penderita terbiasa membawa beban yang terlalu berat di punggung. Posisi tas punggung yang kurang benar serta distribusi beban yang salah bakal memperburuk kondisi tulang belakang.

Selain itu, kelebihan beban juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada bagian pinggang, punggung, dan pundak, di samping mengganggu sistem pernapasan dan keseimbangan postur tubuh.

Namun, kebiasaan buruk tersebut sulit dihindari, terutama oleh pelajar pengidap skoliosis. Untuk itu, para mahasiswa ITB yang diketuai Dita membuat tas khusus yang dinamai Tasko.

"Tasko merupakan sebuah tas dengan metode sensor berat yang dirancang untuk meminimalisir bertambahnya derajat kemiringan tulang belakang akibat tas punggung bagi para penyandang skoliosis," kata Dita.

Selain sensor, tas ini juga dilengkapi dengan komponen-komponen khusus lainnya, seperti movable compartment, one strap, dan adjustable belt. Komponen-komponen tambahan itu memudahkan para penyandang skoliosis saat digunakan.

Namun, timnya masih menguji dampak spesifik penggunaan Tasko bagi para pengidap skoliosis. "Untuk dapat melihat dampaknya setidaknya diperlukan waktu hingga enam bulan sampai proses pengujian medis dapat dilakukan," ujarnya.

Untuk itu, Dita dan rekan-rekannya berharap ide mereka menarik perhatian pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya pegiat medis, mau turut serta dalam mengembangkan Tasko agar layak diproduksi secara massal.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.