Sukses

Peras Kepsek, Wartawan Abal-Abal Tabloid 'KPK' Beli Mobil

Wartawan Tabloid KPK yang memeras mengaku hanya menerima Rp 60 juta, sementara si kepsek mengaku memberi Rp 102 juta.

Liputan6.com, Brebes - Tim Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Brebes, Jawa Tengah, menangkap seorang wartawan abal-abal karena diduga melakukan pemerasan kepada kepala sekolah hingga ratusan juta rupiah. Wartawan itu bernama Windu (32), warga Kecamatan Paguyangan, Brebes.

Ia ditangkap polisi saat berbelanja di sebuah mini market yang tidak jauh dari rumahnya. Penangkapan itu bermula dari laporan Kepala SD Kedungoleng kepada Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Brebes.  

Korban bernama Nurhayati melapor karena merasa diperas pelaku sebesar Rp 102 juta. Atas laporan itu, sejumlah wartawan elektronik sempat dimintai keterangan oleh penyidik karena namanya dicatut oleh pelaku untuk melakukan pemerasan.

"Saya menyerahkan uang secara bertahap mulai Juni hingga Agustus lalu, yang totalnya sekitar Rp 102 juta," ucap Nurhayati, usai melapor ke Mapolres Bebes.

Dia mengatakan, pelaku mendatangi sekolah awalnya ingin bertanya terkait kegiatan rehab sekolah dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 108 juta. Pelaku lalu menuding sekolah tidak memasang papan nama proyek dan mengancam akan menulis ke media massa.  

"Saya sudah menjelaskan jika papan itu ada dan sudah terpasang. Namun karena takut saya akhirnya menyetorkan sejumlah uang," dia menambahkan.

Di hadapan penyidik, Windu mengaku sebagai wartawan dari Tabloid KPK (Koran Pemberantasan Korupsi). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya memiliki majalah 'Integrito' dan jurnal 'Integritas' di bagian media cetak, tidak ada namanya Tabloid KPK.

Windu mengaku memperoleh uang dari kepala sekolah sebesar Rp 60 juta. Uang itu digunakan untuk membeli mobil dan membayar utang.  

"Saya menerima Rp 60 juta, dan uangnya sudah digunakan untuk membeli mobil serta membayar utang-utang saya," kata dia di sela-sela pemeriksaan di Mapolres Brebes.

Ia mengungkapkan bukan yang pertama memeras kepala sekolah itu, melainkan rekannya yang berprofesi sebagai wartawan media cetak mingguan lain. Belakangan, aksi si rekan diikutinya beserta teman wartawan yang lain.

"Bukan saya yang pertama minta uang seperti itu," ujar dia.  

Menurut Windu, aksi pemerasan itu dilakukan kepada pihak sekolah yang tidak memasang papan proyek rehab sekolah yang bersumber dari DAK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini