Sukses

Tomohon Berada di Pegunungan, Kok Bisa Banjir Bandang?

Tomohon diapit dua gunung aktif dan berada di ketinggian 700-800 mdpl.

Liputan6.com, Tomohon - Kondisi Kota Tomohon pasca-banjir bandang, Minggu, 19 Februari 2017, berangsur pulih. Namun, kejadian itu berbuntut saling tuding antarwarga dan pemerintah. Pasalnya, banjir bandang bisa terjadi di daerah pegunungan.

"Aneh juga jika daerah pegunungan dan berbukit-bukit seperti Kota Tomohon bisa kena banjir besar. Setelah beberapa kali diterjang banjir, pada Minggu kemarin setelah kurang lebih tiga jam diguyur hujan lebat, merupakan banjir terbesar di Kota Tomohon sejak republik ini merdeka," tutur Paulus Sembel, warga Kelurahan Walian, Kecamatan Tomohon Selatan, Senin, 20 Februari 2017.

Kota Tomohon terletak di ketinggian kira-kira 700-800 meter dari permukaan laut (dpl), diapit dua gunung berapi aktif, yaitu Gunung Lokon (1.689 m) dan Gunung Mahawu dengan tinggi 1.311 meter. Dengan kondisi alam demikian, ia merasa sangat lucu jika terus menyalahkan alam.

"Apa ada yang salah dengan perencanaan pembangunan di Kota Tomohon selama ini? Jujur harus saya katakan, bahwa terdapat perencanaan program pengembangan wilayah yang sangat tidak pro lingkungan di sini," ujar Paulus yang pernah duduk sebagai anggota DPRD Kota Tomohon Periode 2009 – 2014 itu.

Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan, sebagai daerah yang terdiri dari pegunungan dan berbukit-bukit, sejumlah daerah resapan air di Tomohon kini sudah menjadi daerah permukiman.

"Banyaknya daerah permukiman baru akibat bertambahnya jumlah penduduk ternyata telah menciptakan masalah baru, yakni ancaman banjir di saat musim hujan," ujar Paulus.

Dia menambahkan, Kota Tomohon tidak ada sungai-sungai besar, sehingga sungai-sungai kecil tentunya harus dimaksimalkan untuk dimanfaatkan sebagai saluran air sampai ke hulu.

"Anehnya sungai-sungai kecil yang ada di beberapa titik Kota Tomohon sudah menyempit. Hal ini karena terdapat beberapa bangunan yang direstui pemerintah kota untuk berdiri di bantaran sungai-sungai kecil, bahkan diberikan IMB," ujar Paulus.

Selain daerah atau lokasi resapan air, Paulus mengatakan, masalah drainase ini sudah sangat urgen diperhatikan. Selayaknya trotoar dibongkar untuk ditata kembali sekaligus diperbaiki sebagai saluran air.

"Kita tentunya tidak harus berpikir bahwa program nantinya jalan karena menyesuaikan anggaran. Sekarang harus berpikir sebaliknya, bahwa angggaran akan menyesuaikan program yang ada, apalagi program ini sifatnya antisipatif untuk kepentingan masyarakat ke depan," kata Paulus.

Selain terkait pembangunan yang tidak pro lingkungan, penggunaan anggaran juga menjadi sorotan. Menurut Wandy Wewengkang, warga Kelurahan Talete, Kecamatan Tomohon Tengah, dana pembangunan drainase dan trotoar jangan sampai ditilap sehingga infrastruktur yang ada asal jadi.

"Akibatnya hujan datang, drainase tak mampu menampung air," ujar Wandy.

Penggiat lingkungan hidup dari WWF, Royke Pangalila juga memberikan pendapatnya. Royke menilai ada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang harus ditinjau ulang, khususnya soal area tangkapan air. Perubahan area tangkapan air menjadi pemukiman, kata dia, mengakibatkan debit air yang meningkat karena curah hujan tinggi sehingga tidak mampu lagi tertampung.

"Dan akhirnya tumpah ruah ke jalanan dan area pemukiman termasuk rumah saya pada Minggu kemarin," ujar Royke, warga Perum Uluindano, Kecamatan Tomohon Selatan ini.

Sebelumnya, Wali Kota Tomohon Jimmy F Eman saat meninjau korban banjir, Minggu malam, 19 Februari 2017, mengatakan banjir itu akibat tak mampunya cek dam yang dibangun di Kelurahan Walian Dua, Tomohon Selatan, untuk menampung air akibat hujan deras yang turun agak lama.

"Sebenarnya cek dam yang dibangun berfungsi baik. Tapi karena air melebihi kapasitas sehingga meluap dan turun di Kelurahan-kelurahan di Tomohon Selatan dan Tomohon Tengah," ujar Jimmy.

Dia mengatakan, banyaknya air yang datang dari Pegunungan Wawo dan sekitarnya membuat air tak bisa lagi ditampung dan dikendalikan melalui cek dam. "Masyarakat supaya tetap waspada terhadap cuaca ekstrem yang masih saja terjadi hingga saat ini," kata Jimmy.

Jimmy juga menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat terlebih yang bermukim di wilayah rawan bencana untuk menjaga kebersihan. "Jangan membuang sampah sembarangan karena hal ini akan dapat menambah potensi banjir di kala kondisi curah hujan tinggi," ujar dia.

Diketahui, perbukitan Wawo merupakan area tangkapan air dengan luas ratusan hektare. Dulunya daerah itu dipenuhi pepohonan, tetapi belakangan sudah mulai dibangun perumahan. Saat curah hujan tinggi, air dari perbukitan Wawo ini lantas turun menerjang wilayah pemukiman di bawahnya, terutama Kecamatan Tomohon Selatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini