Sukses

Gamelan Syahadatain, Dakwah Tanpa Pedang Sunan Gunungjati

Awal mula tradisi Gong Sekati adalah media dakwah Sunan Gunungjati.

Liputan6.com, Cirebon - Tabuhan ritmis terdengar dari Bangsal Sekaten Keraton Kanoman, Cirebon, Jawa Barat, saat Gamelan Gong Sekati dimainkan. Musik gamelan ini menandai datangnya puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Cirebon.

Warga Cirebon maupun dari luar daerah satu per satu datang dan menikmati musik gamelan yang keluar hanya satu tahun sekali ini. Para pemain gamelan atau biasa disebut nayaga pun dengan ikhlas menabuh Gong Sekati sejak lima hari sebelum memasuki puncak peringatan Maulid Nabi.

"Setiap bulan Maulid di Keraton Kanoman selalu digelar Muludan atau pasar rakyat. Nah puncaknya ada Gong Sekati atau Gamelan Gong Suka Hati atau Gamelan Syahadatain," ucap Lurah Sekaten Keraton Kanoman Cirebon Ato Sugiarto, Minggu malam, 11 Desember 2016.

Dia menceritakan, awal mula tradisi Gong Sekati ini adalah media dakwah Sunan Gunungjati. Saat itu, setiap memasuki puncak peringatan Maulid Nabi, para abdi dalem Keraton Kanoman Cirebon selalu menabuh Gamelan Gong Sekati.

Uniknya, suguhan musik Gong Sekati tersebut dimainkan tanpa bayaran sepeser pun. Masyarakat yang menonton dan menikmati alunan musik Gamelan Gong Sekati tersebut cukup membayar dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

"Waktu memainkannya juga lebih 15 menit dari jam umum. Tujuannyanya adalah agar tidak berbarengan dengan dengan azan. Setelah azan, mereka ucapkan dua kalimat syahadat kemudian salat," sebut Ato.

Dalam memainkan alat musik sakral ini, nayaga diharuskan mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum memukul gamelan. Setelah memainkan irama musik gamelan, nayaga diharuskan membaca Al-Fatihah dan Salawat Nabi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemain Turun-temurun

Lurah Sekaten Keraton Kanoman Cirebon Ato Sugiarto menuturkan, setelah melewati Maulid Nabi, Gamelan Gong Sekati ini langsung disimpan di Kedung Kejimatan Keraton Kanoman Cirebon. Dia juga mengatakan, para pemain atau nayaga Gamelan Gong Sekati ini merupakan keturunan abdi dalem Keraton Kanoman Cirebon.

"Yang boleh membunyikan gamelan ini harus keturunannya. Jadi tidak boleh orang lain atau yang bukan keturunan abdi dalem tidak bisa," ujar Ato.

Dia menyebutkan, waktu untuk memulai menabuh gamelan tersebut yakni dimulai pada malam pertama tanggal 8 Maulud. Tabuh gong pertama dimulai pukul 20.00 sampai 21.15 WIB. Dilanjutkan pukul 23.00 sampai 00.15 WIB, dimulai kembali pada pukul 03.00 sampai 04.15 WIB. Lalu pada pukul 07.00 sampai 08.15 WIB, pukul 11.30 sampai 12.00 WIB.

"Lalu jam 2 main lagi seterusnya begitu sampai kepada puncak Maulid Nabi atau Pelal," kata Ato.

Lebih jauh Ato mengatakan, dalam memainkan Gamelan Gong Sekati ini, sebanyak enam lagu dimainkan. Yakni, "Cincing Duwur", "Kajengan", "Tari Anom", "Rambu Lima" atau "Rambu Gede", "Rambu Miring" atau "Rambu Cilik".

Serta, lagu yang dimainkan untuk mengiringi prosesi Panjang Jimat, yakni "Bangau Buta". "Lagu yang dimainkan hanya untuk Maulid Nabi saja," ia membeberkan.

3 dari 3 halaman

Air dan Minyak Barokah

Hingga saat ini, masyarakat Cirebon maupun dari luar daerah masih meyakini bahwa tradisi yang dibawa dan dilestarikan Keraton Kanoman Cirebon masih memiliki barokah (berkah) dan manfaat bagi mereka.

Tak mengherankan, bila kemudian tidak sedikit warga yang melihat dan menikmati Gamelan Gong Sekati mengambil air dan minyak kelapa untuk dibawa pulang.

Ato menuturkan, masyarakat yang datang melihat dan menikmati alunan musik Gamelan Gong Sekati selalu mengambil air dan minyak di dalam botol plastik. Ini diyakini bahwa air dan minyak yang diambil memiliki berkah tersendiri karena mengandung doa.

"Tidak dipungut bayaran dan diambilnya dengan ikhlas," ujar dia.

Dia mengatakan pula, air yang diambil dari Gamelan Gong Sekati biasanya dicampurkan ke dalam bak mandi. Sementara, minyak kelapa yang diambil biasanya untuk memijat.

"Sebenarnya minyak kelapa yang ditampung di gelepah itu untuk penerangan karena dulu belum ada lampu. Intinya buat syarat saja," Lurah Sekaten Keraton Kanoman Cirebon itu memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini