Sukses

Jabar Rawan Banjir, Bupati Dedi Cek Kondisi Waduk Jatiluhur

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan jumlah debit air masih bisa terkontrol melalui sistem yang ada di Waduk Jatiluhur.

Liputan6.com, Purwakarta - Bupati Dedi Mulyadi didampingi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Jatiluhur Djoko Saputro mengecek kondisi debit air di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan jumlah debit air masih bisa terkontrol melalui sistem pada Perum Jasa Tirta II.

Berdasarkan pantauan, aliran air yang berasal dari Waduk Saguling dan Waduk Cirata meskipun dalam kondisi di atas normal, masih bisa ditangani pihak PJT II Jatiluhur. Bahkan, pihak PJT II sudah memasang 50 alat pengontrol debit air di Sungai Citarum.

"Kondisinya memang di atas normal, tetapi masih aman, ambang batas permukaan air waduk itu 109 meter di atas permukaan laut (mdpl) sekarang masih di titik 107,5 mdpl, ada 50 alat pendeteksi debit air juga sudah kami sebar," ucap Direktur Utama PJT II Jatiluhur Djoko Saputro di Cikao, Bandung, Senin (14/11/2016).

Di desa yang masuk ke dalam wilayah Daerah Aliran Sungai Citarum tersebut, Djoko juga sempat menjelaskan bahwa pihaknya terus memantau selama 24 jam. Aliran dari Waduk Saguling dan Cirata saat ini masih terpantau sebanyak 450 meter kubik per detik, sedangkan kondisi di atas normal paling tidak harus mencapai titik 900 m3/detik.

Terkait banjir di Kabupaten Karawang, Djoko menuturkan banjir tersebut bukan berasal dari luapan air Sungai Citarum, tetapi berasal dari Sungai Cibeet. Sanggahan ini dia sampaikan berdasarkan data yang sudah dikemukakan di atas.

"Kita masih bisa menangani debit air Waduk Jatiluhur, jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan banjir itu berasal dari Citarum, saya sampaikan banjir tersebut berasal dari luapan Sungai Cibeet," Djoko menandaskan.

Di tempat yang sama, Bupati Dedi Mulyadi mengatakan perubahan lingkungan di kawasan hulu terutama daerah selatan Jawa Barat mempengaruhi arus air, sehingga aliran air di sungai melaju dengan cepat.

Perubahan lingkungan yang dimaksud oleh pria yang selalu mengenakan pakaian khas Sunda tersebut adalah perubahan alih fungsi resapan air menjadi kawasan komersial dan perumahan, menyikapi kondisi ini dia mengusulkan evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang dan Wilayah di seluruh kabupaten/kota.

"Seluruh aktivitas yang merusak wilayah resapan air itu harus segera dihentikan. Kalau selatan Jawa Barat rusak, maka dampaknya ke utara bahkan sampai ibu kota Jakarta," ujar Dedi.

Banjir Karawang Meluas

Sementara itu, banjir akibat luapan Sungai Citarum dan Cibeet di Karawang, Jawa Barat terus meluas. Saat ini banjir menggenangi sedikitnya lima kecamatan di Kabupaten itu. Yakni, Karawang Barat, Karawang Timur, Teluk Jambe Barat, Teluk Jambe Barat, serta Batu Jaya.

Ketinggian banjir saat ini merata antara satu hingga dua meter. Selain permukiman juga merendam sejumlah perumahan serta fasilitas lain seperti tempat ibadah dan gedung sekolah.

Dikatakan warga, banjir semakin tinggi sejak Senin siang tadi. Setelah luapan air dari Sungai Citarum dan Cibeet terus masuk ke permukiman dan perumahan.

Warga korban banjir saat ini sebagian besar mulai mengungsi seperti di wilayah Karang Ligar, meski dengan menempati tenda darurat.

"Ya terpaksa ngungsi di sini, karena kalau nunggu dari pemerintah ya lama. Ya harusnya tidak seperti ini," kata salah seorang korban banjir Karawang, Rustandi.

Namun demikian sebagian besar warga masih bertahan karena khawatir harta benda mereka akan menjadi sasaran aksi pencurian. "Di sini kan enggak ada ya lokasi penampungan barang ya, jadi sebagian bertahan di rumah masing-masing," ujar Rustandi.

Banjir di Kabupaten Karawang terjadi sejak Minggu malam, 13 November 2016. Setelah Sungai Citarum dan Cibeet tidak mampu lagi menampung debit air dengan volume yang tinggi.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini